Selasa, 05 Mei 2020

Pemerintah Sebut Tes Cepat Molekular Lebih Kilat dari PCR

Pemerintah menyebut tes cepat molekular (TCM) memiliki tingkat akurasi yang sama dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) namun dengan proses yang lebih cepat untuk mendeteksi Virus Corona.

"TCM, tes cepat molekuler pakai tes yang relatif tepat dilakukan secara molekuler, sensitivitas cukup tinggi, 95 persen," kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers daring di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (5/5).

Alatnya dulu dipakai tes penyakit lain, misal TB (Tuberculosis), HIB (Haemophilus tipe B), dan lain-lain. Ini bisa diganti alat tesnya berupa cartridge yang khusus untuk Covid-19. Kalau dipakai hasilnya lebih cepat," ia menambahkan.


Indonesia pun sudah memiliki alat pemeriksaan untuk tes ini. Hanya saja, ada kendala untuk mendapat cartridge atau kaset untuk pengujian sampel.

"Ini bisa diganti alat tesnya berupa cartridge yang khusus untuk covid-19 kalau dipake hasilnya lebih cepat. Alat ini dimiliki Indonesia, tersebar di banyak tempat, cuma cartridge atau kasetnya kita sulit dapatnya, [akibat] persaingan dunia, semua [negara] perlu," kata Wiku.

Cartridge merupakan salah satu komponen dalam mesin tes yang berperan melacak keberadaan antigen virus corona dalam cairan spesimen.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan pihaknya telah mendistribusikan 1.500 cartridge untuk mesin TCM ke sejumlah RS di daerah.

"1.500 cartridge dari rencana 172 ribu, sudah kami distribusikan ke Sukabumi, Banyumas, Kediri, Lumajang, Palangkaraya, Balikpapan, Kendari, Sumbawa, Mimika, Merauke, Yapen, Sorong, Ternate, Tarakan dan Nunukan," ujar Yurianto di BNPB, Senin (4/5).

Sebelumnya, pemerintah mengenalkan dua jenis tes Corona. Yakni PCR dan tes cepat atau rapid test.

Wiku menyebut tes PCR atau Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RTPCR) merupakan tes paling baik bahkan disebut sebagai golden standard dalam hal pendeteksian Virus Corona.

"Ini sensitivitas 95 persen dan RTPCR ini yang dipakai di semua negara di dunia untuk pastikan apabila sampel swab diambil dari hidung atau tenggorokan bisa dites tunjukan positif Covid-19 atau negatif," kata dia.

Insert Artikel - Waspada Virus CoronaFoto: CNN Indonesia/Fajrian
Sementara, katanya, rapid test memiliki sensitivitas hanya 60-80 persen. Kasus konfirmasi positif Corona lewat tes ini pun masih harus menjalani tes PCR.

"Sensitivitas tidak tinggi 60-80 persen, tidak spesifik bisa temukan [Virus Corona]. Kika sensitif temukan (virus) bisa saja hasilnya lain (bukan covid-19)," kata dia.

Protokol Terapi Plasma Darah Covid-19 RI Rampung Pekan Ini

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyampaikan masih menyelesaikan protokol dan prosedur nasional terapi plasma darah atau plasma konvalesen untuk mengobati pasien yang terinfeksi virus corona SARS-CoV-2. Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio mengatakan terapi dari hulu hingga hilir

"Sebenarnya minggu ini kami mau menyelesaikan protokol dan prosedur nasional," ujar Amin kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/5).

Amin mengatakan protokol dan prosedur terapi akan mengatur tentang proses pengambilan plasma darah dari pasien yang sembuh dari infeksi SARS-CoV-2. Kemudian, hal itu juga akan mengatur prosedur pemberian plasma kepada pasien di rumah sakit agar sesuai kaidah etik dan aturan yang ada.


Lebih lanjut, Amin menyampaikan implementasi terapi plasma darah untuk pasien Covid-19 tidak dilakukan di rumah sakit tertentu. Dia menyebut setiap rumah sakit bisa menggunakan terapi itu di tengah belum tersedianya vaksin.

