Rabu, 01 Januari 2020

Jepang, Si Negara yang Kurang Tidur

 Kalau traveling ke Jepang, kadang melihat orang-orang setempat, para pekerja yang tertidur di kursi atau di kereta. Tidur menjadi suatu 'barang mewah' di sana.

Fenomena kurang tidur tampaknya sudah identik bagi masyarakat Jepang. Di balik kecanggihan teknologi dan predikat negara maju, hal itu menjadi sisi kelam bagi Negeri Sakura.

Pemandangan orang-orang tertidur di tempat umum di Jepang merupakan hal yang biasa. Ada yang di kedai makanan, di bangku pinggir jalan, di taman sampai di transportasi umum seperti di kereta dan bus.

Orang-orang tersebut adalah para pekerja kantoran. Mereka sudah sejak lama mengeluhkan satu hal: kurang tidur.

Kita tahu memang, para pekerja di Jepang terkenal dengan kerja keras. Dikasih libur protes, serta mampu bekerja berjam-jam dan malah ada yang sampai bermalam di kantor.

Orang Jepang begitu bangga dengan prestasi dan gengsi. Mereka tak mau kalah, pantang menyerah dan selalu ingin jadi nomor satu. Namun itu semua, memunculkan satu masalah. Ya itu, kurang tidur.

Dilansir dari BBC, Senin (12/8/2019) terdapat istilah 'karoshi' yang artinya terlalu banyak bekerja karena kurang tidur. Tak ayal, kurang tidur sudah menjadi masalah nasional di Jepang!

Suatu organisasi dunia, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkapkan, Jepang memiliki rata-rata jam tidur terpendek di dunia yaitu 442 menit per hari atau kira-kira sekitar 7,3 jam semalam selama setahun.

Negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Prancis, AS dan Cina angkanya lebih tinggi. 500 Menit per hari atau 8,3 jam semalam selama setahun.

Kurang tidur bahkan sudah menelan korban jiwa di Jepang. Tahun 2013 misalnya, seorang reporter TV yang berusia 31 tahun meninggal dunia akibat gagal jantung. Dia ditemukan sudah dalam keadaan tewas di kamarnya, dengan posisi masih memegang ponsel. Dia meninggal karena hanya mendapat dua hari libur sebulan.

Di tahun 2017, seorang pekerja di biro iklan berusia 24 tahun meninggal dengan cara melompat keluar jendela. Setelah sebelumnya, dia memposting kata-kata di media sosialnya berupa, 'Saya akan mati, saya sangat lelah'.

Pemerintah Jepang sejak bulan April 2019 kemarin sudah memberlakukan aturan baru dalam undang-undang ketenagakerjaannya. Pemerintah Jepang membatasi kerja lembur menjadi 45 jam sebulan dan 360 jam setahun.

Masyarakat Jepang sendiri sebenarnya sudah sadar akan hal tersebut. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang mengatasi masalah kurang tidur dengan 'hirune' yang artinya tidur siang.

Tidur Siang Menjadi Solusi

Tidur siang menjadi solusi alternatif untuk mengatasi fenomena kurang tidur. Beberapa perusahaan sudah memberlakukan jam tidur siang untuk karyawannya.

GMO Internet Group, suatu perusahaan di Tokyo yang bergerak di bidang teknologi, mengubah ruang meeting mereka jika tidak digunakan sebagai tempat tidur siang. Waktu tidur siang adalah selama 1 jam dari pukul 12.30 siang.

Ruang meeting tersebut ditambahkan aroma lavender dan musik yang menenangkan. Cahaya lampu juga diredupkan, supaya mendapatkan tidur siang yang berkualitas.

"Dengan cara ini, para karyawan dapat secara efektif untuk beristirahat dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik," kata Sae Takahashi, juru bicara dari GMO Internet Group.

Takanori Kobayashi, salah seorang pengusaha muda di Jepang yang keluar dari pekerjaannya karena hancur jam tidurnya, mendirikan NeuroSpace. Suatu start-up dengan misi mengimplementasikan 'program tidur' untuk suatu perusahaan.

"Ketika saya lulus kuliah dan memulai karir saya sebagai pegawai, saya memasuki siklus yang mengerikan," kata Takanori.

Betapa Cantiknya Senja di Pulau Gili Noko

Bagi traveler yang suka ke pantai, momen senja adalah saat yang tepat untuk diabadikan. Senja di pantai Gili Noko ternyata cantik banget!

