Selasa, 31 Maret 2020

Perhotelan Diprediksi Hanya Sanggup Bertahan Sampai April

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dibuat pusing dengan adanya pandemi Corona. Pasalnya, virus ini telah membuat industri tersebut tak lagi memiliki pendapatan yang cukup.
Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan umur bisnis hotel dan restoran kemungkinan hanya sampai bulan depan. Setelah itu, perusahaan diklaim tak mampu lagi menampung karyawan.

"Situasi ini makin lama makin tidak kondusif. Bulan April adalah bulan yang umumnya terakhir kekuatan dari pengusaha bisa men-support karyawannya. Setelah itu mungkin kekuatan nggak ada," kata Maulana kepada detikcom, Selasa (31/3/2020).

Menurutnya, kalau kondisi masih seperti ini dalam batas maksimal bulan Mei, apalagi tanpa ada bantuan dari pemerintah, bisa saja semua hotel dan restoran akan tutup. Pasalnya jika buka pun hanya membayar biaya operasional tanpa ada pemasukan yang cukup.

"Hotel dan restoran umumnya (saat ini) masih punya keuntungan year on year. Untuk tahun 2020 yaitu di bulan Januari dan Februari. Nah keuntungan itu lah yang mereka buat untuk bertahan hidup di Maret dan April, mungkin terakhir sampai Mei lah. Selebihnya dari itu tentu mereka nggak bisa lagi bertahan. Akhirnya mereka harus tutup karena jika mereka tetap hidup tentu ada operational cost yang harus mereka selesaikan di situ," terangnya.

Untuk itu, Maulana berharap pemerintah segera memberikan relaksasi kepada pengusaha. Seperti penghapusan rumus pemakaian minimum listrik. Sehingga hotel dan restoran hanya membayar listrik sesuai pemakaian.

"PLN beban minimumnya tuh dihapusin dong tolong, karena kita kan nggak akan memenuhi kuota itu. Nggak akan sanggup perusahaan mengurus itu karena pendapatannya nggak ada," sebutnya.

Selain itu, pihaknya juga meminta keringanan agar perusahaan tidak perlu membayar iuran BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan untuk sementara waktu.

"Itu yang kita minta kepada pemerintah, tolong dikeluarkan satu kebijakan BPJS itu dikasih relaksasi, kita dibebaskan dari iuran dulu. Kemudian laporan perusahaannya itu juga diabaikan dulu," ucapnya.

Jembatan Wisata Blue Lagoon Sleman Ambrol, Kerugian Sampai Rp 350 Juta

 Jembatan di tempat wisata air Blue Lagoon, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta ambrol pada Senin (30/3). Peristiwa ini tak hanya menyebabkan jembatan rusak, dam yang berada di bawah jembatan juga ikut ambrol.
Jembatan Blue Lagoon ini populer di kalangan wisatawan untuk selfie dan meloncat ke air. Ketua Pengelola Blue Lagoon, Suhadi, menuturkan kejadian ambrolnya dam dan jembatan itu terjadi pada malam hari. Suhadi mengatakan, warga sempat mendengar suara seperti batu ditumpahkan dari truk.

"Kejadiannya Senin malam, saat itu kami zikir bersama, tiba-tiba terdengar gemuruh seperti batu ditumpahkan dari truk. Durasinya sekitar 15 menit," kata Suhadi, Selasa (31/3/2020).

Suhadi menceritakan, setelah zikir, warga langsung mencari lokasi sumber suara. Akhirnya diketahui bahwa dam dan jembatan di Blue Lagoon yang berada di aliran Kali Tepus ambrol.

"Kami lihat ternyata dam di bagian tengah patah dan dam sisi timur juga ambrol. Ambrolnya dam itu juga membuat jembatan ikut roboh," jelasnya.

Dia menduga kejadian itu diakibatkan oleh usia dam yang sudah tua. Selain itu, satu bulan yang lalu, aliran air di Kali Tepus sangat deras dan sering terjadi banjir.

"Jadi waktu kejadian itu tidak ada hujan, tidak ada banjir. Tapi memang sebulan terakhir ini sering sekali banjir hingga lama-kelamaan menggerus pinggiran dam," bebernya.

Akibat kejadian itu, pihaknya menaksir kerugian materi sebesar Rp 350 juta. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Dia pun meminta perhatian pemerintah untuk membantu proses perbaikan.

"Kami menunggu bantuan pemerintah. Kalau kami dari pengelola tidak mampu," ungkapnya.

"Blue Lagoon ini kan salah satu destinasi wisata di Sleman dan DIY, semoga hal ini bisa jadi perhatian dan kami warga sekitar juga menggantungkan hidup dari wisata," lanjutnya.

Pantauan detikcom di lokasi, saat ini lokasi yang biasanya untuk berenang wisatawan sudah tidak ada lagi. Air sudah surut. Padahal saat dam tersebut masih ada, ketinggian air bisa sampai 3 meter. Selain itu, panjang jembatan dan dam yang ambrol sekitar 5 meter.

