Jumat, 26 Juni 2020

Tak Cuma di Paru-paru, Gejala Virus Corona Juga Terjadi di Telinga

Umumnya, infeksi virus Corona COVID-19 dikaitkan dengan berbagai gejala khas, seperti demam, batuk, hingga banyak yang berkaitan dengan paru-paru seperti sesak napas. Tanda-tanda tersebut biasa muncul pada pasien yang terinfeksi.
Namun, profesor penyakit menular di Liverpool School of Tropical Medicine, Paul Garner, mengatakan virus Corona juga bisa mempengaruhi pendengaran.

Melalui jurnal BMJ, Prof Garner mengaku mengalami gejala virus Corona pada telinganya. Hal ini ia rasakan selama berbulan-bulan, tetapi ia juga merasakan gejala khas lainnya.

Selain Prof Garner, seorang warga di Kota Wuhan, China, bernama Connor Reed pun mengaku mengalami gejala tersebut, yang terasa seperti ada tekanan di dalam telinganya. Hal itu membuat pendengarannya terganggu dan tidak nyaman.

Mengutip dari Express, untuk mengurangi rasa tidak nyaman itu, Connor memasukkan cotton bud ke dalam telinganya. Hal tersebut sangat tidak disarankan oleh Prof Garner, karena bisa membahayakan kondisi telinga.

Prof Garner mengatakan, rasa tekanan pada telinga dianggap wajar saat seseorang mengalami flu. Sementara saat terinfeksi virus Corona, gejala dan kondisi yang dirasakan penderitanya mirip seperti flu. Kemungkinan besar disebabkan saluran eustachius yang tersumbat akibat virus tersebut.

Saat saluran eustachius (yang ada di antara telinga bagian dalam dan tengah) tersumbat, telinga akan terasa penuh dan tertekan. Pendengaran seperti teredam dan membuat telinga sakit.

Bukan hanya karena virus, gejala ini juga bisa disebabkan karena terjadi masalah di saluran telinga, hingga mempengaruhi gendang telinga.

Jika mengalami kondisi ini, disarankan untuk mengisolasi diri selama 7 hari atau lebih sampai gejalanya hilang. Terlebih jika disertai dengan gejala khas virus Corona lainnya.

Masker Vs Face Shield, Lebih Efektif Mana untuk Cegah Corona?

 Di tengah era new normal virus Corona, masker dan face shield merupakan dua barang penting yang kini banyak dipakai masyarakat. Kedua barang ini digunakan untuk mencegah penularan virus Corona. Terlebih ketika seseorang melakukan aktivitas di luar rumah.
Keduanya memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing ketika digunakan. Saat ini pemakaian masker sangat dianjurkan oleh pemerintah maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sementara di era new normal ini, face shield atau pelindung wajah sedang naik daun. Banyak yang menilai, face shield memberikan perlindungan lebih baik ketimbang masker kain. Selain itu, face shield bisa melindungi bagian wajah, seperti mata, hidung, dan mulut dari droplet.

Masker kain
Masker kain yang sedang marak disarankan saat ini bisa digunakan berkali-kali, tak lupa dicuci hingga bersih saat ingin dipakai lagi. Tak hanya itu, masker kain mudah untuk diproduksi sendiri dan harganya terjangkau. Masker kain juga dapat menahan droplet dan menangkal hingga 70 persen partikel.

Meskipun begitu, masker kain tidak bisa memproteksi semua jenis partikel yang ada. Kekurangan lainnya, virus dapat menempel pada pori-pori kain. Meskipun bisa menahan droplet, masker ini tetap bisa ditembus aerosol dan airborne.

"Efektivitas filtrasinya pada partikel dengan ukuran 3 mikron bisa 10-60 persen tersaring atau dicegah. Tentu saja karena masker kain tetap ada kebocoran dan keuntungannya masker ini dapat dipakai berulang tapi perlu dicuci," kata dr Erlina Burhan, SpP, ahli paru dari RSUP Persahabatan beberapa waktu lalu.

Face Shield
Face shield lebih nyaman digunakan dibanding masker, karena tidak menghalangi pernapasan. Sama seperti masker, face shield juga mudah dibersihkan dengan sabun dan air ataupun disinfektan. Selain itu, penggunaannya tidak menutup ekspresi wajah karena bahannya yang tembus pandang.

Pelindung wajah ini diketahui dapat mengurangi virus yang bisa diinhalasi sebesar 92 persen. Namun, karena tidak memiliki segel yang baik, memungkinkan aerosol tetap bisa menembus. Selain itu, face shield sulit untuk diproduksi sendiri.
https://indomovie28.net/max/

Unpad-ITB Pamerkan Tiga Produk Inovasi Lawan COVID-19

 Tim dari UNPAD dan ITB memamerkan tiga alat pendeteksi COVID-19 yang tengah dikembangkan untuk memerangi wabah di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (25/6/2020). Pertama adalah alat rapid test 2.0 yang menjadi pendeteksi antigen pada COVID-19. Kemudian Ganexpad yang merupakan kolaborasi antara UNPAD dan ITB, serta Vit-PAD-Iceless Transport System (VTM).
Sekretaris Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika UNPAD Muhammad Yusuf mengatakan, untuk rapid tes 20 atau alat Deteksi CePAD tengah memasuki tahap validasi. Dalam sepekan terakhir, alat ini telah menjajal 30 sampel-sampel positif. Pengujian sampel bekerjasama dengan Labkesda Jabar yang selama ini menguji sampel swab test COVID-19.

