Rabu, 01 Juli 2020

Rusia Kembangkan Terapi Sinar UV untuk Pengobatan Virus Corona

- Tim ilmuwan Rusia sedang mengembangkan pengobatan untuk pasien terinfeksi virus Corona menggunakan sinar ultraviolet (UV) yang dimasukkan ke dalam tubuh.
Metode ini memang punya risiko bahaya, namun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump justru mempromosikannya. April lalu Trump menyarankan penggunaan sinar UV di dalam tubuh untuk mengobati dan mematikan virus.

Dikutip dari The Moscow Times, pernyataan kontroversial dari Trump ini pun memunculkan peringatan dari para ilmuwan tentang bahaya kontak langsung tubuh dengan radiasi UV.

"Tidak ada yang bisa melakukan disinfeksi UV di dalam tubuh seseorang. Kami menemukan cara untuk melakukan ini," kata Andrei Goverdovsky, kepala riset di badan nuklir nasional Rusia.

"Kami memilih molekul dan komponen gas yang akan tetap aktif ketika dihirup dan akan memancarkan sinar ultraviolet langsung ke paru-paru," tambah Goverdovsky.

Goverdovsky berharap terapi sinar UV yang dikembangkan oleh lembaganya yang berjudul 'Luminous Gas' juga dapat digunakan untuk mengobati tuberkulosis, kanker, dan penyakit lainnya.

Namun Goverdovsky tidak menyebutkan kanker atau risiko lain yang terkait dengan mengekspos tubuh terhadap sinar UV. Dia juga tidak mengatakan kapan lembaga penelitian akan memperkenalkan hasil penelitian tersebut. Belum diketahui pula apakah hasil riset ini akan dikomersilkan untuk pengobatan yang lebih luas atau tidak.

Berkaitan dengan komentar kontroversial Trump terkait terapi sinar UV April lalu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan salah satu studi menunjukkan bahwa virus Corona bisa menyusut ketika terkena radiasi sinar UV yang meniru sifat sinar Matahari alami.

Di bulan yang sama setelah Trump mengeluarkan pernyataan tersebut, perusahaan bioteknologi Aytu BioScience mengumumkan kemitraan dengan rumah sakit Cedars-Sinai di Los Angeles untuk mengembangkan teknologi berbagai jenis sinar UV untuk pengobatan virus Corona.

Facebook Bikin Headset VR Canggih yang Mirip Kacamata

Kebanyakan headset vritual reality (VR) saat ini punya bentuk yang terlalu besar dan aneh sehingga tidak memungkinkan digunakan seperti kacamata. Nah, Facebook membuat headset VR yang bentuknya lebih sederhana agar nyaman digunakan di mana saja.
Dikutip dari Techeblog, Facebook Reality Labs mendesain kacamata VR holografis yang tampilannya seperti kacamata hitam biasa saat digunakan.

Kacamata ini menggunakan film holografik, sehingga lensanya punya ketebalan total kurang dari 9 mm. Desain semacam ini dimungkinkan dengan memanfaatkan teknik 'pancake optics' untuk merefleksikan gambar yang ditampilkan beberapa kali dalam ruang yang lebih kompak.

Sebagai gambaran, seperti ini (gambar kanan) tampilan konten headset VR menggunakan konsep yang diterapkan Facebook Reality Labs pada kacamata canggih tersebut.

"Di sebelah kiri adalah gambar yang diambil menggunakan pendekatan konvensional. Dan sebelah kanan adalah foto yang diambil melalui prototipe benchtop penuh warna yang lebih besar. Kami saat ini sedang berupaya mencapai warna penuh pada prototipe penelitian yang lebih kecil," kata Facebook.

Sejauh ini, kacamata VR tersebut masih berupa prototipe dan memerlukan pengembangan lebih lanjut. Belum diketahui apakah Facebook akan menjualnya sehingga menjadi produk headset VR terbaru bersanding dengan headset Oculus.
https://nonton08.com/eliminators/

Selasa, 30 Juni 2020

Bayi 45 Hari Jadi Pasien Termuda Virus Corona COVID-19 di Korsel

Seorang bayi yang baru berusia 45 hari masuk ke dalam daftar pasien yang terinfeksi virus corona COVID-19 di Korea Selatan. Bayi laki-laki yang dilahirkan pada 15 Januari 2020 ini diketahui menjadi pasien termuda yang ada di Korea Selatan.
Dikutip dari South China Morning Post, pemerintah menyebut ayah dari bayi malang ini merupakan seorang pengikut sekte Shincheonji yang diyakini sebagai salah satu sumber terjadinya penyebaran virus di Korea Selatan. Berdasarakan laporan Otoritas kesehatan setempat, bayi tersebut positif terinfeksi virus corona baru pada Minggu (1/3/2020).

