Selasa, 17 November 2020

Efektivitas Diklaim 90 Persen, Ini Bedanya Teknologi Vaksin COVID-19 Pfizer

  Vaksin Corona Pfizer diklaim memiliki efektivitas hingga 90 persen untuk mencegah COVID-19. Vaksin ini diketahui memiliki teknologi yang berbeda dibandingkan dengan vaksin lain.

Menurut pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo, vaksin Corona Pfizer ini memiliki teknologi rekayasa genetika yang bertujuan melihat genom RNA virus. Hal ini dimaksud untuk memungkinkan virus nantinya menyalin protein spike virus Corona, bagian terpenting.


"Nah nanti yang diberikan ke manusia itu sebetulnya mRNA dari spike, sehingga nanti itu saat masuk ke sel manusia itu, sel manusia itu sendiri kan nggak tahu ini tuh mRNA dari spike atau sel manusia, yang penting ada mRNA kan," jelasnya saat dihubungi detikcom Selasa (11/11/2020).


"Nah mereka langsung proses, akhirnya sel itu bisa memproduksi protein spike, nah ketika diproduksi akhirnya itu bisa menyalakan respons imun, atau antibodinya," lanjutnya.


Menurut Ahmad, hal inilah yang membuat proses pengembangan vaksin Corona dengan teknologi mRNA memakan waktu singkat. Ilmuwan hanya perlu membaca sequence genom terlebih dulu dan 3 minggu berselang bisa menghasilkan bahan genetik yang nantinya disuntikkan.


"Spike yang mana yang ternyata akan menimbulkan menjadi protein spike, karena protein spikenya adalah inti, yang diperlukan virus untuk masuk ke manusia," jelasnya.


Apa bedanya dengan vaksin Corona Sinovac?

Ahmad menjelaskan proses pengembangan vaksin Corona Sinovac menggunakan platform inactivated virus. Tahapan proses pembuatannya dimulai dengan memiliki jenis virusnya terlebih dahulu, dengan cara dikultur dalam laboratorium.


Ia menjelaskan virus yang disuntikkan ke manusia itu utuh yang dirusak atau dimatikan secara genetik dengan bahan kimia, suhu panas atau radiasi.


"Kalau kita lihat membangun vaksin itu kita harus punya virus benerannya dulu kan, kita isolasi, itu nanti kita kultur, kita perbanyak di laboratorium, itu full virusnya, nah cuma kalau misalnya sebelum diinjeksikan bahaya kalau full virus," sebutnya.


"Makanya kita beri zat kimia supaya materi genetik di virus itu rusak, karena tujuan dari vaksin itu kan menambahkan injeksi materi protein sebetulnya yang juga dikenal dengan sistem imun," pungkasnya.

https://cinemamovie28.com/movies/stepmom/


Obsesi Ingin Kurus Berujung Fatal, Nyaris Tewas akibat 'Diabulimia'


Bagi sebagian orang, diet bukanlah menjadi hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Selain harus disiplin dan konsisten, seseorang juga perlu untuk mempertimbangkan kondisi kesehatan sebelum melakukan diet.

Salah satu kondisi yang perlu dipertimbangkan ketika diet adalah diabetes. Hal inilah yang dialami oleh wanita asal Inggris bernama Amber Dumbill.


Dikutip dari laman Daily Mail, Amber merupakan seorang penari balet yang memiliki kondisi dengan diabetes tipe 1. Hal ini menyebabkannya harus rajin melakukan suntik insulin.


Amber sendiri sebenarnya tidak benar-benar gemuk. Ukuran baju terbesarnya adalah size M selama bersekolah.


Namun sayangnya Amber sering kehilangan rasa percaya diri karena harus memakai baju ketat ketika menari balet. Amber pun juga kerap membandingkan tubuhnya dengan penari lain yang memiliki tubuh yang langsing.


Hal ini pun mendorong Amber untuk berbuat nekat. Demi mengurangi berat badan di tubuhnya, Amber dengan sengaja mengurangi dosis insulin bahkan hingga berhenti.

https://cinemamovie28.com/movies/sleepless-beauty/


Kematian Relawan Vaksin COVID-19 Sinovac di Brasil Disebut Bunuh Diri

 Otoritas kesehatan Brasil, Anvisa, saat ini dilaporkan menangguhkan uji klinis vaksin COVID-19 Sinovac di San Paulo, Brasil. Alasan pemberhentian disebut adanya dugaan efek samping serius yang ditimbulkan vaksin COVID-19 buatan China tersebut.

