Terkenal akan wisata baharinya, Raja Ampat di Papua Barat juga populer untuk wisata mancing. Seperti ini keseruannya.
Menyelami perairan laut Raja Ampat, mengagumi keanggunan hiu, menyaksikan kemolekan pari menari di antara karang nan eksotis merupakan pengalaman paling berkesan yang abadi.
Snorkeling dan diving sudah menjadi aktivitas utama atau tujuan utama para wisatawan mancanegara saat berkunjung ke Raja Ampat. Selain kegiatan diving, kegiatan lainnya yang perlu dicoba adalah aktivitas mancing. Sebab, Raja Ampat adalah rumah bagi ikan dunia.
Saat melakukan mancing tentunya para wisatawan harus menggunakan jasa guide local, sebab tidak semua wilayah perairan Raja Ampat diizinkan untuk wisata mancing. Pemerintah Daerah dan masyarakat serta Lembaga Konservasi telah menetapkan sejumlah wilayah periaran laut sebagai kawasan konservasi laut daerah, kawasan konservasi adat dan penerapan sasi oleh masyarakat adat.
Cara lainnya yakni wisatawan bisa berkoordinasi dengan komunitas mancing masyarakat local. Salah satunya yakni komunitas mancing yang ada Kampung Waigama Distrik Misool Utara Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Yunus Alwohit salah satu pelaku usaha wisata mancing menjelaskan, usaha yang dijalankannya berawal dari hobbi dan kebetulan awalnya ditawarkan wisatawan yang suka mancing.
Usaha mancing mania ini dimulai pada September 2016 dan rata-rata tamu wisatanya adalah turis dari Malaysia, Singapore, Australia, Denmark maupun Swiss, dengan rata-rata per kali trip Rp 40.000.000 - Rp 50.000.000 selama tujuh hari untuk empat hingga sembilan orang.
"Tentu saya tidak sendiri, kita kelompok yang terdiri dari 9 orang dalam satu trip memakai 3 perahu dalam satu perahu terkadang membawa tamu 2 sampai 3 orang dan juga bagian orang yang nantinya memasakkan makanan," jelas Yunus.
Sementara itu, terkait jadwal mancing Yunus mengakui disesuaikan dengan cuaca. "Memancing ini tergantung cuaca sehingga terkadang kami membatalkan bookingan apabila dalam seminggu jika kami sudah mengecek keadaan lautan itu cuaca buruk kami harus sampaikan atau membatalkan dan menunda trip memancing," tambahnya.
Menilik Pesan Kardinal Suharyo Lewat Relief Candi Borobudur
Pada misa Kamis Putih kemarin, Kardinal Ignatius Suharyo menyuarakan pesan kemanusiaan dalam khotbahnya. Relief di Candi Borobudur jadi inspirasinya.
Dalam tayangan live misa Kamis Putih di salah satu televisi nasional kemarin malam (9/4), ada pesan menarik yang diselipkan oleh Kardinal Ignatius Suharyo selaku pemimpin utama misa di Gereja Katedral Jakarta.
Ditayangkan secara virtual lewat siaran televisi pada pukul 21.00 WIB kemarin, Kardinal Suharyo memberikan perumpamaan fabel atau cerita binatang yang terinspirasi dari salah satu relief di Candi Borobudur.
Tentu kita paham, bahwa Candi Borobudur merupakan candi agama Buddha terbesar di dunia. Candi Borobudur sendiri berfungsi sebagai tempat ibadah umat Buddha sekaligus tempat wisata yang sarat pesan kemanusiaan.
Dalam penuturannya, Kardinal Ignatius Suharyo mengisahkan tentang kisah persahabatan 4 ekor hewan, yaitu berang-berang, serigala, monyet dan kelinci. Di mana dalam perjalanannya mereka bertemu dengan seorang yang tersesat dan kelaparan.
Ketika ketiga temannya dapat memberikan sesuatu pada orang yang kelaparan tersebut, sang kelinci tak punya apa-apa dan lebih memilih mengorbankan dirinya untuk dimakan demi kebaikan.
Dilihat detikcom dari situs resmi Kemdikbud, Jumat (10/4/2020), kisah kelinci tersebut terpahat pada relief Jataka yang terletak di sisi Timur tingkat I pagar langkan rangkaian atas bidang h nomor 23,24 dan 25.