Ahli Virologi, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika menyebutkan efektivitas vaksinasi di beberapa negara terbukti cukup berhasil mengendalikan pandemi COVID-19. Menurutnya, terkendalinya pandemi di beberapa negara ini juga sejalan dengan cakupan vaksinasi yang sudah cukup luas.
"Di Inggris yang cakupan vaksinasinya di atas 50% dan Amerika di atas 40%, kasus COVID-19 sudah turun dengan angka yang luar biasa. Awal Januari 2021, kasus di Inggris hingga 70.000, sekarang hanya 2.000-3.000 kasus per hari," terang Prof. Mahardika dalam keterangan tertulis, Kamis (3/6/2021).
"Berkaca pada vaksinasi bagi tenaga kesehatan di Indonesia yang cakupannya sudah mendekati 100% untuk dosis kedua, kasus COVID-19 telah jauh menurun dibandingkan dengan sebelum vaksinasi," imbuhnya.
Ia menilai pandemi akan dapat segera diakhiri dengan vaksinasi, tentunya dengan cakupan di atas 50% dari penduduk apalagi kalau mencapai lebih dari 70%. Meski demikian, Prof. Mahardika menyampaikan jika nantinya cakupan vaksinasi di Indonesia sudah melebihi 50%, protokol kesehatan tetap tak boleh dilonggarkan. Adapun protokol kesehatan yang dimaksud yakni protokol 3M yang meliputi Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan.
"Karena memakai masker, misalnya, akan mencegah kita terhadap penyakit menular, tidak hanya COVID-19 tapi juga influenza dan penyakit-penyakit lainnya," ujarnya.
Ia mengatakan hingga Rabu (2/6) vaksinasi di Indonesia telah mencakup total 27,6 juta dosis atau mencapai 6%.
"Meskipun masih 6%, barangkali kita bisa kumpulkan data guru-guru dan petugas publik yang sudah divaksinasi, apakah data kesakitan atau kematian mengalami penurunan. Kalau itu terjadi, maka begitu angka 50% tercapai, atau idealnya 70%, tercapai maka kita sudah bisa mengatakan pandemi sudah terkendali," tutur Prof. Mahardika.
Lebih lanjut, Prof. Mahardika mencontohkan bagaimana herd immunity terbentuk di masa pandemi sebelumnya.
"Ada pandemi yang disebut Spanish Flu. Indonesia juga terdampak, tetapi pada waktu itu tidak ada vaksin. Yang terjadi adalah pandemi berlangsung tiga tahun dan berakhir dengan herd immunity. Jadi imunitas yang disebabkan oleh penularan virus itu sendiri," jelasnya.
Selain itu, ia juga menyebutkan pandemi besar lain yaitu Flu H1N1 pada tahun 2009 yang menurutnya berakhir karena terciptanya herd immunity.
"Tapi itu pandemi yang ringan (mild). Memang cepat sekali menular ke seluruh dunia, tetapi tidak menimbulkan gejala klinis yang berat dan kemudian juga selesai karena herd immunity alamiah," kata Prof. Mahardika.
Ia menilai herd immunity, baik yang alami maupun yang buatan akan membuat pandemi COVID-19 ini lebih cepat terkendali.
"Asumsinya tanpa vaksin itu 3 tahun, maka dengan vaksin dalam 1,5 tahun sudah berakhir. Sekali lagi saya berharap sekali vaksin itu akan menyebabkan kita keluar dari cekaman pandemi ini," ujar Prof. Mahardika.
https://cinemamovie28.com/movies/the-dead-and-the-deadly/
Hemaviton & Dompet Dhuafa Adakan Santunan untuk Sosok #PuasaBerstamina
Sebagai penutup kampanye Apresiasi Sosok #PuasaBerstamina bulan Ramadhan kali ini, hemaviton Stamina Plus bersama Dompet Dhuafa hari ini menyerahkan secara simbolis donasi kemanusiaan untuk beberapa sosok penuh inspirasi di masyarakat karena di tengah pandemi COVID-19 yang melanda mereka masih tetap gigih berjuang untuk sesama, meski dalam kondisi puasa. Donasi kemanusiaan berupa santunan uang tunai yang merupakan hasil konversi penjualan multivitamin hemaviton Stamina Plus di Indomaret selama bulan Ramadhan.
Penerima manfaat dari program Apresiasi Sosok #PuasaBerstamina ini adalah tenaga kesehatan, marbot, supir ambulans dan beberapa profesi lainnya yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Medan dan Surabaya.
Berdasarkan Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19 yang dirilis Badan Pusat Statistik tahun 2020, kelompok masyarakat miskin, rentan miskin dan yang bekerja di sektor informal merupakan yang paling terdampak dari mewabahnya pandemi COVID-19.
"Kita mungkin punya pilihan untuk mengisolasi diri dengan aman di rumah, namun tidak bagi mereka para pencari nafkah harian yang saat ini tetap harus bekerja di luar, selain dampak COVID-19 menjadikan penghasilan mereka berkurang sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka sehari- hari, beberapa profesi yang dijalankan juga mengandung risiko yang tidak sedikit, seperti para tenaga kesehatan, guru, marbot, pengusaha disabilitas, penggali kubur dan bahkan pembawa kendaraan ambulans," tutur perwakilan Dompet Dhuafa, Dian Sukma Riany.