Selasa, 27 Mei 2014

Dampak Buruk Masturbasi pada Hubungan Sexual

Pria dan wanita memang memiliki cara berbeda dalam menikmati seks, termasuk di antaranya pada kebiasaan memuaskan diri sendiri alias masturbasi. Yang tidak banyak disadari adalah kebiasaan ini ternyata berpengaruh pada hubungan seksual dengan pasangan.

Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Sexual Medicine mengungkapkan, pria yang punya kebiasaan tidak biasa dalam masturbasi biasanya menderita berbagai gangguan seksual. Masturbasi tidak biasa ini didefinisikan sebagai teknik yang tidak mudah digantikan dengan tangan, mulut, atau vagina.

Pria yang punya kebiasaan masturbasi yang tidak wajar itu biasanya memuaskan diri dengan berbagai rangsangan, entah itu film porno hardcore yang bermuatan kekerasan ataupun sedotan dari penyedot debu. Para pria ini ternyata mengalami frustrasi karena tidak bisa terpuaskan saat bercinta dengan pasangannya.

Gangguan seksual yang dialami pria penggemar masturbasi tidak wajar, antara lain, sulit dipuaskan, libido rendah, sulit ereksi, dan sulit mencapai orgasme.

Dokter atau terapis seks biasanya akan meminta pria tersebut untuk tidak melakukan masturbasi, diikuti dengan intervensi seksual berupa tindakan masturbasi yang mirip dengan penetrasi sehingga mereka dapat kepuasan dari penetrasi seksual dengan pasangannya. Mereka juga disarankan untuk lebih fokus pada sensasi dan kenikmatan yang dialami saat bercinta.

Biasanya setelah terapi tersebut dilakukan satu bulan, para pasien mengalami peningkatan kepuasan seksual dari pasangannya dan gangguan seksualnya berkurang.

"Ereksi adalah respons dari suatu kondisi. Jadi jika ia hanya bisa ereksi dan ejakulasi pada satu kondisi tertentu saja, maka hanya itu yang akan dicarinya," kata terapis seks Brandy Engler.

Pria bisa merasakan orgasme melalui masturbasi, tetapi belum tentu bisa mendapatkan kepuasan seksual dari aktivitas tersebut. Pasalnya, dalam proses masturbasi tidak disertai keterlibatan emosional yang berperan penting dalam tercapainya kepuasan seksual.

Seksolog dan spesialis andrologi, Wimpie Pangkahila, mengatakan, dalam kaitan dengan orgasme, sebenarnya masturbasi sama dengan hubungan seksual. Bedanya terletak pada rangsangan seksual yang diterima. Rangsangan seksual secara fisik pada masturbasi diberikan oleh diri sendiri, ditambah rangsangan psikis berupa khayalan yang erotis.

Bukan hal aneh dan tidak berakibat buruk

Pada orang yang ingin merasakan orgasme akibat tingginya dorongan seksual tetapi tidak bisa melakukan hubungan seksual, masturbasi bisa menjadi pilihan caranya.

Wimpie mengatakan, sebenarnya masturbasi atau yang sering disebut onani bukanlah aktivitas seksual yang aneh atau menakutkan. Tidak ada akibat apa pun yang timbul karena melakukan masturbasi.

"Bahkan, tanpa disadari dan direncanakan, masturbasi sudah dilakukan oleh anak-anak pada masa perkembangan psikoseksualnya. Pada masa itu, sebagian anak bahkan sudah merasakan orgasme melalui masturbasi," ujarnya.

Menurutnya, melakukan kegiatan fisik dan mental merupakan cara yang paling sering dianjurkan untuk menekan dorongan seksual. Namun, tidak semua orang dapat merasakan manfaat ini, khususnya bagi yang memang ingin merasakan orgasme. Karena itu, sebagian orang memilih melakukan masturbasi.

"Tidak ada akibat buruk secara fisik karena melakukan masturbasi. Akibat psikis mungkin muncul pada sebagian orang yang menganggap masturbasi adalah perbuatan yang salah atau dosa," kata Wimpie.

