Senin, 15 Juni 2020

Mutasi Baru Virus Corona, Menular 10 Kali Lebih Cepat dari COVID-19

Sebuah strain atau varian virus Corona yang bermutasi saat ini diketahui sedang mewabah di Amerika Serikat, Inggris dan Italia. Mutasi baru virus Corona ini hampir 10 kali lebih menular dibandingkan virus yang muncul dari China.
Strain D614G, demikian para peneliti menamainya, sejauh ini disebut sebagai versi kuat dari SARS-CoV-2. Dilihat dari bentuknya, D614G punya jumlah mahkota menonjol empat hingga lima kali lebih dibandingkan COVID-19.

Seperti dikutip dari Daily Mail, para peneliti berpendapat bahwa jumlah tonjolan mahkota yang lebih banyak ini yang membuat virus lebih cepat menginfeksi sel manusia. Sifat ini tak hanya membuatnya menjadi lebih menular, tetapi juga membuat virus lebih stabil dan tangguh.

Saat ini para ilmuwan sedang meneliti mengapa virus Corona lebih parah menyerang sejumlah wilayah atau negara dibandingkan yang lain. Strain D614G, hanya mewabah di New York, Italia, dan Inggris, sementara di negara lain belum teridentifikasi.

Sebagian ilmuwan berpendapat, D614G hanya menjangkiti wilayah-wilayah dengan angka kematian COVID-19 terbanyak di dunia. Dalam hal ini, New York, Italia, dan Inggris masuk dalam kategori tersebut.

Pada studi yang lain, riset yang dilakukan para ilmuwan dari Scripps Research mengonfirmasi bahwa virus Corona yang bermutasi seperti D614G lebih mudah menempel pada reseptor.

Meski penelitian ini hanya melihat D614G di laboratorium yang dikontrol ketat, para ahli mengatakan bahwa sangat masuk akal struktur strain ini membuatnya lebih menular pada manusia.

"Ya, ini masuk akal. Penelitian ini berkualitas, dan itu artinya virus dapat berhasil menginfeksi pada dosis yang lebih rendah dan menyebar dengan lebih luas," kata Professor Ian Jones, ahli virus dari University of Reading, Inggris.

Dalam penelitiannya, para ilmuwan mengisolasi berbagai jenis virus Corona yang telah diidentifikasi oleh tanda genetik mereka di seluruh dunia.

Mereka kemudian menempatkan masing-masing ke dalam semacam 'kandang' mikroskopis, menguji seberapa agresif masing-masing strain menyerang sel manusia dalam cawan petri.

D614G menjadi strain yang paling menonjol sebagai virus dengan gen yang bermutasi sehingga memberinya lebih banyak protein. Dampaknya, virus bisa lebih cepat menempel pada sel manusia.

"Virus yang sudah bermutasi ini jauh lebih menular daripada virus yang tidak bermutasi dalam sistem kultur sel yang kami gunakan," kata ahli virus, Dr Hyeryun Choe, PhD, peneliti senior dalam studi ini.

"Data kami sangat jelas, virus menjadi lebih stabil dengan bermutasi," tutupnya.

Apakah Vaksin Satu-satunya Cara untuk Akhiri Pandemi Corona?

Dunia kini tengah berjuang melawan pandemi Corona. Para ilmuwan dan peneliti mencoba cara terbaik untuk mengembangkan vaksin yang efektif dengan beberapa tahap uji coba.

Namun yang masih menjadi pertanyaan hingga kini adalah apakah vaksin menjadi satu-satunya solusi untuk mengakhiri pandemi Corona? Apakah jika vaksin sudah tersedia, dapat dengan cepat mengatasi pandemi Corona?

Mengutip Medical Daily, saat ini 159 kandidat vaksin Corona tengah melakukan uji coba. Tren menunjukkan vaksin dilihat sebagai salah satu cara terbaik untuk mengatasi virus Corona.

Tentu saja, vaksinasi adalah cara yang hemat biaya untuk mencegah penyakit menular. Namun, dibutuhkan sekitar 5 hingga 10 tahun untuk dapat melewati berbagai tahap pengembangan klinis sampai akhirnya disetujui dan digunakan.