Minggu, 29 Maret 2020

Cegah Corona, Lion Air Minta Penumpang #JagaJarakDulu

Sebagai langkah preventif penyebaran virus Corona, maskapai Lion Air meminta semua penumpang melakukan 'Physical Distancing' dari ruang tunggu hingga di pesawat.

Untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona COVID-19, Lion Air Group melakukan pengaturan jarak aman antar penumpang (physical distancing) dalam operasional penerbangan. Pengaturan jarak ini berlaku kepada semua penumpang, baik saat check in sampai boarding.

Dalam keterangan pers yang diterima detikTravel, Minggu (29/3/2020), pengaturan jarak untuk penumpang dimulai dengan pengaturan nomor kursi saat pelaporan (check-in), baik penumpang yang check-in di konter check-in, web check in, maupun fasilitas self-check-in yang tersedia di bandara.

Selain itu, pengaturan jarak penumpang juga berlaku ketika berada di ruang tunggu, saat proses masuk ke dalam kabin pesawat (boarding), baik yang menggunakan garbarata dan tangga biasa.

Di dalam bus yang akan mengantar traveler menuju ke pesawat atau membawa traveler ke dari pesawat ke terminal bandara, pengaturan jarak penumpang juga dilakukan.

Dengan pengaturan nomor kursi saat check-in, maka terdapat jarak antar penumpang saat duduk di dalam pesawat. Untuk alasan keselamatan dan keseimbangan (weight balance) pesawat saat lepas landas dan mendarat, penumpang dapat dipindahkan sesuai instruksi petugas darat atau awak kabin.

Sistem pengaturan kursi penumpang ini juga ada beberapa ketentuan, terutama bila ada keadaan darurat. Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, pun memberi penjelasan.

"Kursi yang berada di baris pintu dan jendela darurat harus terisi, dengan kriteria dewasa (minimal 18 tahun). Diutamakan penumpang yang tidak bepergian bersama keluarga, sehat jasmani dan rohani, orang berprofesi militer atau polisi, awak pesawat yang tidak bertugas (crew member) dan memahami instruksi dari awak kabin dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris," kata Danang.

"Untuk penumpang yang membutuhkan penanganan khusus (special handling) tetap harus mengikuti arahan dan instruksi awak kabin," imbuhnya.

"Barang bawaan penumpang harus diletakkan di tempat penyimpanan bagasi di atas atau di bagian bawah depan kursi penumpang (agar tidak menghalangi pergerakan dalam keadaan darurat)," pungkas Danang.

Drama Paspor Hilang di Pesawat, Pasangan Ini Batal Liburan di Yunani

Berkaca pengalaman mereka, pasangan ini wanti-wanti agar traveler tak ceroboh menjaga paspor. Mereka batal liburan karena paspor hilang di pesawat.
Pasangan traveler yang bernasib sial itu adalah Lewis Mundy dan Kimberly Floyd. Pasangan dari Inggris itu berencana untuk menginap di Hotel Akti di Kepulauan Kos, Yunani.

Dengan antusias, mereka terang dari Bandara London Gatwick ke Yunani. Saat naik pesawat dan duduk di kursi masing-masing, mereka meletakkan paspor dan tiket di saku sandaran kursi tepat di depan mereka. Ritual berikutnya seperti jamaknya penumpang, memasang sabuk pengaman, berbincang, tidur sejenak, hingga pesawat landing.

Nah, saat mendarat itulah masalah dimulai. Mereka lupa mengambil paspor dari saku sandaran kursi saat turun.

Setelah ingat paspor tertinggal, mereka segera menghubungi staf maskapai yang mereka gunakan itu. Tapi, ternyata saat dicek oleh staf maskapai, paspor mereka tak ditemukan.

Selanjutnya, mereka tak bisa masuk Yunani karena tidak memiliki identitas. Sebaliknya, mereka dikirim pulang ke Inggris dengan penerbangan 30 menit kemudian.

"Seharusnya, kami berjemur di Yunani tetapi malah berakhir di Stansted," kata Mundy seperti dikutip Daily Mail.

"Tidak ada tanda-tanda keberadaan paspor kami dan kami tidak mendapatkan bantuan apapun, tidak ada kompensasi, tidak ada. Kami sudah melakukan semua yang kami bisa, tetapi tampaknya tidak ada yang peduli," Mundy menambahkan.

Lebih buruk lagi, pasangan itu tak bisa me-refund pemesanan hotel senilai USD 1.800 atau sekitar

"Mereka tidak peduli, mereka menyerahkan boarding pass dan melemparkan kami ke penerbangan berikutnya, kami tidak punya pilihan," kata Floyd.

"Itu adalah mimpi buruk, yang terbesar yang bisa kau bayangkan," Mundy menimpali.

Maskapai yang mereka tumpangi, TUI Inggris, bersimpati kepada pasangan itu. Tapi, mereka tak bisa berbuat apa-apa.