- Vaksin Nusantara besutan Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dibahas dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR menuai sejumlah komentar. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang sudah mengkaji hasil uji vaksin di tahap pertama tak langsung memberikan izin ke fase kedua lantaran penelitian dinilai tak sesuai kaidah klinis pembuatan vaksin.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini," ungkap Kepala BPOM Penny K Lukito dalam raker DPR Komisi IX Rabu (10/3/2021).
Meski begitu, Penny menyebut akan ada pembahasan lebih lanjut di 16 Maret mendatang. Direncanakan, akan ada hearing bersama para pihak peneliti untuk beberapa catatan dalam uji klinis tahap pertama vaksin Nusantara.
Menanggapi beberapa catatan dari BPOM dalam diskusi bersama Komisi IX DPR, peneliti utama vaksin Nusantara Djoko Wibisono mengaku tak masalah jika akhirnya vaksin Nusantara tak bisa melanjutkan uji klinis vaksin ke tahap kedua.
"Jadi kami sekarang hanya menunggu PPUK uji klinis fase II. Kalau itu bermanfaat kami lanjutkan, tapi kalau itu tidak bermanfaat, kami peneliti tidak ada pretensi apa-apa. Kami jujur, kalau tidak bermanfaat ya disetop kami legowo," jelas Djoko dalam kesempatan yang sama.
Pihak BPOM sempat dituding tak adil karena dinilai komisi IX DPR tak memberikan kesempatan bagi pengembangan vaksin Nusantara. Namun, Penny kembali menegaskan, tak ada kepentingan apapun dalam hal tersebut.
"BPOM akan transparan, kami tidak memiliki kepentingan untuk menutupi apapun. Tapi ini merupakan sebuah proses yang berbasis scientific," tegas Penny.
https://tendabiru21.net/movies/sexual-play/
63,5 Persen Penyintas di RI Alami Long COVID, Siapa Paling Rentan Kena?
Studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Persahabatan mengungkap 63,5 persen pasien dan penyintas COVID-19 di Indonesia mengalami Long COVID. Kondisi ini membuat pasien Corona mengeluhkan gejala COVID-19 terus-menerus meski sudah sembuh.
"Hasil awal penelitian kami menunjukkan sebanyak 63,5 persen dari seluruh populasi yang kita survei ternyata memiliki gejala yang menetap atau long COVID," jelas dr Agus Dwi Susanto Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dikutip dari ABC Indonesia.
Riset dilakukan sejak Desember 2020 hingga Januari 2021. Dari 463 orang pasien sembuh yang disurvei, paling banyak mengeluhkan gejala COVID-19 kelelahan hingga fatigue yaitu 30,24 persen.
Beberapa keluhan lain yang dilaporkan termasuk batuk, nyeri otot, sakit kepala, gangguan tidur, hingga sesak napas.
Namun, apa sih faktor risiko Long COVID? Siapa yang paling mungkin terkena dan mengalami Long COVID dalam waktu yang lebih lama?
Berikut 6 faktor risiko Long COVID menurut dr Agus berdasarkan sejumlah riset internasional dan studi yang tengah dievaluasi para pakar di Indonesia.
1. Lamanya dirawat
Orang yang memiliki perawatan lebih lama akibat COVID-19 berisiko tinggi mengidap Long COVID. Bahkan, dr Agus menjelaskan Long COVID yang dikeluhkan juga bisa lebih lama.
2. Gejala COVID-19 selama terpapar
COVID-19 tak membuat semua orang yang terpapar lantas kritis, beberapa dari mereka yang memiliki imunitas kuat tak mengeluhkan gejala Corona apapun. Gejala yang dialami selama terpapar juga disebut dr Agus menjadi penentu apakah penyintas Corona bisa mengalami Long COVID.
"Yang kedua berat nya penyakit COVID-19 yang diderita, COVID-19 itu kan mulai dari tanpa gejala, ringan, sedang, berat, kalau dia derajatnya semakin berat semakin kritis Long COVID-nya juga semakin banyak dan semakin lama," beber dr Agus kepada detikcom, ditulis Kamis (11/3/2021).
https://tendabiru21.net/movies/a-beach-with-a-view-two-women/