Kamis, 11 Maret 2021

Hitler Termasuk, Tokoh-tokoh Ini Diduga Idap Hipospadia Seperti Serda Aprilia

  Aprilia Manganang mengidap hipospadia. Kondisi ini membuat lubang uretra seseorang tak berada di ujung penis sehingga beberapa di antaranya sulit buang air kecil dengan posisi berdiri.

Berdasarkan catatan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), satu dari setiap 200 bayi lahir dengan kondisi hipospadia di Amerika Serikat. Sejumlah penelitian juga sempat dilakukan di Indonesia, salah satunya di Universitas Padjajaran.


Dalam jurnal yang dimuat 2018 silam, ada 147 pasien terdiagnosis hipospadia diteliti para ahli, dari catatan rekam medis sejak 2015 di RS Hasan Sadikin Bandung. Dirangkum dari berbagai sumber, ini orang-orang yang pernah dikaitkan dengan riwayat hipospadia.

https://tendabiru21.net/movies/the-return-of-the-prodigal-parrot/


1. Dave Burd dikenal 'Lil Dicky'

Rapper Amerika Dave Burd atau 'Lil Dicky' cukup terkenal dengan guyonan atau lelucon yang kerap dilontarkan dirinya soal penis kecil. Lelucon soal penis juga ada dalam lirik lagu 'Ex-Boyfriend' milik Dave sukes ditonton hingga 1 juta orang dalam satu hari di YouTube.


Belakangan terungkap, lelucon atau guyonan soal penis kecil yang selalu ia lontarkan dan dikaitkan dalam lagunya, berasal dari pengalaman sendiri ketika mengidap hipospadia.


"Saya tahu ini akan terdengar sangat tidak masuk akal. Ketika saya lahir, saya keluar dari rahim dengan kondisi uretra yang 'kusut'. Jadi segera mereka harus masuk dan melakukan semua jenis operasi untuk itu. Akibatnya, ada banyak bekas luka di bawah sana," kata Dave dalam sebuah wawancara, dikutip dari The Guardian.


Dave menjalani banyak operasi, dan salah satu operasi tak sengaja membuat lubang kedua di sekitar penisnya. Akibatnya, Dave mengaku harus menutupi lubang kedua dengan jarinya ketika buang air kecil.


Karena kalau tidak, ia seperti memiliki dua aliran yang mengalir ke dua arah berbeda.


2. Hitler

Dugaan Hitler memiliki penis kecil juga sempat menjadi sorotan. Faktanya, tinjauan medis yang dimuat dalam buku 'Hitler's Last Day: Minute by Minute' 2015 lalu, mengatakan Hitler sebenarnya mengidap hipospadia.


"Kondisi itu mungkin telah membuatnya menderita mikropenis, dan kemungkinan membuatnya sulit saat buang air kecil," jelas para sejarawan, dikutip dari Live Science.


dr Andrew Kramer, seorang profesor urologi di Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, menjelaskan mengapa kondisi hipospadia dan mikropenis terkadang terjadi bersamaan.


"Biasanya, saat janin laki-laki berkembang di dalam rahim, sel-sel yang membentuk uretra (saluran yang membawa urin dan air mani keluar dari tubuh laki-laki) bermigrasi dari dalam perut menuju apa yang pada akhirnya akan menjadi penis," kata Kramer.


"Testosteron mendorong migrasi," kata Kramer kepada Live Science.


Menurutnya, jika tidak ada cukup testosteron selama perkembangan, titik akhir uretra mungkin tidak berpindah sampai ke ujung penis. Sebaliknya, itu mungkin berkembang di tengah batang, atau di pangkal penis.


"Seorang pria dengan kondisi ini mungkin harus buang air kecil sambil duduk," lanjut Kramer.

https://tendabiru21.net/movies/the-return-of-the-soldier/

63,5 Persen Penyintas di RI Alami Long COVID, Siapa Paling Rentan Kena?

 Studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Persahabatan mengungkap 63,5 persen pasien dan penyintas COVID-19 di Indonesia mengalami Long COVID. Kondisi ini membuat pasien Corona mengeluhkan gejala COVID-19 terus-menerus meski sudah sembuh.

