Sabtu, 01 Mei 2021

Komnas KIPI Angkat Bicara soal Guru Susan Lumpuh Usai Vaksinasi

 Beberapa waktu lalu seorang guru honorer di SMAN 1 Cisolok, Kabupaten Sukabumi mengalami kelumpuhan dan gangguan penglihatan usai vaksin COVID-19 tahap dua.

Kelompok Kerja (Pokja) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kabupaten Sukabumi angkat bicara terkait kasus yang menimpa guru tersebut. Disebutkan, Pokja KIPI masih menelusuri mendalam berkaitan hal-hal dialami guru Susan.


Lalu bagaimana hasilnya?

Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof Hindra Irawan Satari menyebut bahwa kondisi yang dialami oleh guru yang bersangkutan masih dalam kajian.


"Itu penyakit syaraf yang gejalanya diantaranya kelumpuhan, biasanya pencetusnya infeksi dan biasanya sembuh. Jadi yang bersangkutan ini kayaknya gitu juga, jadi sekarang sudah perbaikan sudah pulang," tutur Prof Hindra, saat dihubungi detikcom Sabtu (1/5/2021).


"Jadi kita belum cukup bukti untuk mengaitkan imunisasi dengan yang yang bersangkutan," tambah Prof Hindra.


Selain itu, Prof Hindra mengatakan bahwa perlu beberapa bukti untuk menyatakan ada keterkaitan antara gejala yang dialami dengan vaksinasi yang sudah diberikan.


Apakah ada yang mengalami kondisi serupa sebelumnya?

"Dosisnya sudah belasan juta ya disuntikkan, belum ada sampai saat ini , dan ini juga kejadian sangat langka. Apalagi kasus pembekuan darah di Indonesia masih belum ada sampai saat sekarang ini," pungkas Prof Hindra.


Saat ini Kompas KIPI tetap terus memantau kondisi dari guru tersebut untuk dikaji dan dipelajari, karena surveillance berkesinambungan.

https://tendabiru21.net/movies/denial-3/


Kondisi Tragis COVID-19 di India, Masjid-Bajaj Jadi Bangsal Corona


India mengalami ledakan kasus COVID-19 yang semakin parah setiap harinya. Terbatasnya ketersediaan daya tampung di rumah sakit mengharuskan banyak pasien harus menjalani perawatan di masjid dan bajaj.

Bahkan, per Sabtu (1/5/2021), India telah mencatat sebanyak 401.993 ribu kasus baru di tengah berjalannya proses vaksinasi massal, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters. Jumlah korban yang terinfeksi sebenarnya diperkirakan 10 kali lebih banyak daripada yang dilaporkan.


"Kami memperkirakan bahwa masalahnya 10 kali lebih buruk di tempat-tempat seperti Maharashtra daripada angka resmi, berdasarkan apa yang kami dengar," ujar Dr Amita Gupta, profesor kedokteran dalam kesehatan internasional di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg.


Masjid dan bajaj beralih fungsi menjadi bangsal COVID-19


Jumlah kasus yang terus meningkat di India membuat banyak pasien tidak mendapatkan tempat tidur dan oksigen medis di rumah sakit. Akibatnya, sejumlah tempat seperti masjid dan bajaj dimanfaatkan sebagai tempat untuk merawat para pasien.


Salah satu masjid yang kini berubah menjadi bangsal Corona adalah masjid yang terletak di Jahangirpura, negara bagian barat kota Vadodara Gujarat. Kini masjid tersebut berubah menjadi fasilitas RS untuk merawat pasien kritis dengan kapasitas sebanyak 50 tempat tidur.


"Situasi COVID-19 di kota tidak baik dan orang-orang tidak mendapatkan tempat tidur di rumah sakit, jadi kami memutuskan untuk membuka fasilitas untuk memberikan bantuan kepada orang-orang," kata Irfan Sheikh, pengawas masjid, kepada Arab News.


Menurutnya, setelah fasilitas tersebut dibuka, semua tempat tidur yang tersedia langsung penuh hanya dalam beberapa hari.


Di sisi lain, pemerintah India juga terpaksa menyediakan bajaj untuk menampung pasien positif COVID-19 lantaran fasilitas ambulans telah tidak tersedia, sebelum akhirnya mereka bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit.

https://tendabiru21.net/movies/denial-2/

Dancing Plague, Wabah Misterius yang Bikin Orang Menari Hingga Tewas

 Dancing plague atau wabah menari merupakan wabah yang terjadi pada Juli 1518 di Strasbourg, Prancis. Wabah misterius ini telah menyebabkan ratusan orang yang terinfeksi menari tanpa henti sepanjang musim panas.

