Senin, 23 Desember 2019

Festival Kuliner dan Belanja Indonesia Siap Digelar Pekan Depan

Wonderful Indonesia Culinary & Shopping Festival (WICSF) kembali digelar. Siap-siap untuk shopping dan menikmati kuliner khas Indonesia selama sebulan penuh.

Digelar oleh Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) yang bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata, Festival belanja dan kuliner ini dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya dan telah memasuki tahun keempat. Dimulai dari tanggal 27 September, sekaligus merayakan Hari Pariwisata Dunia sampai tanggal 27 Oktober 2019, serentak di seluruh pusat perbelanjaan Indonesia.

"Kita mulai dari 4 tahun yang lalu, mulai dengan bersusah-susah kemudian akhirnya sekarang ini sudah mulai kelihatan bentuknya dan kita harapkan ini mulai dikenal oleh masyarakat dari negara-negara tetangga kita hadir. Sehingga mereka dapat hadir datang ke Indonesia, mendapat jumlah kunjungan turis," kata Ketua Umun DPP APPBI Stefanus Ridwan, Selasa (17/9/2019) di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta.

WICSF bertujuan untuk terus meningkatkan dan mengangkat jajanan tradisional Indonesia khususnya yg dikelola oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sehingga yang diharapkan, WICF 2019 dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

"Selain itu juga ini menjadi salah satu usaha kita untuk meningkatkan penjualan dari UMKM kita. Nanti, di semua mall yg melaksanakan wifc Ada lameran umkmnya, entah itu fashion atau baju-baju, kerajinan tangan, kuliner," tambah Stefanus.

Founder Indonesia Gastronomy Network yang juga Ketua Percepatan Wisata Kuliner dan Belanja Kementerian Pariwisata, Vita Datau berharap WICSF dapat memotivasi mall-mall yang ada di Indonesia untuk memiliki destinasi belanja. Sehingga tidak hanya wisatawan lokal yang datang tapi juga mancanegara.

"Tim percepatan wisata kuliner dan belanja itu mendorong adanya destinasi-destinasi baru. Semoga WICSF ini bisa menjadi motivasi bagi pemilik-pemilik mall untuk menciptakan destinasi belanja, yang paling cepet udahlah kalau memang mallnya agak sepi udah di convert aja menjadi factory outlet karena tetangga kita yg paling deket yg tukang belanja juga tuh Brunei, Malay itu lah marketmya. Jadi, dari pada mati segan hidup pun tak mau mungkin coba kita berfikir ke ke depannya factory outlet itu sesuatu yg menarik. bukan saja buat orang luar tapi orang lokal," kata Vita.

Menteri Pariwisata, Arief Yahya juga mendukung adanya kegiatan ini. Orang Indonesia sangat menyukai pariwisata khususnya kuliner dan belanja.

"Kalau orang pariwisata sangat penting dapat kita dukung. Acara ini masuk top 100 calendar of event nasional dan kita akan selalu mendukungnya karena 30-40% orang spending di pariwisata itu di kuliner dan belanja," katanya.

Acara pembukaan WICSF 2019 akan diselenggarakan pada hari Jumat, 27 September 2019 di Main Atrium, Pluit Village, Jakarta. Dihadiri oleh Menteri Pariwisata Indonesia Arief Yahya, Komunitas Food Bloger serta artis ibukota.

Selain itu akan hadir pula Indonesia Heritage Culturan Exhintion yang menampilkan berbagai art, ethnic, fashion dan kerajinan kebudayaan Indonesia. Ada juga area kuliner khas Nusantara Indonesia, serta acara menarik lainnya.

Asal Usul Goyang Karawang, Antara Stigma Erotis & Sejarah

 Karawang punya Goyang Karawang yang lekat dengan stigma tari erotis dan menggoda pria. Padahal, Goyang Karawang merupakan produk budaya yang cukup bersejarah.

Istilah 'Goyang Karawang' cukup melekat terutama pada perempuan Karawang. Ada stigma jika 'Goyang Karawang' adalah tarian erotis dan para penarinya adalah perempuan nakal yang kerap membuat lelaki tergoda. Saking terkenalnya istilah itu, sampai muncul cap jika orang Karawang pandai bergoyang.