Dikutip dari Reuters, pemerintah San Paulo, tempat uji klinis dilakukan, menyebut kematian relawan vaksin Sinovac merupakan kasus bunuh diri dan saat ini tengah diselidiki. Laporan polisi tentang insiden itu dilihat langsung oleh Reuters.


Penangguhan tersebut semakin meningkatkan ketegangan antara Presiden Brasil Jail Bolsonaro dan Gubernur San Paulo Joao Doria, yang telah menggantungkan ambisi politiknya pada vaksin China yang ia rencanakan untuk diluncurkan di negara bagiannya pada awal Januari, dengan atau tanpa bantuan federal.


Anvisa mengatakan akan terus melakukan penangguhan dan tidak memberikan indikasi berapa lama itu akan berlangsung. Anvisa menegaskan keputusan tersebut tidak terkait politik namun murni masalah teknis.


Menteri Kesehatan San Paulo, Jean Gorinchteyn, mengatakan kematian relawan tidak berhubungan dengan vaksin COVID-19 Sinovac.


"Kami memiliki peristiwa eksternal yang membuat regulator diberitahu. Vaksin ini aman,"kata Gorinchteyn.


Meski demikian pihak Anvisa mengatakan, informasi awal yang mereka terima tidak menyebutkan bahwa kematian relawan adalah kasus bunuh diri.


"Kami tidak punya pilihan selain menangguhkan uji klinis mengingat kejadian tersebut," kata kepala Anvisa, Antônio Barra Torres.


Sementara itu Dimas Covas, kepala lembaga penelitian medis Sao Paulo, Butantan, yang melakukan uji coba Sinovac, mengatakan vaksin itu tidak menunjukkan efek samping yang serius.

https://cinemamovie28.com/movies/sleepless/


Efektivitas Diklaim 90 Persen, Ini Bedanya Teknologi Vaksin COVID-19 Pfizer


 Vaksin Corona Pfizer diklaim memiliki efektivitas hingga 90 persen untuk mencegah COVID-19. Vaksin ini diketahui memiliki teknologi yang berbeda dibandingkan dengan vaksin lain.

Menurut pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo, vaksin Corona Pfizer ini memiliki teknologi rekayasa genetika yang bertujuan melihat genom RNA virus. Hal ini dimaksud untuk memungkinkan virus nantinya menyalin protein spike virus Corona, bagian terpenting.


"Nah nanti yang diberikan ke manusia itu sebetulnya mRNA dari spike, sehingga nanti itu saat masuk ke sel manusia itu, sel manusia itu sendiri kan nggak tahu ini tuh mRNA dari spike atau sel manusia, yang penting ada mRNA kan," jelasnya saat dihubungi detikcom Selasa (11/11/2020).


"Nah mereka langsung proses, akhirnya sel itu bisa memproduksi protein spike, nah ketika diproduksi akhirnya itu bisa menyalakan respons imun, atau antibodinya," lanjutnya.


Menurut Ahmad, hal inilah yang membuat proses pengembangan vaksin Corona dengan teknologi mRNA memakan waktu singkat. Ilmuwan hanya perlu membaca sequence genom terlebih dulu dan 3 minggu berselang bisa menghasilkan bahan genetik yang nantinya disuntikkan.


"Spike yang mana yang ternyata akan menimbulkan menjadi protein spike, karena protein spikenya adalah inti, yang diperlukan virus untuk masuk ke manusia," jelasnya.


Apa bedanya dengan vaksin Corona Sinovac?

Ahmad menjelaskan proses pengembangan vaksin Corona Sinovac menggunakan platform inactivated virus. Tahapan proses pembuatannya dimulai dengan memiliki jenis virusnya terlebih dahulu, dengan cara dikultur dalam laboratorium.


Ia menjelaskan virus yang disuntikkan ke manusia itu utuh yang dirusak atau dimatikan secara genetik dengan bahan kimia, suhu panas atau radiasi.


"Kalau kita lihat membangun vaksin itu kita harus punya virus benerannya dulu kan, kita isolasi, itu nanti kita kultur, kita perbanyak di laboratorium, itu full virusnya, nah cuma kalau misalnya sebelum diinjeksikan bahaya kalau full virus," sebutnya.


"Makanya kita beri zat kimia supaya materi genetik di virus itu rusak, karena tujuan dari vaksin itu kan menambahkan injeksi materi protein sebetulnya yang juga dikenal dengan sistem imun," pungkasnya.

https://cinemamovie28.com/movies/sleeping-beauty/