Rabu, 11 Maret 2020

Ini Sebabnya Tiket Pesawat ke Luar Negeri Bisa Lebih Murah

Belakangan heboh harga tiket pesawat rute internasional dari Indonesia lebih murah dibandingkan domestik. Mengapa demikian?

Menurut anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, rupanya sejumlah negara tetangga memberikan insentif kepada pihak-pihak yang mampu membawa turis ke negara mereka. Salah satu sasarannya adalah maskapai.

"Insentif ini masing-masing negara punya aturan sendiri-sendiri. Di Singapura itu memberikan USD 100 ribu, 50 persen in cash, 50 persen in kind. Untuk per rute per airline, jadi makin banyak airline kita yang terbang ke Singapura rute baru, makin banyak juga insentifnya," ujar Alvin Lie di Penang Bistro, Jakarta Pusat (15/1/2019).

Pembagian tersebut diberlakukan negara Singapura yang jadi salah satu destinasi wisata favorit turis Indonesia.

"Jadi in kind itu misalnya promosi, iklan dan sebagainya yang bayar mereka. Kalau uang kan bisa dipakai apa saja," tambahnya.

Alvin menyebutkan keuntungan in kind juga bisa dalam bentuk pengangkutan penumpang. Pesawat Indonesia bisa menarik turis dari negara lain untuk pergi ke sejumlah destinasi yang dimiliki maskapai.

"Ada juga misalnya maskapai Indonesia terbang ke Singapura, terbang lagi ke Bangkok. Itu boleh mengambil penumpang dari Singapura. Itu juga insentif, dan tidak semua negara mengizinkan. Jadi misalnya Garuda transit di Abu Dhabi, lanjut ke Amsterdam nggak boleh karena merupakan hak dari negara tersebut," tambah Alvin.

Setiap negara pun punya keputusan yang berbeda. Ini demi menarik kunjungan, serta menambah keuntungan dari pihak maskapai.

"Ini merupakan keputusan politik dari negara tersebut untuk mendatangkan wisatawan, investor dan sebagainya," papar Alvin.

Citilink: Bukan Menaikkan Harga, Diskonnya Kita Kurangi

 Maskapai Citilink angkat bicara soal harga tiket pesawat mahal dan bagasi berbayar yang dikeluhkan traveler. Mereka pun menegaskan semua masih sesuai regulasi.

Menurut Direktur Utama Citilink, Juliandra Nurtjahjo, harga tiket pesawat Citilink masih di bawah Tarif Batas Atas. Kenaikan ini, menurutnya, adalah penarikan diskon dari harga sebelumnya.

"Kalau bicara harga, bukan menaikkan harga, tapi diskonnya yang kita kurangi. Harga tidak melanggar regulasi. Tarif Batas Atas juga tidak naik dan belum disesuaikan," ujarnya sata ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).

Menurut Juliandra, pendapatan maskapai juga tidak sepenuhnya dari tarif penerbangan. Menurutnya, untuk menambah keuntungan dan menutupi operasional, beberapa jasa iklan ditawarkan oleh Citilink.

"iklan space-nya dijual di kabin, kalau naik ada iklan dalam pesawat di kabin, tambahan revenue kita. Di luar pesawat ada exterior yang dicat advertising, menambah revenue kita. Lalu inovasi jual makanan. Harga kita naikkan tapi service experience-nya ditambahkan," tambahnya.

Soal bagasi, ia pun mengatakan bahwa Citilink akan mendiskusikan hal ini lebih lanjut. Ia akan mengajukan izin ke regulator untuk menunjukkan kesiapan.

"Kita akan berlakukan seperti lion air (bagasi berbayar). Tapi izin kita diskusikan dulu, mengubah SOP layanan kita, dari free 20 kg jadi 0. Kita ajukan dulu ke regulator. Kita menunjukkan kesiapan kita. Check in counter tidak boleh terganggu dan ada line khusus pembawa bagasi karena penumpang harus bayar. Harus jadi tunjukan kepada regulator, campaignnnya 2 minggu harus disiapkan. Edukasinya harus berjalan kepada penumpang," ujar Juliandra.

Sebelumnya, heboh tiket penerbangan domestik lebih mahal dari rute internasional. Disusul dengan maskapai Lion Air yang menghapus tarif bagasi, diikuti dengan rencana Citilink yang akan melakukan hal serupa.

