Kamis, 07 Mei 2020

Hampir Dapat Temuan Penting Soal Virus Corona, Peneliti AS Dibunuh

Seorang peneliti virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat (AS), Profesor Bing Liu (37), ditemukan tewas dengan luka tembak di rumahnya. Polisi menyebut kemungkinan ini kasus pembunuhan-bunuh diri karena ada satu jenazah lagi yang ditemukan tak jauh dari lokasi.
Kematian Profesor Liu menimbulkan berbagai teori liar di media sosial. Ada yang menyebut Liu dibunuh karena keturunan China, ada juga yang menyebut ia dibunuh karena pekerjaannya akan mengungkap misteri virus Corona.

Polisi mengaku tidak menemukan bukti bahwa pembunuhan Liu terkait penelitian virus Corona. Detektif menyebut ada kemungkinan insiden dilatarbelakangi masalah asmara.

"Tidak ada indikasi juga ia jadi target pembunuhan karena keturunan China," kata detektif Brian Kohlhepp seperti dikutip dari CNN, Kamis (7/5/2020).

Liu adalah seorang warga China yang menyelesaikan pendidikan tinggi di Singapura sebelum mulai melakukan penelitian di AS. Ia bekerja sama dengan ahli biologi dan klinisi di University of Pittsburgh mempelajar sistem imun manusia.

University of Pittsburgh mengeluarkan pernyataan belasungkawa atas meninggalnya Liu. Rekan-rekannya berjanji akan meneruskan penelitian Liu sebagai bentuk penghormatan terakhir.

"Bing hampir mendapat temuan signifikan terkait mekanisme dari infeksi SARS-COV-2 dan dasar selular komplikasi yang biasa mengikuti," tulis pihak kampus.

Berat Badan Malah Naik Saat Puasa? Mungkin Ini Penyebabnya

Saat menjalankan ibadah puasa, umat muslim tidak diperbolehkan makan dan minum dari setelah sahur hingga berbuka di sore nanti. Selama satu hari itu, tentunya tubuh sama sekali tidak menerima asupan cairan maupun makanan.
Biasanya, momen puasa ini selain dilaksanakan sebagai ibadah wajib, sebagian orang memanfaatkannya untuk menurunkan berat badan. Hal ini karena porsi makan yang sebelumnya sehari tiga kali, berubah menjadi dua kali dalam sehari.

Tapi, berkurangnya frekuensi makan ini malah memberikan efek yang berbeda pada sebagian orang. Bukannya turun, ini justru membuat berat badan melonjak naik. Berikut detikcom rangkum beberapa penyebab yang bisa membuat berat badan naik saat puasa.

1. Kalap saat berbuka puasa
Setelah berpuasa, pasti banyak makanan yang terbayang di otak dan ingin sekali memakannya saat berbuka. Dari makanan yang mengandung karbohidrat sampai tinggi kadar gula dan garamnya biasanya dipilih pertama kali, bahkan dikonsumsi sekaligus. Inilah yang membuat berat badan malah naik dari sebelumnya.

"Sayangnya, banyak pasien muslim pada umumnya, cenderung makan berlebihan saat berbuka puasa, dan biasanya melibatkan makanan berlemak, tinggi kalori, dan juga gula," kata Kepala Emirates Diabetes Society, Dr Al Madani, yang dikutip dari La Times.

2. Porsi makan lebih banyak dari biasanya
Tanpa disadari, sebagian orang mengalami peningkatan porsi makan ataupun minum setelah seharian berpuasa. Bagi mereka yang memang memiliki porsi makan yang besar, akan bertambah banyak lagi saat berbuka atau sahur. Hal ini juga yang membuat orang berpuasa rentan mengalami kenaikan berat badan.

3. Kurangnya aktivitas fisik
Saat puasa, orang cenderung akan merasa mudah lemas untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Tidak heran kalau kondisi itu membuat seseorang malas untuk melakukan aktivitas fisik seperti olahraga atau sekedar berjalan-jalan.

Salah satu faktornya adalah ngantuk karena durasi tidur yang terpotong untuk berbagai kegiatan, seperti sahur. Jika ini terjadi, kalori berlebih dari makanan yang dikonsumsi saat berbuka dan sahur akan menumpuk, sehingga menyebabkan naiknya berat badan.
http://cinemamovie28.com/sabyan-menjemput-mimpi/

Utang AS Capai Rp 375 Kuadraliun, Trump Dijuluki 'King of Debt'

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendapatkan julukan baru yakni King of Debt alias Raja Utang. Di bawah kepemimpinannya pemerintah AS secara agresif melakikan pinjaman hingga utangnya menggunung dan memecahkan rekor.
Alih-alih mengurangi defisit ketika ekonomi AS sedang kuat, Trump justru menumpuk lebih banyak utang untuk membiayai insentif pemotongan pajak besar-besaran dan lonjakan belanja negara. Itu artinya AS tengah memasuki masa krisis dalam kondisi keuangan yang sulit.

