Sabtu, 29 Agustus 2020

Termakan Hoax, Pria Bakar Tiang Pemancar 5G Dihukum 3 Tahun Penjara

 Memiliki kekhawatiran di tengah pandemi Corona saat ini adalah hal yang wajar. Namun jangan sampai kepanikan dan kekhawatiran tersebut membuatmu mudah tertipu dan dipengaruhi oleh informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya. Pastikan bahwa kamu sudah mengecek informasi tersebut terlebih dahulu sebelum mempercayainya, jangan sampai seperti pria yang satu ini.
Seperti dikutip dari Daily Star, seorang pria bernama Michael Whitty dikabarkan membakar tiang sinyal pemancar telepon setelah dirinya mempercayai teori virus Corona yang salah. Pria berusia 47 tahun itu sebelumnya telah membaca teori mengenai virus Corona dan 5G, lalu pada tanggal 5 April memutuskan untuk membakar tiang telekomunikasi Vodafone.

Kabarnya, Whitty melakukan aksinya itu bersama dua orang pria lainnya. Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan seorang supir pengiriman barang, dia tidak melihat kapan api di dekat tiang Vodafone tersebut mulai menyala. Namun dia sudah mampu memadamkannya sebelum pemadam kebakaran datang ke lokasi kejadian.

Liverpool Echo melaporkan bahwa polisi menemukan sepasang sarung tangan yang terbakar di tempat kejadian. Setelah diperiksa, ditemukan 3 DNA dari pelaku, yang salah satunya adalah DNA Whitty. Lalu pada 17 April 2020, polisi memperoleh surat perintah penangkapan Whitty dan penggeledahan rumahnya.

Penyelidik menemukan pemantik api di dalam rumah Whitty dan kemudian menyita ponselnya. Dari data dan informasi dalam ponselnya tersebut diketahui bahwa Whitty sedang meneliti teori konspirasi COVID-19. Polisi juga menemukan bukti bahwa Whitty telah menghabiskan banyak waktunya hanya untuk meneliti teknologi 5G dan mendiskusikannya dengan orang lain melalui pesan teks online. Selain itu, video dan gambar tiang pemancar sinyal telepon yang berada di sekitar Liverpool juga ditemukan di dalam ponsel Whitty.

Saat ini, Whitty sudah mengakui kesalahannya karena telah membakar tiang pemancar telepon milik Vodafone. Akibat dari perbuatannya itu, Whitty terpaksa harus menjalani hukuman penjara selama 3 tahun. Namun tak hanya Whitty, para pengguna Vodafone juga harus menghadapi sinyal buruk di teleponnya selama 11 hari.

Jadwal dan Sinopsis Bioskop Trans TV 9 Juni: Eagle Eye dan Entourage

Film Eagle Eye dan Entourage akan menemani pemirsa Bioskop Trans TV malam ini, Selasa (9/6/2020). Eagle Eye tayang pukul 21.30 WIB, lalu dilanjutkan dengan Entourage pada pukul 23.30 WIB.

Sinopsis Eagle Eye

Eagle Eye menampilkan Shia LaBeouf dan Michelle Monaghan sebagai bintang utamanya. Aktor senior Billy Bob Thornton dan aktris Rosario Dawson juga terlibat di film keluaran 2008 ini.

Eagle Eye merupakan film bergenre action-thriller, garapan sutradara D.J. Caruso. Sebelumnya, D.J. Caruso pernah menyutradarai film Disturbia (2007), yang juga dibintangi oleh Shia.

Di Eagle Eye, Shia LaBeouf berperan sebagai Jerry Shaw yang sedang berduka sepeninggalan saudara kembarnya. Di saat yang bersamaan, Jerry juga sedang bergumul dengan permasalahan finansial.

Belum sembuh dari kesedihan, Jerry tiba-tiba dikejutkan dengan telepon misterius yang menginstruksikannya lari dari pengejaran FBI.

Pelarian tersebut lantas mempertemukan Jerry dengan Rachel Holloman yang diperankan oleh Michelle Monaghan. Rachel rupanya juga menerima telepon misterius.

