Senin, 13 Januari 2020

Ini Sudut Seni yang Mesti Kamu Kunjungi di Museum Macan

Museum Macan punya berbagai koleksi menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Elevation yang jadi karya kebanggaan anak bangsa.

Pada saat menghadiri piknik halal bihalal besama detikTravel, saya diajak berserta rombongan diajak menjelajah museum macan beberapa waktu lalu. Saya cukup tertarik terhadap suatu karya seni berbentuk unik dengan anyaman rotan yang motifnya menyerupai kain tradisional.

Dalam pameran bertajuk Matter and Place yang saat ini sedang berlangsung di museum MACAN, menghadirkan salah satu karya terbaik anak negeri, yaitu Elevation, sebuah karya dari seorang arsitek bernama Andra Martin.

Selain bentuknya unik, terdapat antrian beberapa pengunjung museum untuk masuk ke dalam instalasi seni ini. Bahkan jumlah pengunjung yang masuk hanya dibatasi maksimum 5 orang saja, demi kenyamanan saat berada di dalam.

Walaupun tidak terlalu besar, namun sesaat setelah masuk, kesan pertama yang saya rasakan seakan saya sedang berada di dalam sebuah labirin, karena kita akan melalui jalur yang berliku, naik dan turun saat masuk dalam instalasi seni ini.

Di samping itu, terdapat miniatur rumah adat dari beberapa daerah di Indonesia dalam ukuran yang sangat kecil. Rupanya perbedaan ketinggian rumah adat yang ada di Indonesia ini lah yang menjadi inspirasi dari Andra Martin.

Bahkan instalasi seni ini pada tahun 2018 yang lalu berhasil memperoleh penghargaan special mention dari juri di Venice Architecture Biennale.

Instalasi ini menampilkan ragam bentuk arsitektur vernakular Indonesia dan meletakkannya di ruang bertingkat. Menurut Wikipedia, Vernakular berarti arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat asalnya.

Jika traveler tertarik datang saja ke museum MACAN yang berada di gedung AKR, jalan Perjuangan No 5, Kebun Jeruk Jakarta Barat. Jangan sampai terlewat ya traveler, sebab instalasi seni yang baru pertama kali dipamerkan di Indonesia ini sudah berlangsung sejak bulan April dan akan berakhir pada Bulan Juli.

Yang Baru di Kulonprogo, Wisata Pule Payung

Kulonprogo terus mengembangkan pariwisatanya. Ada yang baru, inilah Pule Payung, tempat bersantai di akhir pekan buat kamu.

Yogyakarta memang tidak habisnya menawarkan alamnya yang bagai surga. Setelah populer dengan Kalibiru, kali ini daerah Kulonprogo mempersembahkan Pule Payung.

Nama tempat ini diambil dari nama pohon Pule dengan bentuk menyerupai payung. Pengelola pun menamakan tempat ini Pule Payung. Namun pohon besar tersebut kini sudah tumbang. Pengelola Pule Payung sendiri nerupakan warga sekitar yang tergabung dalam kelompok tani setempat.

Pule Payung berada di Hargotirto, Kokap Kabupaten Kulonprogo. Letaknya sendiri tidak jauh dari tempat wisata Kalibiru. Sehingga tempat ini bisa menjadi rekomendasi alternatif bila Kalibiru sudah terlalu ramai.

Untuk mencapai tempat ini diperlukan kondisi kendaraan yang prima dan kemampuan menyetir yang baik. Karena kondisi jalannya berkelok dan lumayan terjal.

Pule Payung sendiri memiliki view waduk Sermo dan hamparan perbukitan Menoreh. Menjadikan tempat ini cocok untuk berburu foto instagenic. Pule Payung menyediakan beberapa spot foto menarik.

Mulai dari spot Lolipop dengan keunikan bentuknya yang mirip permen lolipop. Disini pengunjung bisa berfoto bersama ataupun sendiri.

Bila ingin berfoto seperti spot Bundar di Kalibiru, tempat ini memiliki spot Wolu. Adapula Spot Sepeda Langit dimana pengunjung akan menaiki sepeda kemudian sepeda tersebut akan dijalankan diatas seutas tali. Spot terluas di tempat ini dan membuat betah berlama-lama adalah spot Angkasa. Di sini pengunjung disediakan properti kursi dan meja.

Pengunjung bisa berfoto seolah sedang minum teh di ketinggian. Kita juga bisa sekedar menikmati keindahan alam Yogyakarta dari ketinggian lalu mengabadikannya dengan kamera. Spot lain yang disediakan antara lain Kursi Langit, Jembatan Surga dan Flying Fox.

Untuk berfoto disetiap spot pengunjung dikenakan tarif beragam antara Rp 10.000- Rp 35.000. Harga tersebut sudah termasuk jasa foto dengan pengambilan sudut terbaik.

Namun pengunjung diperkenankan membawa kamera sendiri. Semua hasil foto bisa dipilih di tempat khusus sebelum pintu keluar.

Setelah puas berfoto, pengunjung dapat bersantai sejenak di gazebo sambil menikmati pemandangan. Tidak perlu khawatir lapar ataupun haus disini sudah ada warung yang menjual aneka penganan.

Selain itu fasilitas lain yang dimiliki tempat ini antara lain toilet, musala dan toko souvenir.

Potensi Pariwisata Magelang Belum Diimbangi SDM

Peran masyarakat sangat penting bagi pengembangan destinasi wisata. Kabupaten Magelang menghadapi kurangnya pengelola wisata atau SDM mumpuni.