"Tinggal kita sedang mencari sampel positifnya ini mudah-mudahan bisa dibantu juga. Kendalanya ini mencari sample positif di Jabar sulit. Tapi dari hasil uji yang dilakukan, ada sekitar 30 sampel diujicobakan itu, hasilnya setara. Jadi melalui PCR (swab test) negatif, ini juga negatif. Artinya alat in tidak terganggu alat swab dan lainnya juga," kata Yusuf di Gedung Sate, Kamis (25/6/2020).

Cara kerjanya, berbeda dengan rapid test pada umumnya yang menggunakan sampel darah. Rapid test buatan UNPAD ini mengambil swab di permukaan posterior nasofaring. Kemudian spesimen di masukkan ke dalam tabung berisi buffer sampel, dan kemudian dikocok agar spesimen terlarut dalam buffer dan didiamkan lima menit dalam keadaan tertutup.

Setelah itu, hasil larutan dalam buffer diteteskan ke tes strip. Hasilnya akan muncul 20 menit kemudian.

"Mudah mudahan penanganan covid semakin lebih baik. Yang lebih penting, kita bersyukur, ada hikmahnya, banyak yang bergerak dari akademisi dan industri mengembangkan inovasi," kata Yusuf.

Sementara itu, anggota tim peneliti dari FK UNPAD dan Biokimia ITB Hesti Lina mengatakan, salah satu inovasi lain yang dibuat adalah VTM atau wadah untuk menyimpan sampel untuk laboratorium, tanpa memerlukan boks es. Sampel tidak akan rusak meski disimpan di dalam suhu ruangan selama 10 - 15 hari.

"Misal dari pedesaan yang tidak memiliki ice box, bisa memakai alat ini. Ini memudahkan transportasi sampel dari pelosok ke laboratorium pemeriksaan," kata Hesti.

Produk inovasi yang ketiga adalah Ganexpad yang menjadi alat untuk mengekstrasi RNA sampel. Alat tersebut merupakan kit ekstraksi lokal yang bisa memisahkan RNA sampel dengan biaya yang lebih terjangkau.

"Alat ini juga sedang dalam proses validasi dan mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa segera dirilis," ujarnya.

Tak Cuma di Paru-paru, Gejala Virus Corona Juga Terjadi di Telinga

Umumnya, infeksi virus Corona COVID-19 dikaitkan dengan berbagai gejala khas, seperti demam, batuk, hingga banyak yang berkaitan dengan paru-paru seperti sesak napas. Tanda-tanda tersebut biasa muncul pada pasien yang terinfeksi.
Namun, profesor penyakit menular di Liverpool School of Tropical Medicine, Paul Garner, mengatakan virus Corona juga bisa mempengaruhi pendengaran.

Melalui jurnal BMJ, Prof Garner mengaku mengalami gejala virus Corona pada telinganya. Hal ini ia rasakan selama berbulan-bulan, tetapi ia juga merasakan gejala khas lainnya.

Selain Prof Garner, seorang warga di Kota Wuhan, China, bernama Connor Reed pun mengaku mengalami gejala tersebut, yang terasa seperti ada tekanan di dalam telinganya. Hal itu membuat pendengarannya terganggu dan tidak nyaman.

Mengutip dari Express, untuk mengurangi rasa tidak nyaman itu, Connor memasukkan cotton bud ke dalam telinganya. Hal tersebut sangat tidak disarankan oleh Prof Garner, karena bisa membahayakan kondisi telinga.

Prof Garner mengatakan, rasa tekanan pada telinga dianggap wajar saat seseorang mengalami flu. Sementara saat terinfeksi virus Corona, gejala dan kondisi yang dirasakan penderitanya mirip seperti flu. Kemungkinan besar disebabkan saluran eustachius yang tersumbat akibat virus tersebut.

Saat saluran eustachius (yang ada di antara telinga bagian dalam dan tengah) tersumbat, telinga akan terasa penuh dan tertekan. Pendengaran seperti teredam dan membuat telinga sakit.

Bukan hanya karena virus, gejala ini juga bisa disebabkan karena terjadi masalah di saluran telinga, hingga mempengaruhi gendang telinga.

Jika mengalami kondisi ini, disarankan untuk mengisolasi diri selama 7 hari atau lebih sampai gejalanya hilang. Terlebih jika disertai dengan gejala khas virus Corona lainnya.
https://indomovie28.net/long-shot-2/