Sabtu, 02 Mei 2020

WHO Imbau Negara Jangan Gunakan Obat yang Belum Teruji untuk Corona

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan saat ini belum ada obat yang teruji mengobati virus corona COVID-19. Penelitian masih terus berlangsung sehingga semua orang dan negara-negara diimbau agar jangan sembarangan menggunakan obat.
WHO menyebut ada empat obat yang saat ini sedang diteliti bersama oleh 45 negara untuk virus corona. Obat tersebut adalah klorokuin dan hydroxychloroquine, remdesivir, ritonavir/lopinavir, serta kombinasi ritonavir/lopinavir dan interferon-beta.

"Sementara hasilnya keluar, kami mengimbau individu dan negara-negara agar jangan dulu sembarangan menggunakan terapi yang belum terbukti efektif untuk COVID-19," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Sejarah dalam dunia kedokteran sudah penuh oleh contoh obat yang secara teori atau dalam tes laboratorium bisa bekerja, namun nyatanya tidak efektif atau malah berbahaya saat diberikan pada manusia," lanjutnya seperti dikutip dari akun Twitter resmi WHO, Minggu (29/3/2020).

Terkait hal tersebut, Indonesia diketahui menyiapkan obat klorokuin dan avigan untuk pasien corona. Hal ini disampaikan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Obat ini sudah dicoba oleh satu, dua, tiga negara dan memberikan kesembuhan. Yaitu Avigan. Kita telah mendatangkan 5.000, akan kita coba dan dalam proses pemesanan dua juta," kata Jokowi di Istana Merdeka dalam siaran langsung di akun Youtube Sekretariat Presiden beberapa waktu lalu.

Terlalu Panik Corona Justru Sebabkan Sistem Imun Lemah, Kok Bisa?

Kehadiran virus corona yang kian bertambah membuat masyarakat cemas akan penularannya. Dalam keadaan panik, masyarakat berbondong-bondong berburu stok makanan dan alat kesehatan dalam jumlah banyak.
Selain itu, dalam keadaan panik pula banyak orang yang percaya begitu saja pada setiap informasi yang diterima melalui media sosial. Banyak pula informasi hoax, termasuk soal corona yang beredar sehingga menambah rasa kecemasan.

Perlu diwaspadai, kecemasan berlebihan justru membuat sistem imun menurun. Padahal, untuk mencegah virus diperlukan daya tahan tubuh yang baik.

Dikutip dari Healthline, kecemasan dapat memicu respons stres dan melepaskan banyak bahan kimia dan hormon, seperti adrenalin ke dalam sistem tubuh Anda. Dalam jangka pendek, ini meningkatkan denyut nadi dan laju pernapasan, sehingga otak Anda bisa mendapatkan lebih banyak oksigen.

Sistem kekebalan tubuh bahkan mendapatkan dorongan singkat. Dengan stres sesekali, tubuh Anda kembali berfungsi normal ketika stres berlalu. Tetapi jika Anda berulang kali merasa cemas dan stres atau itu berlangsung lama, tubuh Anda tidak pernah mendapat sinyal untuk kembali berfungsi normal.

Ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh yang membuat Anda lebih rentan terhadap infeksi virus dan penyakit. Bahkan, vaksin virus pun disebut-sebut tidak berfungsi dengan baik jika Anda memiliki kecemasan berlebihan.

Dikutip juga dari Cleveland Clinic, tingkat kecemasan yang tinggi juga dapat menyebabkan depresi, bahkan bisa mengarah ke tingkat peradangan yang lebih tinggi. Dalam jangka panjang, tingkat peradangan tinggi mengarah ke sistem kekebalan yang terlalu banyak bekerja dan lelah yang tidak dapat melindungi tubuh dengan baik.