Film berdurasi 118 menit penuh dengan aksi yang mendebarkan. Seperti dilansir dari IMDb, hampir 80 persen adegan yang menantang maut tersebut dilakukan oleh Shia dan Michelle sendiri tanpa bantuan stuntman.
https://kamumovie28.com/pretty-girl-in-ward-office-2/

Saat Orangtua Cerai karena Selingkuh, Ini yang Bisa Bikin Anak Trauma

 Perselingkuhan bisa berdampak fatal pada sebuah pernikahan. Biasanya perceraian yang menjadi pilihan ketika salah satu pasangan berselingkuh. Jika perceraian jadi pilihan, anak-anak pun ikut terkena efeknya. Mereka akan kehilangan keluarga yang utuh. Belum lagi jika anak tersebut ikut melihat perselingkuhan orangtuanya.

Apa dampak perselingkuhan orangtua pada anak-anak? Benarkah anak yang melihat orangtuanya selingkuh bisa trauma?

Menurut psikolog Meity Arianty, STP., M. Psi, setiap anak memiliki konsep yang berbeda tentang selingkuh. Konsep ini tergantung dari usia dan kematangan berpikir dari anak tersebut.

Beberapa anak ada yang tidak memahami konsep selingkuh. Mereka tidak dapat membedakan secara jelas perselingkuhan orangtuanya tersebut. Jika ini yang terjadi pada anak maka perselingkuhan orangtua itu belum tentu berimbas pada kondisi psikologisnya.

"Namun jika anak memahami konsep selingkuh maka tentu akan berimbas pada kondisi psikologisnya," ujar Mei saat dihubungi oleh Wolipop, Senin (8/6/2020).

Apapun kondisinya, orangtua yang berselingkuh dan kemudian bercerai tidak boleh menganggap remeh dampak perilaku buruk mereka itu pada perkembangan sang anak. Anak bisa trauma, namun efek ini kata Meity juga tergantung beberapa faktor.

"Jadi tergantung beberapa hal, misalnya dilihat dari kondisi anak tersebut, beberapa anak yang mengalami trauma tergantung besar kecilnya kejadian, benturan atau permasalahan yang terjadi saat itu yang membuatnya shock. Beberapa penelitian menyebutkan faktor risiko yang membuat seseorang mengalami trauma," jelasnya.

Meity pun menjabarkan beberapa faktor risiko yang menyebabkan anak mengalami trauma, karena perselingkuhan kedua orangtuanya :

1. Pernah mengalami peristiwa berbahaya yang membuatnya trauma.
2. Merasa tidak berdaya, ketakutan yang ekstrim terhadap sesuatu.
3. Mengalami kejadian yang beruntun. Setelah mengalami kejadian yang menyedihkan misalnya kehilangan orang yang dicintai kemudian kehilangan pekerjaan atau tidak memiliki tempat tinggal.
4. Dan beberapa faktor lainnya.

Namun Mei menambahkan soal trauma ini juga ada hal yang harus di garis bawahi. Menurutnya setiap orang yang mengalami kejadian yang tidak serta merta bisa trauma. Hal itu karena beberapa orang ada yang memiliki resiliensi tinggi atau kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.

"Maka ia mampu mempertahankan stabilitas psikologis dalam menghadapi stresnya. Ini berbeda dengan orang yang memiliki resiliensi yang rendah. Kemudian ada orang yang memiliki strategi coping yang baik dimana ia dapat membantu dirinya untuk mengatasi atau mengendalikan situasi yang alami sebagai sesuatu yang harus ia hadapi dengan bijaksana," tuturnya.

Selain itu, menurut Mei, ada faktor eksternal lainnya yang juga bisa membantu anak mengatasi traumanya, Misalnya dukungan sosial untuk anak tersebut.

"Apakah anak-anak memiliki orang-orang yang mencintai dan mendukungnya atau anak merasa kesepian sehingga anak lebih stres dan merasa tertekan sendirian. Karena orang-orang yang memiliki social support akan merasa nyaman secara fisik dan psikologis sehingga akan mudah bangkit dan bertahan menghadapi permasalahannya," tambahnya.
https://kamumovie28.com/rembulan-tenggelam-di-wajahmu/