Kamis, 28 Mei 2020

Alasan WHO Desak Indonesia Hentikan Uji Coba Klorokuin untuk Corona

 Baru-baru ini heboh soal desakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke Indonesia untuk hentikan penggunaan klorokuin dalam pengobatan pasien Corona. Sumber anonim mengatakan kepada Reuters bahwa sebenarnya WHO telah memberi tahu Kementerian Kesehatan Indonesia untuk menunda pengobatan memakai obat klorokuin.
Dikutip dari Reuters, Erlina Burhan seorang dokter yang membantu menyusun pedoman pengobatan virus Corona COVID-19 sekaligus anggota Asosiasi Pulmonolog Indonesia pun mengkonfirmasi bahwa asosiasi tersebut telah menerima saran baru dari WHO untuk menangguhkan pengobatan-pengobatan.

"Kami membahas masalah dan masih ada beberapa perselisihan. Kami belum memiliki kesimpulan," kata dr Burhan kepada Reuters.

Namun Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), juru bicara satuan tugas COVID-19 Indonesia belum bisa dimintai komentar terkait dengan hal tersebut.

Informasi desakan WHO ini muncul usai sebelumnya sebuah studi yang dimuat dalam jurnal The Lancet menunjukkan penggunaan obat malaria hidroksiklorokuin tidak efektif. Bahkan beberapa pasien Corona yang mengonsumsi obat tersebut dilaporkan alami masalah jantung hingga berisiko meninggal.

WHO menyetop sementara uji coba obat malaria berdasarkan studi tersebut. WHO menilai tindakan ini demi keamanan pasien Corona.

"Kelompok eksekutif menetapkan menghentikan sementara hydroxychloroquine dalam uji coba, sementara data keselamatan ditinjau oleh Dewan Pemantau Keamanan Data," jelas Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers virtual dikutip dari AFP, Selasa (26/5/2020).

Ahli penyakit menular dari University of Minnesota, David Boulware yang juga mempelajari obat malaria sebagai pengobatan Corona tegaskan hidroksiklorokuin atau klorokuin tak memiliki manfaat.

"Sebelumnya data menunjukkan tak ada manfaat secara keseluruhan dari hidroksiklorokuin, studi ini juga menunjukkan bahaya dari penggunaan obat malaria. Tentu ini meningkatkan bukti bahwa hidroksiklorokuin atau klorokuin seharusnya tidak digunakan untuk merawat pasien Corona," jelas David, dikutip dari CNN.

Deretan Kebiasaan yang Bakal Jadi New Normal Saat WFH Berakhir

Selama pandemi Corona, para pekerja diharuskan untuk work from home (WFH). Namun kini pekerja diperbolehkan kembali beraktivitas di kantor asal tetap mematuhi protokol kesehatan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengeluarkan panduan khusus untuk para pekerja agar menjalani new normal di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal ini demi meminimalisir risiko penularan saat keberangkatan, perjalanan pulang, maupun saat di tempat kerja.

"Tempat kerja sebagai lokasi interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu diantisipasi penularannya," kata Menkes Terawan pada Sabtu (23/5/2020) dikutip dari laman resmi Kemenkes.

Apa saja sih yang mulai jadi 'new normal' usai WFH berakhir?

Pakai masker
Selalu bawa hand sanitizer
Naik ojek bawa helm sendiri
Bawa bekal makan siang sendiri
Nggak lagi berjabat tangan
Bawa perlengkapan salat sendiri
Gunakan siku untuk membuka pintu atau menekan tombol lift
Tidak menyentuh peralatan yang dipakai bersama
Sesering mungkin cuci tangan dengan menggunakan sabun
Ganti pakaian jika pakai transportasi umum

Masuk Era New Normal, Kapan Harus Pakai Sarung Tangan Lateks?

Di masa pandemi virus Corona COVID-19, banyak masyarakat sadar akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Mulai dari memakai masker saat di luar rumah, cuci tangan setiap habis menyentuh barang, hingga pakai sarung tangan ketika berbelanja ke supermarket.
Ahli Mikrobiologi dan Profesor Departemen Ilmu Lingkungan dan Kesehatan Kerja Universitas Washington, Marilyn Roberts, mengatakan risiko yang terjadi dari penularan penyakit itu adalah saat seseorang menyentuh wajah mereka baik menggunakan sarung tangan maupun tidak menggunakan.

"Masalah terbesar adalah bahwa seseorang tertulari COVID-19 dari orang lain. Mereka tidak mengambilnya secara langsung," ujar Roberts, dikutip dari Fox News.

Dikutip dari situs Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan memakai sarung tangan saat membersihkan ruangan dengan disinfektan atau saat merawat orang yang sakit.

1. Saat menyemprotkan disinfektan
Biasanya tercantum pada label produk, memakai sarung tangan dianjurkan saat menyemprotkan disinfektan, baik sarung tangan sekali pakai atau sarung tangan yang bisa dipakai berulang. Lalu, cuci tangan setelah melepas sarung tangan yang terkena semprotan disinfektan.

2. Merawat orang sakit
Gunakan sarung tangan sekali pakai saat menyentuh atau melakukan kontak dengan darah, tinja, atau cairan tubuh, seperti air liur, lendir, muntah, dan urin.

Setelah menggunakan sarung tangan sekali pakai, buang ke tempat sampah. Jangan desinfeksi atau gunakan kembali sarung tangan tersebut. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.

3. Tidak dipakai untuk ke supermarket
Menggunakan sarung tangan misalnya, saat belanja keperluan dapur ke supermarket, ini belum tentu bisa melindungi diri terpapar virus Corona COVID-19.

Cara terbaik untuk melindungi diri dari kuman dan virus adalah dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara teratur selama 20 detik.

Ilmuwan China Temukan Bukti Baru Tentang Asal Usul Virus Corona

 Ilmuwan China telah menemukan clade virus Corona baru yang berbeda dari pasien yang terhubung dengan pasar makanan laut Huanan, di Wuhan. Bukti ini menunjukkan bahwa pasar mungkin bukan jadi asal dari virus Corona tersebut.
Clade digunakan untuk mendeskripsikan percabangan evolusi suatu organisme. Clade ini merupakan istilah untuk kelompok taksonomi yang memiliki satu leluhur bersama dan semua keturunannya juga berasal dari nenek moyang yang sama.

Artinya, hasil dari bukti baru yang ditemukan itu menunjukkan pasar mungkin bukan asal dari virus yang menyebabkan pandemi saat ini. Para ahli dari Shanghai Public Health Clinical Center and the National Research Center for Translational Medicine, mengumpulkan sampel genom virus dari 326 pasien di Shanghai, dalam kurun waktu 20 dan 25 Januari.

Mengutip dari Global Times, mereka mengidentifikasi dua clade utama yang didiagnosis pada awal Desember 2019. Mereka memperhatikan genom dari 6 pasien dengan riwayat kontak dengan pasar tersebut termasuk ke dalam satu jenis clade.

Sementara tiga pasien lainnya yang didiagnosis pada periode yang sama, tetapi tanpa adanya kontak ke pasar dikelompokkan dalam clade lainnya. Mereka memperkirakan dua clade ini masih berasal dari satu sumber, yang mungkin berasal dari Wuhan Desember 2019 lalu.

Walaupun berasal dari satu sumber atau nenek moyang, hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya asal-usul penularan lainnya yang terjadi di Shanghai, bukan dari pasar hewan saja. Meskipun tidak ada perbedaan besar dalam segi penularan, dua clade inilah yang banyak berkontribusi di pandemi saat ini.