Ada berbagai warna semburat seperti jingga, coklat, hitam, hingga ungu saat senja. Semua menyatu di langit sore yang menjelang malam.

Sebenarnya, ada banyak sekali tempat yang menyediakan keindahan siluet senja di Indonesia, salah satunya adalah Pulau Gili Noko, sebuah pulau kecil yang terletak sekitar 5 kilometer dari Pulau Bawean.

Pulau Gili Noko jika dilihat merupakan dua pulau yang berbeda. Pulau Gili adalah pulau yang dihuni manusia, sedangkan Pulau Noko adalah pulau yang belum dihuni. keduanya saling berdekatan, karenanya disebut sebagai Pulau Gili Noko.

Pulau itu memiliki keunikan, yakni ketika air laut surut, dataran di tengahnya akan mulai terlihat. keduanya terlihat menyatu dan seolah membuat jembatan yang menghubungkan keduanya.

Kalau traveler ingin mendapat suasana yang pas ketika menikmati senja, traveler bisa datang pukul 5 sore, karena itu adalah waktu yang tepat untuk menikmati sunset di Pulau Gili Noko. Kumpulan awan dengan background Pulau Bawean akan nampak jelas dengan jatuhnya matahari yang perlahan tenggelam.

Kita bisa mengabadikan momen dengan kamera atau sekedar bersantai dengan mata telanjang. Dijamin, mata kita akan mendapat sajian panorama yang sangat indah, karena kita bebas melihat pemandangan senja laut yang luas, tanpa ada halangan karena letaknya di tengah Laut Jawa.

Nah, untuk traveler yang tertarik untuk ke sana, aksesnya cukup murah dan mudah, bisa dijangkau dengan transportasi laut dan udara. Kalau dari udara, kita bisa naik pesawat perintis dari Bandara Djuanda menuju Bandara Bawean. Harga tiketnya sekitar 200 hingga 300 ribuan.

Kalau naik kapal, lebih murah lagi traveler. Dari Pelabuhan Gresik, kita bisa naik kapal Feri menuju Pelabuhan di Sangkapura dengan tiket antara 70 hingga 150 ribu.

Setelah sampai, kita selanjutnya dapat naik angkutan umum dengan membayar sekitar 5 ribu rupiah. Kemudian, kita menyebrang dengan perahu nelayan dari Sidogentung Batu menuju Pulau Gili Noko dengan biaya sama, yakni 5 ribu rupiah.

Dengan budget yang sangat miring itu, kita dapat menikmati keindahan siluet senja Pulau Gili Noko secara puas. Bisa dengan duduk, berdiri, atau tidur di Dermaga Pulau Gili Noko.

Jadi apakah traveler's tertarik untuk mengunjunginya?

Jepang, Si Negara yang Kurang Tidur

 Kalau traveling ke Jepang, kadang melihat orang-orang setempat, para pekerja yang tertidur di kursi atau di kereta. Tidur menjadi suatu 'barang mewah' di sana.

Fenomena kurang tidur tampaknya sudah identik bagi masyarakat Jepang. Di balik kecanggihan teknologi dan predikat negara maju, hal itu menjadi sisi kelam bagi Negeri Sakura.

Pemandangan orang-orang tertidur di tempat umum di Jepang merupakan hal yang biasa. Ada yang di kedai makanan, di bangku pinggir jalan, di taman sampai di transportasi umum seperti di kereta dan bus.

Orang-orang tersebut adalah para pekerja kantoran. Mereka sudah sejak lama mengeluhkan satu hal: kurang tidur.

Kita tahu memang, para pekerja di Jepang terkenal dengan kerja keras. Dikasih libur protes, serta mampu bekerja berjam-jam dan malah ada yang sampai bermalam di kantor.

Orang Jepang begitu bangga dengan prestasi dan gengsi. Mereka tak mau kalah, pantang menyerah dan selalu ingin jadi nomor satu. Namun itu semua, memunculkan satu masalah. Ya itu, kurang tidur.

Dilansir dari BBC, Senin (12/8/2019) terdapat istilah 'karoshi' yang artinya terlalu banyak bekerja karena kurang tidur. Tak ayal, kurang tidur sudah menjadi masalah nasional di Jepang!

Suatu organisasi dunia, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkapkan, Jepang memiliki rata-rata jam tidur terpendek di dunia yaitu 442 menit per hari atau kira-kira sekitar 7,3 jam semalam selama setahun.

Negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Prancis, AS dan Cina angkanya lebih tinggi. 500 Menit per hari atau 8,3 jam semalam selama setahun.