Sabtu, 24 Mei 2014

Diet dengan Menggunakan Yogurt

Agar tidak sia-sia usaha Anda dalam menurunkan berat badan, tambahkan yogurt dalam menu harian. Bukan hanya bagus untuk pencernaan tapi minuman ini juga memiliki efek melangsingkan.

Dalam penelitian di Amerika Serikat terhadap 120.877 wanita dan pria, ditemukan faktor-faktor apa yang membuat tubuh menjadi gemuk dan pola makan apa yang bisa menurunkan berat badan.

Tim peneliti dari Harvard Medical School dan Harvard School of Public Health itu menemukan, peningkatan konsumsi kentang, minuman yang mengandung gula, daging yang diproses, daging merah, trans fat, makanan pencuci mulut yang manis, serta biji-bijian yang digiling akan meningkatkan berat badan.

Sementara itu peningkatkan konsumsi yogurt, buah, kacang-kacangan, sayuran, dan serelia utuh berkaitan dengan penurunan berat badan.

Para peneliti menduga bahan pangan kaya serat akan membantu orang yang sedang berdiet untuk menahan asupan makanannya.

"Konsumsi tepung dan padi yang digiling mungkin tidak mengenyangkan sehingga tubuh akan terus mengirimkan sinyal lapar," kata Dr.Dariush Mozaffarian, salah satu peneliti.

Yogurt, meski tidak mengandung serat namun memiliki efek penurunan berat badan dibandingkan dengan produk susu lainnya. Para ahli mengatakan keistimewaan yogurt disebabkan karena kandungan bakteri baiknya sehingga menjaga kesehatan tubuh.

Faktor lain yang membuat orang yang mengonsumsi yogurt dalam penelitian ini menjadi langsing mungkin disebabkan karena mereka memiliki perubahan gaya hidup yang tidak terukur dalam penelitian.

Perlu diingat pula bahwa efek pengaturan pola makan juga berbeda pada tiap orang, tergantung pada kebiasaan olahraga, pola tidur, durasi menonton televisi, merokok, serta konsumsi alkohol.


Usir Depresi dengan Yoghurt


Minuman susu fermentasi atau biasa dikenal dengan yoghurt ternyata mempunyai kemampuan dalam mengobati depresi. Pernyataan tersebut didasarkan pada laporan ilmiah yang diterbitkan dalamProceeding of the National Academy of Sciences.

Menurut peneliti asal Irlandia, probiotik, atau bakteri baik, memiliki potensi untuk mengubah kimia otak dan mengurangi kecemasan dan gangguan terkait depresi.

Penelitian tersebut berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan terhadap seekor tikus yang mengonsumsi probiotik Lactobacillus rhamnosus. Mereka menemukan, tikus yang diberi probiotik memiliki tanda-tanda lebih sedikit mengalami stres, kecemasan, dan depresi. Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat hormon stres corticosterone jauh lebih rendah.

Peneliti mengklaim, ini adalah penelitian pertama yang membuktian bahwa probiotik mampu mempengaruhi kimia otak. Para ilmuwan mengatakan bahwa bakteri dalam usus "berkomunikasi" dengan otak melalui saraf yang disebut vagus.

"Tanpa melebih-lebihkan, penelitian ini membuka jalan bahwa kita bisa mengembangkan terapi yang dapat mengobati gangguan kejiwaan dengan usus sebagai sasarannya. Anda bisa mengonsumsi yoghurt dengan kandungan probiotik di dalamnya dan bukan dengan sebuah antidepresan," ujar Profesor John Cryan dari University College, Cork.

Namun, ia menekankan bahwa orang yang menderita depresi tidak bisa begitu saja mencari solusi dengan hanya membeli segala jenis yoghurt di pasaran.

"Temuan ini menyoroti pentingnya peran dari bakteri dalam komunikasi antara usus dan otak. Organisme probiotik tertentu mungkin terbukti bermanfaat dalam mengatasi gangguan seperti stres atau depresi," tandasnya.