Jumat, 03 April 2020

Italia Manfaatkan Masker Snorkeling Jadi Ventilator Darurat

Italia menjadi salah satu negara epicenter wabah virus Corona. Kekurangan ventilator, mereka memanfaatkan masker snorkeling.
Alat snorkeling biasa dipakai saat traveler nyemplung ke laut dan melihat dunia bawah laut. Tapi, di saat Italia dihantam virus Corona, seorang insinyur memanfaatkannya sebagai ventilator darurat.

Ventilator menjadi salah satu kebutuhan krusial saat pandemi coronavirus (COVID-19), khususnya di salah satu rumah sakit di Lombardy. Rumah sakit itu membutuhkan katup untuk respiratornya untuk mendukung pasien positif Covid 19 agar mudah bernapas.

Salah satu perusahaan yang ada Brescia, Isinnova, membuat inovasi untuk merespons kebutuhan itu. Perusahaan itu pun menghubungi Decathlon, produsen dan pemasok masker snorkeling Easybreath, untuk meminta desain dalam bentuk 3D. Dalam prosesnya, Decathlon setuju untuk memasok gambar topeng CAD.

Insinyur di Isinnova itu berhasil merekayasa versi cetak 3D dari bagian yang disebut katup venturi. Mereka mengubah masker snorkeling menjadi ventilator darurat.

Setelah melalui beberapa kali uji coba dan terbukti berhasil, perusahaan mencetak 100 buah ventilator dan menyerahkannya kepada rumah sakit.

Suku cadang cetak 3D baru semestinya harus disertifikasi secara resmi, tetapi karena kondisi darurat yang disepakati di tingkat nasional Italia maka memungkinkan persyaratan tersebut dihapuskan. Isinnova telah mematenkan inovasi sebagai katup Charlotte dan memberikan secara gratis kepada rumah sakit yang membutuhkan.

Menikmati Gemerlap Jakarta dari Pulau Onrust Waktu Itu

Sebelum virus Corona mewabah, Pulau Onrust menjadi salah satu pulau terdekat untuk sejenak melarikan diri dari sibuknya ibu kota. Dari pulau itu pula, gemerlap Jakarta bisa dinikmati.

Ada banyak gugusan pulau-pulau kecil yang tersebar di perairan utara Jakarta yang membentuk kepulauan bernama Kepulauan Seribu. Letaknya yang tidak jauh dari ibu kota, hanya sekitar 14 km, membuat pulau-pulau ini menjadi alternatif murah dan mudah untuk liburan masyarakat Jakarta dan sekitarnya.

Kali ini saya berkesempatan mengunjungi Pulau Onrust, pulau seluas 7,5 hektar ini, dulunya merupakan pulau persinggahan kapal-kapal Belanda sebelum memasuki Batavia. Pulau ini juga merupakan tempat galangan kapal, pergudangan lengkap, juga tempat bongkar muat komoditas perdagangan. Makanya, aktivitas di pulau ini tak pernah mati. Itu pula pulau ini dinamakan Onrust yang berarti tidak pernah beristirahat.

Untuk menuju Pulau Onrust bisa dengan mudah menyewa perahu melalui pelabuhan Muara Kamal, Tanjung Pasir atau Marina Ancol dengan kapal cepat yang hanya butuh waktu 15-20 menit.
Setibanya disana pun akan dikenakan tarif masuk Taman Arkeologi sekitar Rp 5.000 per orang. Selain itu ada biaya tambahan jika ingin menyewa plaza, ruangan atau taman, yakni harus membayar Rp 1 juta.Tapi, saat itu saya dan teman teman memilih untuk mendirikan tenda serta membawa hammock di pinggir pantai.

Itu agar kami bisa menikmati gemerlap lampu-lampu ibu kota saat malam tiba. Selain itu, kita bisa menikmati lalang pesawat yang mendarat dan terbang membuat pemandangan makin indah dari kejauhan.

Dengan membawa perbekalan lengkap seperti halnya perlatanan kemping dan logistik, juga teman-teman yang menyenagkan, menghabiskan semalam suntuk sambil ngopi di tepian pantai ini menjadi moment liburan singkat yang tak terlupakan.