Ia didiangnosa terinfeksi COVID-19 setelah 3 hari sang ayah juga dinyatakan terinfeksi pada Kamis (27/2/2020) malam. Tak jauh berbeda, sang ibu juga ternyata mengidap infeksi yang sama.

Si bayi dan ibunya sebelumnya sudah menjalani karantina mandiri di rumahnya yang terletak di Gyeongsan saat dokter menyatakan keduanya masih dalam kondisi sehat. Namun keduanya memang sudah dijadwalkan akan segera diperiksa di rumah sakit setelah kesehatannya dipantau selama beberapa waktu.

Pemerintah telah mengeluarkan peringatan bahwa akan ada banyak kasus infeksi baru yang diprediksi terjadi di Daegu, kota di mana sekte Shincheonji berlokasi. Otoritas kesehatan menyebut telah mensurvei 88 persen dari total pengikut Shincheonji di seluruh negara yang berjumlah sekitar 210.000 orang. Namun belum ada laporan terbaru terkait detail hasil survei tersebut.

Pemimpin Sekte Shincheonji di Daegu Korsel Negatif Virus Corona

Pendiri sekte agama minor Gereja Shincheonji di Daegu, Korea Selatan, Lee Man-hee diuji untuk penyakit dari virus corona pada Sabtu (29/2/2020) lalu. Beredar kabar bahwa hasil tes tersebut dinyatakan negatif pada (2/3/2020).
Mengutip Yonhap News Agency, kabar ini dilaporkan oleh pihak Gereja Shincheonji Yesus, Kuil Tabernakel Kesaksian. Meski begitu gereja tersebut tidak menjelaskan di mana dan bagaimana Lee melakukan pemeriksaan.

Sementara kabar sebelumnya Lee tengah dikarantina di rumahnya di Provinsi Gyeonggi, dekat Seoul. Sekte ini disebut sebagai sumber dari kenaikan jumlah pasien virus corona baru di Korea Selatan yang semakin tinggi.

Korea Selatan melaporkan total 4.212 kasus yang dikonfirmasi pada (1/3/2020) dengan 22 kematian.
Otoritas kesehatan percaya bahwa hampir 60 persen kasus virus di negara itu terkait dengan Shincheonji.

Meski begitu belum ada penjelasan resmi terkait sumber virus di Korea Selatan benar-benar berasal dari Shincheonji. Saat ini total ada 86.529 kasus secara global, 2.979 kematian, dan 41.958 orang yang dinyatakan sembuh. Sebanyak 61 negara juga telah mengonfirmasi kasus virus corona COVID-19.

Dinkes DKI Sebut 115 Orang Dipantau Terkait Corona, Ternyata Ini Maksudnya

Lagi-lagi kegaduhan muncul karena penggunaan istilah teknis terkait penanganan virus corona. Setelah sebelumnya heboh dengan 136 pasien 'dalam pengawasan' yang ternyata artinya tak lain adalah 'suspek', kini muncul lagi istilah 'dalam pemantauan'.
Gubernur DKI Anies Baswedan menyebut ada 115 warga 'dalam pemantauan' terkait virus corona. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI, Dwi Oktavia, mengatakan 115 orang tersebut tidak dirawat di rumah sakit.

Istilah apa lagi sih ini?
Dikutip dari Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV), 'orang dalam pemantauan' didefinisikan sebagai:

Seseorang yang mengalami gejala demam/riwayat demam tanpa pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke China atau wilayah/negara yang terjangkit, dalam waktu 14 hari DAN TIDAK memiliki satu atau lebih riwayat paparan (Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi 2019-nCoV; Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien konfirmasi 2019-nCoV di China atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit), memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah teridentifikasi) di China atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit).

Dibandingkan orang 'dalam pengawasan' alias 'suspek', orang dalam pemantauan punya kesamaan:
1. Sama-sama mengalami demam atau riwayat demam
2. Sama-sama mengalami batuk/pilek/nyeri tenggorokan
3. Sama-sama memiliki riwayat perjalanan ke China atau wilayah/negara yang terjangkit dalam 14 hari sebelum muncul gejala
https://cinemamovie28.com/director/abdellatif-kechiche/