Peristiwa tersebut dimulai ketika seorang wanita bernama Frau Trofetta menari di tengah banyak orang yang menontonnya. Tariannya tersebut berlangsung hingga enam hari kemudian tanpa henti, sampai sejumlah orang ikut menari bersama.


Mengutip RD News Now, pada Agustus 1518, korban wabah menari ini telah berjumlah 400 orang. Para dokter setempat dibuat kebingungan oleh wabah yang menyerang daerah tersebut. Namun, dokter menyatakan bahwa wabah tersebut muncul akibat darah yang terlalu panas di otak.


Para dokter dan pemerintah setempat pun setuju bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi wabah tersebut adalah dengan terus menari. Bahkan, dikutip dari The Guardian, pemerintah setempat menyediakan panggung khusus mereka yang terinfeksi wabah menari beserta alat musik untuk mengiringi tariannya.


Akibat tarian yang tak ada ujungnya itu, para penari mulai pingsan karena kelelahan. Tak sedikit yang menari hingga meninggal lantaran terkena stroke dan serangan jantung saat menari. Setiap harinya, sebanyak 15 orang dilaporkan meninggal dunia karena gerakan konstan tanpa henti.


Setelah beberapa saat menyadari bahwa terus menari tak akan menghentikan wabah tersebut, pemerintah setempat akhirnya mencari jawaban lain. Mereka percaya bahwa wabah menari muncul sebagai kutukan ke masyarakat di kota tersebut.


Pada bulan September, dance plague atau wabah menari akhirnya berhenti menyebar dan orang-orang kembali ke kehidupan normal. Ternyata, peristiwa serupa tidak hanya terjadi di Prancis.


Faktanya, setidaknya sebanyak 10 wabah menari pernah terjadi di dunia. Hingga saat ini, tidak diketahui apa yang menyebabkan mengapa fenomena wabah menari bisa terjadi.


Namun, beberapa teori yang dipercaya adalah wabah menari muncul karena wabah psikologis yang disebabkan oleh stres akibat penyakit dan kelaparan yang melanda daerah tersebut pada saat itu dan karena konsumsi jamur beracun yang menyebabkan halusinasi dan kejang.

https://tendabiru21.net/movies/denial/


Komnas KIPI Angkat Bicara soal Guru Susan Lumpuh Usai Vaksinasi


Beberapa waktu lalu seorang guru honorer di SMAN 1 Cisolok, Kabupaten Sukabumi mengalami kelumpuhan dan gangguan penglihatan usai vaksin COVID-19 tahap dua.

Kelompok Kerja (Pokja) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kabupaten Sukabumi angkat bicara terkait kasus yang menimpa guru tersebut. Disebutkan, Pokja KIPI masih menelusuri mendalam berkaitan hal-hal dialami guru Susan.


Lalu bagaimana hasilnya?

Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof Hindra Irawan Satari menyebut bahwa kondisi yang dialami oleh guru yang bersangkutan masih dalam kajian.


"Itu penyakit syaraf yang gejalanya diantaranya kelumpuhan, biasanya pencetusnya infeksi dan biasanya sembuh. Jadi yang bersangkutan ini kayaknya gitu juga, jadi sekarang sudah perbaikan sudah pulang," tutur Prof Hindra, saat dihubungi detikcom Sabtu (1/5/2021).


"Jadi kita belum cukup bukti untuk mengaitkan imunisasi dengan yang yang bersangkutan," tambah Prof Hindra.


Selain itu, Prof Hindra mengatakan bahwa perlu beberapa bukti untuk menyatakan ada keterkaitan antara gejala yang dialami dengan vaksinasi yang sudah diberikan.


Apakah ada yang mengalami kondisi serupa sebelumnya?

"Dosisnya sudah belasan juta ya disuntikkan, belum ada sampai saat ini , dan ini juga kejadian sangat langka. Apalagi kasus pembekuan darah di Indonesia masih belum ada sampai saat sekarang ini," pungkas Prof Hindra.


Saat ini Kompas KIPI tetap terus memantau kondisi dari guru tersebut untuk dikaji dan dipelajari, karena surveillance berkesinambungan.

https://tendabiru21.net/movies/the-devil-has-a-name/