"Saya kerap mendengarnya saat berada di perantauan. Rata-rata orang Karawang dianggap pandai menggoyangkan pinggul dan bokongnya. Tapi stigma itu hanya muncul di luar Karawang. Padahal orang Karawangnya sendiri tak tahu apa sebetulnya itu goyang Karawang," kata Herman El Fauzan, budayawan asal Karawang saat seminar Kajian Sejarah Goyang Karawang di Kantor Disbudpar Karawang, Minggu (15/9/2019).

Untuk menjawab rasa penasaran masyarakat, sejumlah pegiat sejarah tergabung dalam Karawang Heritage menelisik asal muasal istilah 'Goyang Karawang'. Mereka mencari keberadaan penari-penari yang konon tampil berani pada zaman dulu.

"Secara umum, Goyang Karawang adalah gaya menari rancak penari Karawang zaman dulu. Menurut para seniman, tarian Goyang Karawang diidentikkan dengan gerak pinggul penari perempuan yang cenderung erotis," ujar Asep Ruhyani, seorang pegiat sejarah Karawang kepada detikcom, Selasa (17/9/2019).

Dalam melacak istilah 'Goyang Karawang', Asep melakukan serangkaian wawancara dengan sejumlah seniman tua. Sampai suatu saat, ia disarankan menemui Itoh Masyitoh, mantan penari ronggeng yang pernah beken pada tahun 1970an.

"Kalau ingin tahu Goyang Karawang datangi saja Ibu Itoh Masyitoh," ujar Asep, menirukan ucapan seorang seniman tua tersebut.

Asep kemudian menemui Itoh dan mewawancarainya pada tahun 2011. Saat diwawancara, kata Asep, Itoh bercerita soal penampilannya yang selalu membuat penonton heboh pada periode 1970-an. Itoh pun bercerita tentang dampak menari pinggul sejak puluhan tahun lalu.

"Entah sudah berapa ribu kali Itoh mengulang gerakan tari pinggulnya. Saking seringnya menari, pinggul Itoh kerap sakit setiap bangun tidur," kata Asep berdasarkan penuturan Itoh.

Mulai menari sejak umur 16 tahun, Itoh dikenal sangat berbakat. Berdasarkan pengakuan Itoh, kata Asep, Itoh kerap menari sebagai ronggeng inti dalam sebuah kelompok kesenian Topeng Banjet.

"Dalam seni topeng, biasanya dibuka oleh tarian seorang Ronggeng inti. Selanjutnya penonton disuguhi lawak dan lakon tertentu," kata Asep.

Penampilan Itoh yang menghibur, membuat ia dipercayai Dinas Penerangan Karawang mengikuti sebuah lomba tari tradisional yang diadakan Pemprov Jawa Barat di Kota Bandung sekira tahun 1980-an.

"Itoh mewakili Karawang dan menampilkan tarian Ronggeng di atas panggung. Menurut pengakuan Itoh, saat itu penonton heboh. Itoh pun mendapat juara satu dalam lomba itu," tutur Asep yang menuliskan kisah Itoh dalam sebuah majalah seni budaya.

"Saat Itoh menggerakkan pinggulnya, penonton heboh dan berseloroh Goyang Karawang- Goyang Karawang," kata Asep mengenang ucapan Itoh.

Kemenangan Itoh dalam lomba dan tariannya yang menghebohkan membuat Itoh diuber-uber wartawan. "Setelah lomba, Itoh mengaku banyak diminta wawancara oleh stasiun radio. Dari situlah istilah 'Goyang Karawang' mulai populer," tutur Asep.

Lantas dari mana stigma negatif Goyang Karawang muncul? Menurut Asep, itu tak lepas dari lekatnya Goyang Karawang dengan tarian Ronggeng pada zaman dulu.

"Dulu itu, penari ronggeng identik bisa diajak tidur. Padahal tidak semua. Pada masa Itoh menari, praktik-praktik semacam itu sudah mulai ditinggalkan. Itoh termasuk penari yang lurus," kata Asep.

Saat ini, kata Asep, Goyang Karawang tinggal sebuah istilah. Menurut Asep, seiring waktu, sudah jarang penari yang menampilkan pakem tarian zaman ronggeng.

"Saat ini, sudah tak ada penari yang menggerakkan pinggul seperti dulu. Goyang Karawang malah diidentikkan dengan Jaipong karena seni tari itu yang masih eksis, terlebih Jaipong terkenal dengan goyang, gitek dan geol," tuturnya.