"Artinya, dokter-dokter itu yang menentukan pasiennya yang mana yang memang layak mendapatkan terapi itu. Dan satu lagi yang penting karena ini pelayanan berbasis penelitian maka pelayanan di rumah sakit itu harus mendapat persetujuan etik diari rumah sakit itu," ujarnya.

BUMN Mulai Produksi Ventilator Corona Akhir Mei

Wakil Menteri BUMN I Budi Gunadi Sadikin mengungkap perusahaan pelat merah segera memproduksi ventilator non invasive. Estimasi produksi diperkirakan mencapai 750-1.250 ventilator per minggu.

"Saat ini ventilator sedang dalam proses uji dan sertifikat. Ditargetkan proses produksi dimulai pada Minggu ketiga Mei 2020," ujarnya dalam video conference, Selasa (5/5).

Produksi ventilator ini dilakukan oleh perguruan tinggi negeri, BBPT bersama dengan PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad dan PT LEN. Menurut Budi, selain ventilator, BUMN farmasi pun sudah memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan untuk menangani covid-19 seperti klorokuin, hidroxy-klorokuin, dan azhitromycin.

"Kimia Farma saat ini dapat memproduksi sekitar 250-400 ribu tablet per minggu obat klorokuin dan hidroxy-klorokuin," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan akan mendorong seluruh pembangunan industri kesehatan nasional sejalan dengan wabah corona. Ia tidak menampik jika upaya pembangunan industri kesehatan dalam negeri bukan hal yang mudah.

Namun, ia meyakini secara perlahan kapasitas industri kesehatan dalam negeri dapat ditingkatkan. "Kami juga tidak anti impor. Memang, ada beberapa yang tidak bisa dilakukan (dalam negeri), tapi yang kami bisa lakukan, harus bisa," jelasnya.

Kementerian BUMN sendiri telah mengoperasikan RS Pertamina Jaya sebagai tempat penanganan pasien yang terinfeksi virus corona. RS Pertamina akan dilengkapi alat tes laboratorium yang didatangkan langsung dari perusahaan alat kesehatan Swiss, Roche.

Alat tersebut mampu melakukan test 1.300 sampel setiap harinya. Alat ini menganalisis air liur atau lendir pasien dan dapat memberikan hasil tes dalam waktu empat jam.



Tak hanya itu, RSPJ juga akan membuat aplikasi pemeriksaan swab untuk mendeteksi virus corona secara drive thru.

"Mereka sudah operasi sejak kemarin, sekarang mereka lagi buat aplikasi untuk tes swab drive thru, jadi nanti tinggal janjian di lokasi mana, jam sekian, nanti akan datang dan disiapkan oleh RSPJ," ungkap Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.

Pemerintah Sebut Tes Cepat Molekular Lebih Kilat dari PCR

Pemerintah menyebut tes cepat molekular (TCM) memiliki tingkat akurasi yang sama dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) namun dengan proses yang lebih cepat untuk mendeteksi Virus Corona.

"TCM, tes cepat molekuler pakai tes yang relatif tepat dilakukan secara molekuler, sensitivitas cukup tinggi, 95 persen," kata Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers daring di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (5/5).

Alatnya dulu dipakai tes penyakit lain, misal TB (Tuberculosis), HIB (Haemophilus tipe B), dan lain-lain. Ini bisa diganti alat tesnya berupa cartridge yang khusus untuk Covid-19. Kalau dipakai hasilnya lebih cepat," ia menambahkan.


Indonesia pun sudah memiliki alat pemeriksaan untuk tes ini. Hanya saja, ada kendala untuk mendapat cartridge atau kaset untuk pengujian sampel.

"Ini bisa diganti alat tesnya berupa cartridge yang khusus untuk covid-19 kalau dipake hasilnya lebih cepat. Alat ini dimiliki Indonesia, tersebar di banyak tempat, cuma cartridge atau kasetnya kita sulit dapatnya, [akibat] persaingan dunia, semua [negara] perlu," kata Wiku.