Rabu, 04 Desember 2019

Disorot ICW, KPK Paparkan Kinerja Era Agus Rahardjo Cs

 KPK menilai sejumlah catatan yang disampaikan Indonesian Corruption Watch (ICW) terkait kinerja KPK pada periode ini sebagai masukan positif. Kajian dari ICW dinilai membantu KPK dalam melakukan evaluasi kinerja.

"KPK menyampaikan terima kasih dengan kajian dan kritik yang dilakukan ICW dan TII terhadap kinerja KPK selama 4 tahun berjalan ini. Bagi kami, kajian seperti ini akan sangat membantu KPK untuk mengidentifikasi lebih jelas, bagian-bagian mana yang perlu diperkuat dan yang masih belum maksimal dikerjakan KPK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (13/5/2019).

ICW dalam kritiknya menyoroti sejumlah hal seperti rendahnya tuntutan pidana hingga gejolak internal selama kepemimpinan Agus Rahardjo cs di KPK. Dipaparkan ICW, KPK selama era Agus Rahardjo cs belum menerapkan asset recovery secara maksimal. Dari 313 perkara yang ditangani hanya 15 perkara yang dikenakan aturan tentang TPPU.

Febri kemudian membeberkan kinerja KPK di era Agus Rahardjo Cs sepanjang periode 2015-2018. Febri menyebut tren penindakan yang dilakukan KPK justru mengalami peningkatan.

"Tren penindakan KPK selama kurun waktu 2015-2018 selalu mengalami kenaikan. Penyidikan dari 99 di tahun 2016 menjadi 199 kasus di tahun 2018. Penuntutan dari 76 menjadi 151 kasus," sebut Febri.

Febri mengatakan KPK era Agus Rahardjo Cs telah mengungkap sejumlah kasus korupsi besar yang menyita perhatian publik. Kasus tersebut antara lain kasus BLBI, e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto hingga proses hukum terhadap 6 korporasi.

Febri kemudian menyoroti catatan ICW terkait penuntutan KPK dinilai masih ringan. Ia menyebut bentuk kasus setiap korupsi memiliki ancaman pidana yang berbeda-beda. Tak hanya itu, KPK juga memperhatikan sikap para koruptor itu kooperatif atau tidak.

"Penuntut Umum perlu memperhatikan sikap kooperatif atau tidak pelaku korupsi. Jika terdakwa koperatif, maka secara adil tuntutan tentu tidak dapat berikan maksimal. Sehingga hal ini bersifat kasuistis. Jika seorang terdakwa menjadi Justice Colaborator (JC) maka tuntutan akan dijatuhkan lebih rendah. Hal ini juga bersifat kasuistis," kata Febri.

Lalu soal penyerapan dana anggaran, menurut Febri KPK berupaya melakukan penganggaran dana sebaik dan seefektif mungkin. Sebab, KPK menilai indikator keberhasilan KPK bukan dari hasil menghabiskan anggaran melainkan dari efektifitas penggunaan.

"KPK memandang sudah tidak saatnya kemampuan menghabiskan anggaran sebagai indikator keberhasilan, namun lebih tepat jika menggunakan indikator efektifitas penggunaan anggaran dan pelaksanaan tugas dan wewenang. Karena APBN yang dialokasikan ke KPK harus digunakan dengan sebaik-baiknya dengan prinsip anggaran berbasis kinerja," ujarnya.

Tekait penguatan SDM, Febri menjelaskan KPK kini melalukan pengangkatan 21 penyidik dari hasil seleksi. Kemudian dari segi pencegahan, KPK telah melakukan sejumlah program-program dengan berbagai instansi baik tingkat pusat hingga daerah.

"Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK memang sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama sejumlah pihak, baik dari institusi pemerintahan, penegak hukum, media dan masyarakat sipil. Kajian-kajian yang menjadi evaluasi bagi KPK merupakan salah satu hal penting yang kami tempatkan sebagai bagian dari upaya memperkuat KPK dan meningkatkan akuntabilitas kinerja KPK. Kami tentu akan berbuat semaksimal mungkin dalam ikhtiar pemberantasan korupsi di Indonesia," pungkas Febri.

Berikut kasus korupsi besar dan menjadi perhatian publik yang ditangani dalam era kepemimpinan saat ini

1. BLBI

Pertama kali ditingkatkan ke penyidikan pada bulan Maret 2017. KPK tidak berhenti pada 1 orang tersangka. Saat ini proses pengembangan perkara juga sedang berjalan di KPK

2. Ketua DPR-RI, Setya Novanto diproses dalam kasus KTP Elektronik

3. Proses hukum terhadap 6 korporasi yakni PT Duta Graha Indah atau PT. NKE, PT TS (PT. Tuah Sejati), PT NK (PT. Nindya Karya (Persero) Tbk, PT Tradha, PT ME (PT. Merial Esa), PT. PS (PT Palma Satu)

4. Kasus TPPU pertama kali untuk korporasi yakni PT. TRADHA sebagai pengembangan kasus Kebumen

Kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah

1. Kasus korupsi pemberian keterangan lunas BLBI dengan kerugian negara Rp 4,58 T

2. Kasus pengadaan e-KTP dengan kerugian negara Rp 2,3 T

3. Dugaan korupsi terkait izin pertambangan di Kabupaten Konawe Utara Rp 2,7 T

4. Dugaan korupsi terkait izin pertambangan di Kota Kabupaten Waringin Timur Rp 5,8 T dan lain lain

KPK Akan Hentikan 4 Kasus yang Tersangkanya Wafat, Ini Daftarnya

 KPK bakal menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap empat kasus yang tersangkanya meninggal. Namun KPK tak menjelaskan detail siapa saja tersangka yang telah wafat tersebut.

