Minggu, 10 Mei 2020

WHO Sebut Vaksin Virus Corona Akan Tersedia di Akhir 2021

Berbagai negara telah melakukan uji klinis untuk menemukan vaksin virus Corona COVID-19. Kehadiran vaksin sangat diharapkan karena dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengatasi pandemi virus ini.
Bahkan beberapa negara berfokus pada penciptaan virus ini hingga merogoh kocek yang dalam. Ada berbagai pihak yang ikut terlibat dalam pembuatan vaksin, seperti perusahaan farmasi, bisnis pemula, universitas, dan lembaga penelitian.

Ada tiga perusahaan farmasi besar di Amerika Serikat, yakni Inovio, Moderna, dan Pfizer yang sudah memulainya. Mengutip dari Al Arabiya, para peneliti di Oxford University yakin bisa menyelesaikan vaksin ini di sekitar bulan Agustus-November 2020 mendatang.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi vaksin tersebut baru akan tersedia pada akhir 2021. Hal ini disampaikan oleh Chair of the WHO's Global Outbreak Alert and Response Network, Dale Fisher.

"Saya pikir, akhir tahun depan adalah ekspetasi yang sangat masuk akal untuk hadirnya vaksin," kata Fisher.

Dengan adanya pernyataan ini, Fisher berharap masyarakat untuk tidak terlalu banyak menaruh harapan terhadap kehadiran vaksin tersebut. Alasannya karena vaksin yang ada saat ini masih ada di fase satu, yaitu proses pengembangan. Selanjutnya, vaksin harus melewati fase 2 dan 3 untuk memastikan bahwa vaksin tersebut aman dan bisa diandalkan.

Jika vaksin sudah ditemukan dan sesuai, akan segera diproses dan didistribusikan untuk massal. Tapi, proses itu sangat panjang dan butuh waktu yang cukup lama.

"Tetap saja, biasanya butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan obat baru. Sebagian ahli sepakat bahwa dibutuhkan setidaknya 12-18 bulan sampai vaksin tersedia," imbuh CEO Roche, Severin Schwan.

Studi Sebut Obat Pengencer Darah Bisa Bantu Kesembuhan Pasien Corona

Studi terbaru menunjukkan obat pengencer darah dapat membantu menyelamatkan pasien infeksi virus Corona COVID-19 bergejala parah. Studi ini dilakukan oleh tim dokter di Mount Sinai Hospital, New York. Laporan hasil studi baru saja dipublikasikan di Journal of American College of Cardiology.
Sejak Maret lalu, tim dokter mengamati perkembangan 2.700 pasien Corona di Mount Sinai. Sebagian pasien diberi obat pengencer darah. Obat pengencer darah adalah obat yang mencegah darah menggumpal atau disebut juga dengan antikoagulan.

Dikutip dari laman CNN International, tim dokter melihat obat tersebut memberikan pengaruh positif, terutama bagi pasien virus Corona COVID-19 yang menggunakan ventilator untuk bernapas.

Jumlah pasien yang membaik dengan obat pengencer darah ini lebih tinggi ketimbang pasien yang tidak mengkonsumsi obat pengencer darah. Sebanyak 63 persen pasien berventilator yang tidak diberi obat pengencer darah meninggal dunia

"Temuan kami menunjukkan bahwa antikoagulan sistemik dapat dikaitkan dengan peningkatan hasil di antara pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit," tulis tim dokter dalam laporan mereka.

Tim dokter juga tidak menemukan efek samping dari obat pengencer, misalnya masalah perdarahan pada pasien COVID-19. Temuan lainnya adalah tim dokter mendapati pembekuan darah merupakan faktor utama dalam kematian pasien COVID-19.

"Kami telah melakukan 75 autopsi dan pembekuan adalah masalah, tidak perlu dipertanyakan. Itu dimulai dengan paru-paru, diikuti oleh ginjal, jantung, dan berakhir di otak," kata direktur Mount Sinai Heart, Valentin Fuster.

Belum diketahui secara pasti mengapa virus Corona menyebabkan darah menggumpal. Namun, pembekuan darah umumnya merupakan efek samping dari peradangan karena sejumlah infeksi. Tim dokter masih perlu melakukan sejumlah langkah untuk mengetahui dosis yang tepat dan jenis obat yang paling baik.

Sebelumnya, dokter memberikan dosis dan jenis obat pengencer darah secara acak. Fuster menyarankan agar dokter yang menangani pasien COVID-19 dapat mencoba opsi memberikan obat pengencer darah.