Seperti diketahui, Magelang punya destinasi yang terbilang banyak. Dikatakan, Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga, Iwan Sutiarso, beberapa waktu lalu bahwa hal itu tak diimbangi sumber daya manusianya.

Apa saja kendala memasarkan pariwisata Magelang?

"Mungkin kembali ke SDM walaupun promosi ya. Walaupun sudah modern ini, kendala di lama tinggal cukup itu di paket wisata. Mungkin ini belum dilakukan. Padahal orang datang ke sini pengennya praktis," kata Iwan.

"One day tour seperti apa. Kita baru lakukan tahun ini seperti apa. Kita belum sebooming Banyuwangi tapi kita ada Festival Lima Gunung, Borobudur Marathon, Kali Elo. Kita butuh sentuhan kreativitas yang lebih bagus lalu dia booming," imbuh dia.

Dikatakan Iwan, bahwa Magelang punya daya tarik wisata alam, budaya dan itu saling mendukung. Ada sekitar 210 destinasi dan yang pertama dimulai dari Candi Borobudur, Pawon, Mendut, Sungai Elo, Ketep Pass, dan disusul kuliner beong hingga kupat tahu.

"Kemudian ada daya tarik budaya, yakni tari dan orang asing minat di situ. Terus yang instagramable yang diciptakan Genpi. Pasarnya mereka nggak dapat lalu menciptakannya sendiri," kata Iwan.

Menyoal SDM, Iwan mengaku pelaku wisata di wilayahnya masih kurang kompeten. Potensi pariwisata di Magelang pun sudah ada lama.

"Kita berkembang cukup pesat. Contoh homestay dulu 200-an sekarang 600-an. SDM di situ belum berkembang. Cara melayani tamu, menata tempat tidur dan menyajikan makan dan yang lain," urai Iwan.

"Kita berkembang di wisata alam dan butuh pemandu alam yang bersertifikat lalu memadai hingga bisa melayani dengan baik," kata dia menambahkan.

Kini, Magelang punya desa wisata yang maju dan sudah berkembang yang jadi percontohan, yakni berada di sekitar Borobudur. Ada 3 desa berakhiran rejo, yakni Candirejo, Wanurejo, Karangrejo.

"Karangrejo dengan Punthuk Setumbu, ribuan orang datang setiap minggu melihat sunrise. Lalu Wanurejo melihat sunset. Karena posisinya berlawanan," jelas Iwan.

"Candirejo yang diunggulkan dengan aktivitas. Wisatawan bisa ikut melihat atau mencoba ketika ada orang ngambil nira jadi gula kelapa, nyabut singkong, ambil pepaya. Pangsanya asing," tambah dia.

Lewat DAK (dana alokasi khusus), Magelang berbenah. Dari segi fisik, dibangunlah TIC (tourist information center) dan pengembangan rest area. Untuk non fisiknya dilakukan pelatihan untuk para pemandu, manajemen dan pelayanan amenitas.

"Bantuan untuk kami dipergunakan pelatihan pemandu wisata alam dan sarana fisik. Jumlah DAK sekitar 900-an juta," kata Iwan.

Ini Sudut Seni yang Mesti Kamu Kunjungi di Museum Macan

Museum Macan punya berbagai koleksi menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Elevation yang jadi karya kebanggaan anak bangsa.

Pada saat menghadiri piknik halal bihalal besama detikTravel, saya diajak berserta rombongan diajak menjelajah museum macan beberapa waktu lalu. Saya cukup tertarik terhadap suatu karya seni berbentuk unik dengan anyaman rotan yang motifnya menyerupai kain tradisional.

Dalam pameran bertajuk Matter and Place yang saat ini sedang berlangsung di museum MACAN, menghadirkan salah satu karya terbaik anak negeri, yaitu Elevation, sebuah karya dari seorang arsitek bernama Andra Martin.

Selain bentuknya unik, terdapat antrian beberapa pengunjung museum untuk masuk ke dalam instalasi seni ini. Bahkan jumlah pengunjung yang masuk hanya dibatasi maksimum 5 orang saja, demi kenyamanan saat berada di dalam.

Walaupun tidak terlalu besar, namun sesaat setelah masuk, kesan pertama yang saya rasakan seakan saya sedang berada di dalam sebuah labirin, karena kita akan melalui jalur yang berliku, naik dan turun saat masuk dalam instalasi seni ini.

Di samping itu, terdapat miniatur rumah adat dari beberapa daerah di Indonesia dalam ukuran yang sangat kecil. Rupanya perbedaan ketinggian rumah adat yang ada di Indonesia ini lah yang menjadi inspirasi dari Andra Martin.

Bahkan instalasi seni ini pada tahun 2018 yang lalu berhasil memperoleh penghargaan special mention dari juri di Venice Architecture Biennale.

Instalasi ini menampilkan ragam bentuk arsitektur vernakular Indonesia dan meletakkannya di ruang bertingkat. Menurut Wikipedia, Vernakular berarti arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat asalnya.

Jika traveler tertarik datang saja ke museum MACAN yang berada di gedung AKR, jalan Perjuangan No 5, Kebun Jeruk Jakarta Barat. Jangan sampai terlewat ya traveler, sebab instalasi seni yang baru pertama kali dipamerkan di Indonesia ini sudah berlangsung sejak bulan April dan akan berakhir pada Bulan Juli.