Jumat, 13 Desember 2019

Pria Ngeyel Merokok di Dalam KRL, Ingat 7 Tempat Ini Harus Bebas Rokok

Tengah viral video seorang pria yang merokok di dalam KRL. Meskipun sudah diperingati oleh petugas, pria tersebut tetap ngeyel merokok. Petugas pun memaksanya turun di Stasiun Cilejit.

"Iya kemarin kan diingatkan dulu, ditegur persuasif memang tidak mengindahkan. Akhirnya dengan bantuan petugas stasiun dipaksa turun," kata VP Corporate Communications PT KCI, Anne Purba, seperti yang diberitakan detikcom, Sabtu (7/12/2019).

KRL yang merupakan angkutan umum merupakan tempat yang memang seharusnya bebas dari asap rokok. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak lama telah berkoar soal tempat bebas asap rokok atau yang sering disebut Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Ada tujuh KTR yang ditetapkan oleh Kemenkes yang harus diketahui oleh seluruh Masyarakat Indonesia. Di mana saja?

- Fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik atau rumah sakit.
- Tempat belajar atau sekolah
- Tempat bermain anak
- Tempat ibadah
- Angkutan umum
- Tempat kerja
- Fasilitas umum baik yang dikelola pemerintah maupun swasta

Asap Rokok Biasa Vs Uap Vape, Bahaya Mana untuk Perokok Pasif?

 Rokok biasa atau konvensional masih punya penggemar meskipun sudah banyak bermunculan rokok elektronik berjenis vape yang disebut-sebut sebagai alternatif berhenti merokok. Uap yang dihasilkan dari vape dianggap memiliki wewangian yang enak, dan tidak seperti rokok. Apakah akan sama bahayanya seperti menghisap asap rokok bagi perokok pasif, jika menghirup uap vape?

Ahli Toksikologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, dr Sho'im Hidayat, mengatakan HPHC (Harmful and Potentially Harmful Constituents) atau kandungan yang dapat berpotensi bahaya, yang dimiliki uap rokok elektrik, jika dibandingkan dengan rokok biasa atau konvensional itu jauh lebih rendah.

"Dari penelitian-penelitian di luar negeri, ternyata rokok elektronik itu kandungan HPHC-nya dibandingkan dengan rokok bakar, itu jauh lebih rendah. Bahkan, sampai 90 persen lebih rendahnya," ucap dr Sho'im, saat ditemui detikcom, pada Senin (2/12/2019).

Secara teknis memang asap rokok mengandung kandungan zat yang bernama Tar. Tar dihasilkan akibat proses pembakaran pada tembakau, dan mengandung senyawa karsinogenik yang dapat memicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya seperti jantung dan kanker. Tidak seperti vape, yang hanya dipanaskan sehingga tidak terkandung zat Tar didalam uapnya.

Hal ini juga dijelaskan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr Kadek Dian Lestari, bahwa risiko yang akan diterima oleh perokok pasif, saat menghirup uap vape akan lebih rendah, jika dibandingkan dengan asap rokok.

"Yang elektronik itu kan dipanaskan, jadi dia dikatakan tidak mengandung Tar. Jadi, risikonya lebih berkurang," kata dr Kadek

Namun, karena belum adanya penelitian di Indonesia terhadap bahayanya vape ini, dan hanya mengacu pada pelitian dari luar negeri. Maka, perlu dilakukannya penelitian yang berada di dalam negeri, agar keresahan dan kebingungan ini bisa terjawab.

"Jadi untuk pastif (bahaya) atau tidaknya, kita lihat penelitian mana yang kita baca dari sumber mana, saya pun belum bisa mempastikan itu lebih rendah atau tidak, untuk konvensional atau yang rokok elektronik. Jadi, tetap kita harus melakukan penelitian karena rokok elektronik yang banyak di sini pun belum tentu sama seperti yang di luar negeri. Jadi, kita lakukan saja penelitian karena di sana akan menjawab semua hal," ujar dr Kadek menambahkan.

Apakah berarti vape lebih aman? Tunggu dulu. Oleh ahli paru dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), anggapan vape lebih aman dinilai menyesatkan. Bagaimanapun, uapnya mengandung banyak kartikel yang sifatnya iritatif dan dalam jangka panjang bisa memicu masalah kesehatan.