"Kita perlu menyadari bahwa pada saat vaksin tersedia, mungkin beban pandemi akan berkurang dan sebagian besar populasi akan mengembangkan kekebalan kawanan melalui infeksi subklinis atau klinis," kata ilmuwan India dari Rumah Sakit Appolo, menulis dalam sebuah artikel untuk The Quint.
https://indomovie28.net/how-to-make-ladies-feel-lonely-2/

Sabtu, 13 Juni 2020

Heboh Golongan Darah O Lebih 'Kebal' Corona, Bagaimana Ceritanya?

 Belakangan heboh soal studi golongan darah aman dari Corona. Golongan darah O dikatakan golongan darah kebal Corona. Sebenarnya studi serupa pernah menyebutkan hal yang sama awal Maret lalu. Studi di China menyebut golongan darah A lebih rentan terinfeksi virus Corona COVID-19, sementara golongan darah O memiliki risiko lebih rendah terpapar virus Corona.
Namun studi ini hanya temuan awal karena berdasarkan 206 pasien yang meninggal terkait Corona di Wuhan, 85 di antaranya ditemukan memiliki golongan darah A. Belum bisa dikatakan secara pasti bahwa golongan darah tertentu bisa dikatakan golongan darah aman dari Corona.

Studi yang dilakukan sebuah perusahaan bioteknologi 23andMe, California, juga menemukan hal yang sama. Dikatakan, golongan darah tipe O lebih bisa melindungi diri dari SARS-COV-2. 9-18 persen lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi virus COVID-19.

Namun penelitian ini juga masih dalam tahap temuan awal. Para ahli membutuhkan penelitian lebih lanjut terkait kaitan genetik atau golongan darah tertentu dengan infeksi virus Corona COVID-19.

"Ini masih hasil awal, bahkan dengan ukuran sampel ini mungkin tidak cukup untuk menemukan asosiasi genetik. Kami pun bukan satu-satunya pihak yang meneliti hal ini. Pada akhirnya, para pakar ilmiah yang mungkin perlu mengumpulkan sumber dayanya untuk menjawab kaitan genetik dengan COVID-19 ini," jelas para peneliti, dikutip dari South China Morning Post.

Gowes Intensitas Tinggi Tak Dianjurkan Pakai Masker

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menganjurkan pesepeda yang bermasker tidak bersepeda lebih dari 60 menit maupun melintasi medan berat. Mengingat pemakaian masker saat olahraga dengan intensitas tinggi dapat mengurangi asupan oksigen.
Kepala Seksi (Kasie) Pelayanan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Okto Heru Santosa mengatakan, bahwa saat ini banyak masyarakat yang memilih bersepeda untuk berolahraga sehari-hari. Namun, banyak yang belum tahu dampak dari pemakaian masker saat bersepeda dengan rute yang sangat jauh.

Karena itu, pihaknya berkonsultasi dengan dokter spesialis olahraga Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Hasilnya, pesepeda yang mengenakan masker dianjurkan untuk tidak bersepeda lebih dari 60 menit dan melintasi medan berat.

"Rinciannya 30 menit pergi dan 30 menit pulang. Karena kalau medannya berat terus menggunakan masker bisa berbahaya untuk intake oksigen," ucapnya saat di Ruang Sadewa, kompleks kantor Wali Kota Yogyakarta, Jumat (12/6/2020).

Menurutnya, penggunaan masker dapat menyesuaikan kebutuhan. Seperti halnya memilih masker yang ringan untuk olahraga dengan intensitas sedang.

"Untuk olahraga ringan dan olahraga sedang masih boleh maskeran, tapi untuk (olahraga) yang intensitas berat tidak boleh bermasker," ujarnya.

Sementara itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) tidak merekomendasikan olahraga intensitas tinggi untuk menjaga kebugaran karena justru akan melemahkan imunitas. Olahraga dengan intensitas ringan-sedang lebih memberikan manfaat bagi daya tahan tubuh.

Okto juga meminta pesepeda untuk tidak berhenti di suatu tempat dan berkerumun. Mengingat saat ini masih banyak pesepeda yang berhenti di titik keramaian dan memicu kerumunan.

"Terus kalau memilih tempat istirahat jangan yang memicu kerumunan. Karena biasanya pesepeda itu berhenti di tempat singgah yang ada fasilitas jajan," ujarnya.