Citilink: Bukan Menaikkan Harga, Diskonnya Kita Kurangi

 Maskapai Citilink angkat bicara soal harga tiket pesawat mahal dan bagasi berbayar yang dikeluhkan traveler. Mereka pun menegaskan semua masih sesuai regulasi.

Menurut Direktur Utama Citilink, Juliandra Nurtjahjo, harga tiket pesawat Citilink masih di bawah Tarif Batas Atas. Kenaikan ini, menurutnya, adalah penarikan diskon dari harga sebelumnya.

"Kalau bicara harga, bukan menaikkan harga, tapi diskonnya yang kita kurangi. Harga tidak melanggar regulasi. Tarif Batas Atas juga tidak naik dan belum disesuaikan," ujarnya sata ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).

Menurut Juliandra, pendapatan maskapai juga tidak sepenuhnya dari tarif penerbangan. Menurutnya, untuk menambah keuntungan dan menutupi operasional, beberapa jasa iklan ditawarkan oleh Citilink.

"iklan space-nya dijual di kabin, kalau naik ada iklan dalam pesawat di kabin, tambahan revenue kita. Di luar pesawat ada exterior yang dicat advertising, menambah revenue kita. Lalu inovasi jual makanan. Harga kita naikkan tapi service experience-nya ditambahkan," tambahnya.

Soal bagasi, ia pun mengatakan bahwa Citilink akan mendiskusikan hal ini lebih lanjut. Ia akan mengajukan izin ke regulator untuk menunjukkan kesiapan.

"Kita akan berlakukan seperti lion air (bagasi berbayar). Tapi izin kita diskusikan dulu, mengubah SOP layanan kita, dari free 20 kg jadi 0. Kita ajukan dulu ke regulator. Kita menunjukkan kesiapan kita. Check in counter tidak boleh terganggu dan ada line khusus pembawa bagasi karena penumpang harus bayar. Harus jadi tunjukan kepada regulator, campaignnnya 2 minggu harus disiapkan. Edukasinya harus berjalan kepada penumpang," ujar Juliandra.

Sebelumnya, heboh tiket penerbangan domestik lebih mahal dari rute internasional. Disusul dengan maskapai Lion Air yang menghapus tarif bagasi, diikuti dengan rencana Citilink yang akan melakukan hal serupa.

Harga Tiket Pesawat Mahal Tak Langgar Aturan, Tapi...

Tiket pesawat belakangan jadi polemik karena harganya terlalu tinggi. Namun, hal ini ternyata belum melampaui tarif batas atas. Meski begitu, masyarakat shock.

Kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI. Ia mengatakan, tarif batas atas dan tarif batas rendah masih sesuai aturan.

"Dengan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Rendah masih aman dan teratur. Ini agar maskapai tidak semena-mena pada konsumen Tarif Batas Atas, dan batas bawah tidak saling banting harga dan mematikan," ujar Tulus saat ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).

Menurut Tulus, kenaikan harga pesawat beberapa waktu lalu sempat membuat masyarakat terkejut. Menurutnya, masyarakat terbiasa mendapatkan harga miring, namun tiba-tiba harga melonjak tinggi.

"Dengan kasus kenaikan kemarin memang segala plus minus masyarakat shock. Di sisi lain maskapai gagal melihat psikologi konsumen, bukan melanggar atau tidak, tapi ada hal-hal perlu diperhatikan. Mengapa konsumen shock kemarin sampai hari ini, karena terbiasa dengan tanda kutip murah dan terjangkau dan diberikan diskon, ketika dicabut, ibarat koreng dicabut kan sakit," ujar Tulus.

Ia pun membandingkan beberapa rute domestik yang mengalami kenaikan. Ini membuat konsumen makin kaget dengan tarif yang dipasarkan.

"Kayak BBM subsidi dicabut kan nggak enak. Ketika dicabut ya shock dan collapse. Dan ini yang tidak dipahami. Shock juga terjadi terlalu tinggi, secara kasat mata, kenaikan 80 sampai ratusan persen, bahasa Jawanya bengok-bengok. Dari Bengkulu Rp 500 ribu jadi Rp 900 ribu, tentu mengalami shock," tambah Tulus.