Kamis, 07 Mei 2020

Ilmuwan di Arizona Mutasi Virus Corona Disebut Makin Melemah, Sinyal Wabah Segera Berakhir?

 Ilmuwan di Arizona, Amerika Serikat, menemukan bahwa mutasi baru virus Corona COVID-19 kian melemah. Para peneliti di Arizona State University menyatakan mutasi virus yang mereka temukan itu bisa menjadi salah satu harapan agar wabah cepat terselesaikan.
Mutasi yang ditemukan itu hampir sama dengan mutasi yang ditemukan pada virus SARS 2003, yang memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melewati sistem kekebalan tubuh seseorang. Hal ini pun disampaikan juga oleh Former Director of the World Health Organization (WHO) Cancer Programme, Karol Sikora.

"Para ilmuwan di Arizona telah mendeteksi mutasi dalam sampel virus corona baru. Jangan khawatir, virus itu telah kehilangan sebagian potensinya," tulisnya di akun Twitter pribadinya, mengutip dari Express.

"Saat ini terjadi selama wabah SARS, ini jadi tanda awal dari akhir wabah tersebut. Perlu diingat, ini hanya dari satu sampel. Kita perlu melihat apakah bisa menemukannya juga di tempat lain," imbuhnya.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti mengambil 382 sampel dari pasien Corona di negara bagiannya. Hasilnya, mereka menemukan adanya satu sampel yang sebagian besar telah kehilangan materi genetik virusnya.

Mereka mengklaim karena ada bagian yang hilang itu, membuat virus menjadi lebih lemah. Ini bisa diharapkan sebagai sinyal awal bahwa wabah ini akan segera berakhir. Para peneliti memperkirakan mungkin kasus seperti ini akan lebih banyak muncul nantinya.

Mereka juga melaporkan bahwa virus Corona ini mengandung 30.000 huruf asam ribonukleat (RNA). Dan dalam sampel yang ditemukan, 81 huruf di antaranya sudah hilang.

"Protein-protein ini terkandung di sana tidak hanya untuk ditiru, tapi itu bisa membantu meningkatkan virulensi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Dan itu akan berkembang dengan bentuk virus yang lebih lemah pada fase di akhir pandemi," kata Efrem Lim, kepala penelitian tersebut.

Sudah 128 Ribu Lebih Spesimen Diperiksa, Total 240.726 ODP dan 26.932 PDP

Hingga Rabu (6/5/2020) tercatat 128.383 spesimen virus Corona COVID-19 telah diperiksa di seluruh Indonesia. Didapatkan hasil positif sebanyak 12.438 dan hasil negatif sebanyak 80.538 orang.
"Kita sudah melakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 128.383 dari 92.976 orang," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona COVID-19, Achmad Yurianto, Rabu (6/5/2020).

Berikut data lengkap pemeriksaan virus Corona COVID-19 pada Rabu (6/5/2020).

UJI PCR
Jumlah lab reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR): 47 lab
Jumlah lab tes cepat molekuler (TCM): 1 lab (wisma atlet)

Jumlah spesimen diperiksa: 128.383 spesimen
- RT-PCR: 128.137 spesimen
- TCM: 246 spesimen
Jumlah kasus yang diperiksa spesimen: 92.976 orang
- RT-PCR: 92.860 orang
- TCM: 116 orang
Hasil positif: 12.438 orang
- RT-PCR: 12.389 orang
- TCM: 49 orang
Hasil negatif: 80.538 orang
- RT-PCR: 80.471 orang
- TCM: 67 orang

PASIEN
ODP (Orang dalam Pemantauan): 240.726 orang
PDP (Pasien dalam Pengawasan): 26.932 orang
Konfirmasi COVID-19: 12.438 orang
Kasus sembuh: 2.317 orang
Kasus meninggal: 845 orang
Provinsi terdampak: 34 provinsi
Kabupaten/kota terdampak: 350 kab/kota.

Bikin Segar! Ini Cara Sehat Minum Es Buah Saat Buka Puasa dari Ahli Gizi

Meminum es buah saat berbuka puasa memang nikmat, terlebih rasanya yang segar dan juga manis sangat pas untuk melepas dahaga. Tetapi kandungan sirup dan susu kental manis dalam es buah membuat minuman segar ini tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan.
Ahli gizi dari Rumah Sakit MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr Fiastuti Witjaksono, SpGK, mengatakan rasa manis pada es buah bisa menggantikan kadar gula darah yang sudah turun setelah 14 jam berpuasa.

"Kita memang harus mengganti kadar glukosa yang sudah turun dan itu bisa pakai apa saja. Pakai sirup, gula, susu kental manis yang juga merupakan sumber gula itu bisa," kata dr Fiastuti kepada detikcom, Rabu (6/5/2020).

"Tetapi tidak boleh berlebihan sekali saja cukup," lanjutnya.

Menurut dr Fiastuti, jika mengonsumsi es buah lebih dari satu gelas, jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh juga akan semakin banyak, sehingga tidak akan baik untuk kesehatan.

"Karena kalau berlebihan maka kalorinya tinggi dan nanti bisa menyebabkan kegemukan. Jadi cukup sekali saja pada saat buka puasa dan habis itu jangan lagi," tuturnya.

Mutasi Virus Corona Disebut Makin Melemah, Sinyal Wabah Segera Berakhir?

 Ilmuwan di Arizona, Amerika Serikat, menemukan bahwa mutasi baru virus Corona COVID-19 kian melemah. Para peneliti di Arizona State University menyatakan mutasi virus yang mereka temukan itu bisa menjadi salah satu harapan agar wabah cepat terselesaikan.
Mutasi yang ditemukan itu hampir sama dengan mutasi yang ditemukan pada virus SARS 2003, yang memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melewati sistem kekebalan tubuh seseorang. Hal ini pun disampaikan juga oleh Former Director of the World Health Organization (WHO) Cancer Programme, Karol Sikora.

"Para ilmuwan di Arizona telah mendeteksi mutasi dalam sampel virus corona baru. Jangan khawatir, virus itu telah kehilangan sebagian potensinya," tulisnya di akun Twitter pribadinya, mengutip dari Express.

"Saat ini terjadi selama wabah SARS, ini jadi tanda awal dari akhir wabah tersebut. Perlu diingat, ini hanya dari satu sampel. Kita perlu melihat apakah bisa menemukannya juga di tempat lain," imbuhnya.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti mengambil 382 sampel dari pasien Corona di negara bagiannya. Hasilnya, mereka menemukan adanya satu sampel yang sebagian besar telah kehilangan materi genetik virusnya.

Mereka mengklaim karena ada bagian yang hilang itu, membuat virus menjadi lebih lemah. Ini bisa diharapkan sebagai sinyal awal bahwa wabah ini akan segera berakhir. Para peneliti memperkirakan mungkin kasus seperti ini akan lebih banyak muncul nantinya.

Mereka juga melaporkan bahwa virus Corona ini mengandung 30.000 huruf asam ribonukleat (RNA). Dan dalam sampel yang ditemukan, 81 huruf di antaranya sudah hilang.

"Protein-protein ini terkandung di sana tidak hanya untuk ditiru, tapi itu bisa membantu meningkatkan virulensi dan menekan sistem kekebalan tubuh. Dan itu akan berkembang dengan bentuk virus yang lebih lemah pada fase di akhir pandemi," kata Efrem Lim, kepala penelitian tersebut.