"Sama seperti asap rokok konvensional, uap rokok elektrik juga mengandung partikel-partikel halus yang sifatnya iritatif dan bisa menyebabkan iritasi di saluran napas atas dan bawah. Ini meningkatkan risiko asma, infeksi saluran pernapasan akut seperti tuberculosis (TBC) dan pneumonia," pungkas dokter Agus.

Kamis, 12 Desember 2019

Ini Alasan BUMN Pada Punya Hotel Sendiri

Banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) punya lini usaha yang melenceng dari bisnis utamanya. Salah satunya bisnis perhotelan.

Ada sekitar 85 hotel milik perusahaan pelat merah. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun berniat membereskan masalah ini.

Pasalnya, saat ini negara punya BUMN yang menjalankan bisnis perhotelan di bawah label Inna melalui PT Hotel Indonesia Natour.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, sejatinya BUMN yang memiliki bisnis inti di bidang perhotelan hanyalah Hotel Indonesia Natour yang mengoperasikan beberapa hotel di bawah merek Inna Group Hotel.

"Tapi tahu enggak, ada 85 hotel dimiliki BUMN? Pertamina dan lain-lain. Lalu PT PANN Multifinance (Persero) punya hotel di Bandung besar. Apakah menguntungkan? 'Iya pak itu bantu kami bayar gaji-gaji'," kata Arya di Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Lebih lanjut Arya menegaskan, khusus untuk perusahaan-perusahaan BUMN yang memiliki bisnis tak sesuai dengan core-nya bakal digabungkan untuk membentuk perusahaan baru atau disatukan dengan BUMN yang sudah menjalankan bisnis tersebut.

"Kita lagi data semua. Nanti yang bisa dijadikan core business akan disatukan. Kalau bisa," imbuhnya.

Namun sebenarnya apakah alasan perusahaan-perusahaan pelat merah ini menjalankan bisnis perhotelan meski induknya menjalankan core business yang berbeda?

Misalnya PT Pos Indonesia (Persero) memiliki satu hotel di Bandung yang dijalankan oleh anak usahanya PT POS Properti Indonesia.

Masuknya perusahaan ke bisnis ini adalah masukan dari konsultan bisnis lantaran untuk mengoptimalisasikan properti yang dimilikinya. Sebelumnya, bangunan tersebut difungsikan sebagai mess karyawan dengan jumlah 16 kamar dan kantor pos cabang (KCP).

Namun sayangnya bangunan tersebut menjadi tak terawat serta kantor pos tersebut juga tak memberikan kontribusi yang besar kepada perusahaan.

"Saat lokasi tersebut mau dioptimalkan, saran konsultan properti berdasarkan high use best use analysis paling cocok dibangun hotel bisnis," terang Eddi Santosa, Direktur Keuangan Pos Indonesia kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/12/2019).

Selain untuk memaksimalkan penguasaan aset yang sudah ada, PT Pertamina (Persero) mengemukakan bahwa pengelolaan hotel ini juga dilakukan untuk melakukan efisiensi perusahaan. Sebab, beberapa kegiatan internal perusahaan tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Pertamina memiliki anak usaha di bidang ini yakni PT Patra Jasa.

"Tujuannya adalah untuk mengoptimalisasikan aset dan memenuhi kebutuhan market yang ada serta mengembangkan potensi ekonomi dan pariwisata sekitar.. juga untuk efisiensi karena hotel ini pun dipergunakan dalam kegiatan dan aktivitas Pertamina Group yang juga tersebar di beberapa wilayah Indonesia," kata Fajriyah Usman, Vice President Communication Pertamina.

BUMN lain, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI yang menyebutkan memiliki dua hotel di bawah dua anak usahanya, yang membuat perusahaan memberikan pelayanan yang lebih baik untuk pengguna kereta, terutama untuk wilayah Jakarta dan Bandung.

Kepala Humas Kereta Api Indonesia Edy Kuswoyo mengatakan saat ini perjalanan kereta untuk jalur Jakarta-Bandung terbilang ramai, meningkat menjadi 38 per jalan PP (pulang-pergi) per hari, naik dari 16 perjalanan PP per harinya.

"Keberadaan hotel-hotel tersebut untuk memaksimalkan pendapatan KAI dari pengusahaan aset, serta peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa kereta api khususnya di wilayah Jakarta dan Bandung, di mana hingga saat ini perjalanan kereta api dari Jakarta menuju Bandung mencapai 38 perjalanan [PP] per hari dari sebelumnya hanya 16 perjalanan [PP]," katanya.