"Hasil awal penelitian kami menunjukkan sebanyak 63,5 persen dari seluruh populasi yang kita survei ternyata memiliki gejala yang menetap atau long COVID," jelas dr Agus Dwi Susanto Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dikutip dari ABC Indonesia.


Riset dilakukan sejak Desember 2020 hingga Januari 2021. Dari 463 orang pasien sembuh yang disurvei, paling banyak mengeluhkan gejala COVID-19 kelelahan hingga fatigue yaitu 30,24 persen.


Beberapa keluhan lain yang dilaporkan termasuk batuk, nyeri otot, sakit kepala, gangguan tidur, hingga sesak napas.


Namun, apa sih faktor risiko Long COVID? Siapa yang paling mungkin terkena dan mengalami Long COVID dalam waktu yang lebih lama?


Berikut 6 faktor risiko Long COVID menurut dr Agus berdasarkan sejumlah riset internasional dan studi yang tengah dievaluasi para pakar di Indonesia.

https://tendabiru21.net/movies/college-girls-secret-job/


1. Lamanya dirawat

Orang yang memiliki perawatan lebih lama akibat COVID-19 berisiko tinggi mengidap Long COVID. Bahkan, dr Agus menjelaskan Long COVID yang dikeluhkan juga bisa lebih lama.


2. Gejala COVID-19 selama terpapar

COVID-19 tak membuat semua orang yang terpapar lantas kritis, beberapa dari mereka yang memiliki imunitas kuat tak mengeluhkan gejala Corona apapun. Gejala yang dialami selama terpapar juga disebut dr Agus menjadi penentu apakah penyintas Corona bisa mengalami Long COVID.


"Yang kedua berat nya penyakit COVID-19 yang diderita, COVID-19 itu kan mulai dari tanpa gejala, ringan, sedang, berat, kalau dia derajatnya semakin berat semakin kritis Long COVID-nya juga semakin banyak dan semakin lama," beber dr Agus kepada detikcom, ditulis Kamis (11/3/2021).


3. Komorbid

Hati-hati bagi yang memiliki komorbid, menurut riset yang ada sejauh ini, komorbid juga memiliki risiko tinggi terkena Long COVID.


"Menyangkut komorbid, jadi orang-orang yang punya COVID-19 dan komorbid cenderung memiliki risiko Long COVID yang muncul," kata dr Agus.


4. Terapi oksigen

Kondisi kritis akibat COVID-19 bisanya membutuhkan penggunaan oksigen atau terapi oksigen. dr Agus menjelaskan penyintas Corona yang sebelumnya memakai terapi ini juga cenderung lebih tinggi risikonya terkena Long COVID.


"Jadi orang-orang yang dirawat, yang cenderung memiliki oksigenasi selama perawatan, kalau dia dirawat menggunakan terapi oksigen itu cenderung memiliki Long COVID dibanding dia dirawat atau isolasi mandiri tidak memakai oksigen," tuturnya.


Tak hanya kondisi kritis saat terpapar COVID-19 hingga riwayat komorbid yang jadi penentu seseorang berisiko Long COVID, simak dua hal lainnya di halaman berikutnya.


5. Radang paru atau pneumonia

Faktor risiko lainnya yaitu radang paru atau pneumonia. Pasien COVID-19 yang memiliki kondisi ini harus mulai waspada jika ada gejala Corona yang dirasa tak kunjung membaik selama berbulan-bulan.


"Kalau pasien COVID-19 itu disertai dengan radang paru atau pneumonia, atau faktor risiko, jadi kalau dia kena COVID-19 terus ada pneumonia maka itu termasuk faktor risiko Long COVID yang lebih sering muncul," lanjut dr Agus.


6. Kebiasaan merokok

Beberapa studi menunjukkan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terpapar Long COVID lebih tinggi.


"Jadi orang-orang yang memiliki riwayat merokok kecenderungan Long COVID-nya lebih tinggi dibanding tidak merokok," pungkasnya.

https://tendabiru21.net/movies/mother-and-daughter/