Untuk itu, ahli imunologi klinis, Leonard Calabrese, DO menyarankan 2 hal efektif mencegah kepanikan di tengah pemberitaan negatif, seperti
meditasi. Bermeditasi selama 10 menit hingga 15 menit, tiga atau empat kali seminggu untuk menurunkan stres Anda. Ini mengurangi kadar kortisol dan mengurangi peradangan. Penelitian juga menunjukkan itu membantu mencegah kerusakan kromosom Anda yang mengarah pada kanker dan penuaan dini.

Protes Lockdown, Warga AS Ramai-ramai Gelar Aksi Demo di California

Para demonstran menggelar aksi demo di belasan kota di negara bagian California, Amerika Serikat untuk menuntut pelonggaran pembatasan yang diterapkan karena pandemi virus Corona.
Para demonstran pun mengecam Gubernur California, Gavin Newsom karena menutup sejumlah pantai.

Aksi protes pada Jumat (1/5) waktu setempat ini berlangsung di setidaknya 11 kota, termasuk Sacramento, ibu kota California serta San Francisco, Los Angeles dan San Diego.

Sejumlah demonstran mengibarkan bendera Amerika dan membawa kertas bertuliskan "Kebebasan adalah Esensial," "Trump 2020," atau "Newsom Mengerikan." Para demonstran juga meneriakkan kemarahan atas aturan tetap di rumah yang diterapkan untuk menekan penyebaran virus Corona.

Sebagian besar demonstran tidak mengenakan masker dan tidak mempedulikan aturan social distancing. Mereka juga meneriakkan "Buka California" dan "Kebebasan".

Di pusat kota Los Angeles, ratusan warga berunjuk rasa di depan Balai Kota untuk menuntut dihentikannya perintah tetap di rumah.

"Virus ini tidak lebih buruk daripada flu," cetus demonstran, Janet Gibson kepada AFP, Sabtu (2/5/2020).

"Yang sakit perlu untuk tetap dikarantina. Mereka perlu merawat diri mereka sendiri. Namun biarkan yang sehat bekerja. Biarkan yang sehat pergi keluar dan menjalani kehidupan sosial," katanya.

Ali Taylor, demonstran lainnya, mengatakan bahwa lockdown bertentangan dengan nilai-nilai AS.

"Kami warga Amerika, kami bebas, kami tahu bagaimana mengurus diri kami sendiri," cetusnya.

California sejauh ini telah mencatat lebih dari 50 ribu kasus Corona, dengan lebih dari 2.100 kematian. Di seluruh AS, virus Corona telah menewaskan lebih dari 64 ribu orang.

WHO Imbau Negara Jangan Gunakan Obat yang Belum Teruji untuk Corona

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan saat ini belum ada obat yang teruji mengobati virus corona COVID-19. Penelitian masih terus berlangsung sehingga semua orang dan negara-negara diimbau agar jangan sembarangan menggunakan obat.
WHO menyebut ada empat obat yang saat ini sedang diteliti bersama oleh 45 negara untuk virus corona. Obat tersebut adalah klorokuin dan hydroxychloroquine, remdesivir, ritonavir/lopinavir, serta kombinasi ritonavir/lopinavir dan interferon-beta.

"Sementara hasilnya keluar, kami mengimbau individu dan negara-negara agar jangan dulu sembarangan menggunakan terapi yang belum terbukti efektif untuk COVID-19," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"Sejarah dalam dunia kedokteran sudah penuh oleh contoh obat yang secara teori atau dalam tes laboratorium bisa bekerja, namun nyatanya tidak efektif atau malah berbahaya saat diberikan pada manusia," lanjutnya seperti dikutip dari akun Twitter resmi WHO, Minggu (29/3/2020).

Terkait hal tersebut, Indonesia diketahui menyiapkan obat klorokuin dan avigan untuk pasien corona. Hal ini disampaikan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Obat ini sudah dicoba oleh satu, dua, tiga negara dan memberikan kesembuhan. Yaitu Avigan. Kita telah mendatangkan 5.000, akan kita coba dan dalam proses pemesanan dua juta," kata Jokowi di Istana Merdeka dalam siaran langsung di akun Youtube Sekretariat Presiden beberapa waktu lalu.