"Para pasien yang menerima antikoagulan lebih baik daripada mereka yang tidak. Ini sudah memiliki implikasi," ucap Fuster.

Terpopuler Sepekan: Tanda Misterius Kim Jong Un dan Spekulasi Body Double

 Spekulasi seputar kesehatan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, cukup mencuri perhatian dalam sepekan. Mulai dari rumor meninggal, hingga kemunculan pertamanya di depan publik baru-baru ini.
Salah satu video yang beredar terkait kemunculannya usai dirumorkan meninggal adalah saat Jong Un mengunjungi pabrik di Suncheon. Seorang pakar kesehatan dari Amerika Serikat menyebut ada 'tanda misterius' di lengan kanannya.

Tanda yang disebutnya sebagai bekas luka tersebut mengindikasikan sebuah prosedur kardiovaskular. Dugaan ini tak lepas dari rumor sebelumnya yang menyebut Jong Un meninggal usai menjalani operasi jantung, yang terbantahkan dengan kemunculan sang diktator di depan publik.

"Ini seperti radial artery puncture di kanan," kata pakar tersebut kepada NK News, sebuah media yang didanai Amerika Serikat.

Prosedur yang dimaksud, yakni radial artery puncture, merupakan teknik pengambilan darah untuk pemeriksaan. Teknik serupa menurutnya juga dilakukan dalam prosedur pemasangan ring jantung atau stent.

Selain tanda misterius, kemunculan sosok berperawakan mirip Jong Un juga menjadi perbincangan. Sebuah video menunjukkan Jong Un tengah berbincang dengan seseorang yang postur, busana, maupun potongan rambutnya dinilai identik dengan dirinya.

Rumor menyebut, Jong Un memiliki body double yang salah satu fungsinya untuk melindunginya dari upaya pembunuhan. Namun spekulasi liar juga berkembang, bahwa Jong Un yang muncul di depan publik bukan versi yang asli.

Dugaan ini dilontarkan antara lain oleh seorang blogger Jennifer Zeng. Ia membandingkan foto Jong Un saat ini dengan beberapa tahun sebelumnya, yang menurutnya berbeda antara lain pada gigi, kerutan mata, dan lekuk bibir.

"Kim Jong Un yang muncul pada 1 Mei asli?" tulisnya di Twitter

WHO Sebut Vaksin Virus Corona Akan Tersedia di Akhir 2021

Berbagai negara telah melakukan uji klinis untuk menemukan vaksin virus Corona COVID-19. Kehadiran vaksin sangat diharapkan karena dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengatasi pandemi virus ini.
Bahkan beberapa negara berfokus pada penciptaan virus ini hingga merogoh kocek yang dalam. Ada berbagai pihak yang ikut terlibat dalam pembuatan vaksin, seperti perusahaan farmasi, bisnis pemula, universitas, dan lembaga penelitian.

Ada tiga perusahaan farmasi besar di Amerika Serikat, yakni Inovio, Moderna, dan Pfizer yang sudah memulainya. Mengutip dari Al Arabiya, para peneliti di Oxford University yakin bisa menyelesaikan vaksin ini di sekitar bulan Agustus-November 2020 mendatang.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi vaksin tersebut baru akan tersedia pada akhir 2021. Hal ini disampaikan oleh Chair of the WHO's Global Outbreak Alert and Response Network, Dale Fisher.

"Saya pikir, akhir tahun depan adalah ekspetasi yang sangat masuk akal untuk hadirnya vaksin," kata Fisher.

Dengan adanya pernyataan ini, Fisher berharap masyarakat untuk tidak terlalu banyak menaruh harapan terhadap kehadiran vaksin tersebut. Alasannya karena vaksin yang ada saat ini masih ada di fase satu, yaitu proses pengembangan. Selanjutnya, vaksin harus melewati fase 2 dan 3 untuk memastikan bahwa vaksin tersebut aman dan bisa diandalkan.

Jika vaksin sudah ditemukan dan sesuai, akan segera diproses dan didistribusikan untuk massal. Tapi, proses itu sangat panjang dan butuh waktu yang cukup lama.

"Tetap saja, biasanya butuh waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan obat baru. Sebagian ahli sepakat bahwa dibutuhkan setidaknya 12-18 bulan sampai vaksin tersedia," imbuh CEO Roche, Severin Schwan.