Melansir CNN, Kamis (7/5/2020), rasio utang terhadap PDB AS mencapai hampir 80% bahkan sebelum pandemi virus Corona melanda. Rasio itu dua kali lipat lebih tinggi dari rata-rata historis.

Sekarang, utang nasional AS meledak karena Washington dipaksa untuk menyelamatkan ekonomi AS dari guncangan terbesar yang pernah ada. Departemen Keuangan AS mengatakan minggu ini akan meminjam sekitar US$ 3 triliun atau setara Rp 45 kuadriliun pada kuartal ini saja. Angka itu hampir enam kali lipat dari rekor utang AS sebelumnya pada 2008.

Jumlah utang negara AS saat ini begitu mengkhawatirkan. Jumlahnya mencapai US$ 25 triliun atau setara Rp 375 kuadraliun. Meski begitu mereka menilai saat ini bukan keputusan yang tepat untuk menghentikan utang.

Para ekonom sepakat bahwa Amerika Serikat harus terus menumpuk utang untuk mencegah kejatuhan ekonomi yang lebih dalam lagi. Sebab jika ekonomi benar-benar terpuruk maka AS tidak bisa membayar utang setelah masa krisis pandemi ini berakhir.

Bahkan pengawas defisit mendesak Paman Sam untuk terus meminjam.

Tapi tentu saja, akan ada konsekuensi jangka panjang dari utang yang menggunung itu. Ujungnya akan muncul tingkat suku bunga yang lebih tinggi, inflasi yang lebih besar dan kemungkinan pajak yang lebih tinggi.

Akan tetapi untuk saat ini, fokusnya adalah menjaga roda perekonomian AS tetap bertahan. Pada bulan Maret, Kongres meloloskan paket stimulus US$ 2,3 triliun, yang terbesar dalam sejarah AS.

Kantor Anggaran Kongres memperkirakan defisit anggaran federal akan mencapai US$3,7 triliun tahun ini, naik dari US$1 triliun pada tahun 2019.

Kemungkinan juga masih akan ada stimulus yang diberikan pemerintah AS, sekitar US 2 triliun lagi akhir tahun ini. Stimulus itu untuk membantu pemerintah negara bagian dan lokal yang terpukul oleh krisis.

Semua itu akan menambah tinggi tumpukan utang AS yang sudah menggunung. Tetapi pihak AS percaya tidak ada pilihan lain untuk mencegah krisis lebih lanjut.

Hampir Dapat Temuan Penting Soal Virus Corona, Peneliti AS Dibunuh

Seorang peneliti virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat (AS), Profesor Bing Liu (37), ditemukan tewas dengan luka tembak di rumahnya. Polisi menyebut kemungkinan ini kasus pembunuhan-bunuh diri karena ada satu jenazah lagi yang ditemukan tak jauh dari lokasi.
Kematian Profesor Liu menimbulkan berbagai teori liar di media sosial. Ada yang menyebut Liu dibunuh karena keturunan China, ada juga yang menyebut ia dibunuh karena pekerjaannya akan mengungkap misteri virus Corona.

Polisi mengaku tidak menemukan bukti bahwa pembunuhan Liu terkait penelitian virus Corona. Detektif menyebut ada kemungkinan insiden dilatarbelakangi masalah asmara.

"Tidak ada indikasi juga ia jadi target pembunuhan karena keturunan China," kata detektif Brian Kohlhepp seperti dikutip dari CNN, Kamis (7/5/2020).

Liu adalah seorang warga China yang menyelesaikan pendidikan tinggi di Singapura sebelum mulai melakukan penelitian di AS. Ia bekerja sama dengan ahli biologi dan klinisi di University of Pittsburgh mempelajar sistem imun manusia.

University of Pittsburgh mengeluarkan pernyataan belasungkawa atas meninggalnya Liu. Rekan-rekannya berjanji akan meneruskan penelitian Liu sebagai bentuk penghormatan terakhir.

"Bing hampir mendapat temuan signifikan terkait mekanisme dari infeksi SARS-COV-2 dan dasar selular komplikasi yang biasa mengikuti," tulis pihak kampus.