Semoga wabah segera usai dan kita bisa singgah ke sana lagi.

Eksotisme Budaya Suku Dayak Kenyah yang Masih Asli (2)

Selain menampilkan kanjet yang menggambarkan keindahan dan kegembiraan. traveler akan disuguhkan Kanjet hudog yaitu tarian topeng yang menggambarkan penggunaan kekuatan supranatural untuk mengusir kekuatan jahat yang ada dalam kehidupan Suku Dayak.

Selain kanjet yang dibawakan secara perorangan, duet dan kelompok. Terdapat kanjet yang memperbolehkan travelers yang berkunjung untuk berpartisipasi dalam kanjet tersebut.

Kanjet anyam tali yaitu tarian menggambarkan keragaman suku bangsa, bahasa dan agama yang tersatukan oleh sikap saling menghormati dan bersahabat yang disimbolkan oleh aneka tali berwarna-warni. Di atas simpul tali berwarna warni tersebut terdapat patung burung enggang yang menyimbolkan seorang Pemimpin yang dapat menganyomi perbedaan  perbedaan yang ada.

Selain kanjet anyam tali, travelers juga diajak berinteraksi dalam kanjet Pampaga di sini penari memainkan bilah kayu bulat yang menimbulkan suara berirama, sedangkan penari yang lain menari di atas bilah kayu tersebut.

Semakin lama irama dan gerak kayu semakin cepat sehingga membuat para penari juga harus mempercepat langkahnya di atas kayu agar kaki tidak terjepit. Bagi travelers yang suka tantangan, maka disarankan untuk ikut tarian ini. Sakit ! tapi mengasYikkan.

Sesi terakhir yang patut travelers nantikan adalah berfoto bersama Sesepuh suku Dayak berdaun telinga panjang! Dalam budaya Dayak tradisi memanjangkan telinga disebut telingaan aruu.

Tradisi memanjangkan telinga ini dilakukan secara turun-temurun oleh suku Dayak Kenyah yang dimulai saat masih bayi. Pemanjangan daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang dari tembaga yang terus ditambahkan satu persatu ke daun telinga sehingga semakin lama lubang tindik semakin memanjang.

Adapun filosofi dari tradisi telingaan aruu ini adalah untuk melatih kesabaran melalui beban yang menempel di telinga. Dengan adanya beban di telinga, maka rasa sabar dan daya tahan atas penderitaan yang dirasakan pun semakin terlatih. Konon pada zaman dahulu, diyakini bahwa semakin panjang telinga seorang wanita, maka semakin cantik pula wanita tersebut.

Kanjet terakhir yang ditampilkan adalah kanjet leleng. ini adalah tarian selamat berpisah yang ditarikan oleh semua penari yang telah tampil dengan mengajak seluruh travelers yang hadir ikut menari untuk terakhir kalinya.

Setelah menyaksikan rangkaian acara pertunjukan, travelers dapat membeli beragam aksesoris khas Dayak seperti kalung, gelang dan tas yang terbuat dari manik  manik dan berbagai jenis cinderamata lainnya yang menarik untuk travelers miliki sebagai tanda bukti telah berkunjung ke desa Pampang.

Bagaimana, traveler? Kepingin juga menyaksikan kehidupan suku Dayak secara langsung?

Tarian yang pertunjukan pertama adalah kanjet leman delasan atau tarian membersihkan halaman yang dibawakan oleh Sesepuh suku Dayak Kenyah. Dengan pedang panjang di tangan kanan dan tameng berukir khas Suku Dayak di tangan kiri. Seorang Kakek menari ke sana ke mari dengan penuh penghayatan seiring denting dawai sape yang terdengar begitu magis.

Setelah kanjet leman delasan, maka berbagai tarian dipertontonkan secara beruntun baik yang dibawakan oleh anak  anak, remaja, para ibu hingga kaum sesepuh. Nampaknya syarat untuk menjadi warga desa Pampang adalah harus bisa menari ya travelers?

Mungkin inilah cara untuk melakukan regenerasi dan pewarisan budaya yang ada di desa Pampang agar budaya Dayak Kenyah tetap lestari. Salut!