"Saya sebutkan kasusnya saja mungkin. Yang pertama dulu ada salah satu tersangka di kasus travel cek (travellers check), kemudian ada kasus suap Lapas Sukamiskin, ada satu lagi pengembangan dalam kasus alat kesehatan dan satu lagi ada kasus di daerah," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2019).

Febri mengatakan alasan pemberian SP3 itu sudah tertuang dalam KUHAP. Menurutnya, ada tiga alasan SP3 bisa diterbitkan, salah satunya jika tersangka dalam kasus itu meninggal dunia.

"Jadi alasan SP3 itu kalau menurut KUHAP itu kan ada tiga, yang pertama tidak cukup bukti, yang kedua bukan tindak pidana dan yang ketiga dihentikan demi hukum dan salah satu yang diartikan demi hukum itu kriterianya adalah kalau tersangkanya meninggal dunia meskipun sebenarnya tanpa di SP3 kan pun kasus ini sudah tidak akan mungkin diproses lebih lanjut," ujar Febri.

Selain itu, Febri menjelaskan, proses penuntutan tidak bisa dilakukan jika tersangka telah meninggal. Untuk itu, SP3 akan diterbitkan khusus untuk kasus yang tersangkanya meninggal dunia.

"Khusus untuk pelaku-pelaku yang sudah meninggal dunia dalam posisi sebagai tersangka, karena ada klausul di KUHP pasal 77 seingat saya, penuntutan tidak bisa dilakukan lagi terhadap orang yang sudah meninggal dunia. Jadi secara otomatis kasus itu akan dihentikan khusus untuk perkara yang terkait dengan tersangka. Kecuali ada misalnya pelaku-pelaku yang lain itu beda lagi aturannya," tuturnya

Rencananya KPK menerbitkan SP3 itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menjawab pertanyaan dari Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11).

Desmon menanyakan ada berapa banyak kasus yang ada kemungkinan dihentikan oleh KPK, mengingat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 atau UU KPK yang baru tersedia opsi SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Ia menilai SP3 dalam UU KPK baru itu memberikan jalan bagi KPK agar tidak mengendapkan kasus-kasus lama.

"Yang jelas ada 4 tersangka yang sudah meninggal. Nah, itu tentu akan kami terbitkan SP3. Selebihnya tidak ada, jadi hanya 4 orang saja sebetulnya," kata Alexander menjawab pertanyaan Desmon.

KPK Soal Tunggakan 17 Kasus Korupsi: Kami Kerjakan Semampu Kami

Pimpinan KPK saat ini disebut memiliki tunggakan 17 kasus korupsi yang dinilai belum benar-benar tuntas. KPK mengatakan telah bekerja semampunya untuk menuntaskan kasus-kasus tunggakan itu.

"Kami bekerja semampu kami," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).

"Ya, karena banyak. e-KTP itu kan belum selesai semua. Jadi, memang harus mungkin adalah yang diwariskan. Kan kasus e-KTP kami juga dapat warisan dari kepemimpinan yang sebelumnya," imbuh Syarif.

Sebelumnya, pada Minggu (12/5), Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Transparency International Indonesia (TII) menyoroti pimpinan KPK Agus Rahardjo cs yang akan berakhir pada akhir tahun ini. Mereka kemudian menyoroti pekerjaan rumah (PR) KPK yang belum tuntas.

Dalam diskusi ICW dan TII itu, disebutkan soal adanya 17 tunggakan kasus di KPK. Berikut ini 17 tunggakan kasus suap yang dipaparkan tersebut:
- Suap perusahaan asal Inggris, Innospec ke pejabat Pertamina;
- Kasus bailout Bank Century;
- Proyek pembangunan di Hambalang;
- Proyek Wisma Atlet Kemenpora di Sumatera Selatan;
- Suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia atau cek pelawat;
- Proyek SKRT Kementerian Kehutanan;
- Hibah kereta api dari Jepang di Kementerian Perhubungan;
- Proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan;
- Pengadaan simulator SIM di Ditlantas Polri;
- Pembangunan proyek PLTU Tarahan pada 2004;
- 'Rekening Gendut' oknum jenderal polisi;
- Kasus suap Badan Keamanan Laut;
- Suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
- Suap Rolls Royce ke petinggi PT Garuda Indonesia;
- Kasus BLBI;
- Kasus Pelindo II; dan
- Kasus e-KTP.

Atas tunggakan kasus-kasus itu, Syarif tidak menutup mata bila nantinya akan diwariskan ke pimpinan KPK selanjutnya. Namun dia mengatakan bila kepemimpinan KPK saat ini sudah berupaya keras menuntaskan kasus-kasus itu.

"Kalau Garuda sih itu sudah selesai, tinggal pelimpahan saja, jadi itu saya anggap selesai Garuda... kalau BLBI akan ada perkembangan yang terang. Century ini agak angel (sulit), tetapi ini kita harus cari buktinya dan macam-macam seperti itu, kita juga nggak boleh memaksakan sebuah kasus juga," kata Syarif.