Rabu, 04 Desember 2019

Pimpinan KPK 'Pensiun' Tahun Ini, Jokowi Diminta Segera Bentuk Pansel

Kepemimpinan Agus Rahardjo cs di KPK akan berakhir tahun ini. Pemerintah didorong untuk segera membentuk panitia seleksi (pansel).

"Kalau kita mengacu 4 tahun lalu pada tahun 2015, Presiden Jokowi mengumumkan 9 srikandi pansel itu di minggunya 3 bulan Mei. Tapi kita pesimistis bulan Mei ini akan jadi bulan pembentukan pansel karena masih disibukkan dengan konteks elektoral Indonesia," ucap peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (12/5/2019).

"Jadi kita juga ingin mendorong agar presiden tidak hanya berfokus pada sektor elektoral, pada pemindahan ibu kota, atau penghitungan real count. Akan tetapi lebih jauh pembentukan pansel," imbuh Kurnia.

Namun kondisi saat ini, disadari Kurnia, cukup dilematis bagi pemerintah untuk membentuk pansel. Dia pun menyampaikan sedikit pandangan terkait itu.

Salah satu opsi yang disampaikan Kurnia adalah membentuk ulang pansel pimpinan KPK sebelumnya. Namun, apabila hal itu terjadi, menurut Kurnia, permasalahan bisa terjadi di DPR.

"Kalau seandainya DPR baru sudah dilantik maka itu akan membutuhkan waktu 2 sampai 3 bulan ke depan karena biasanya anggota DPR yang baru disibukkan dengan pemilihan Ketua DPR," ucap Kurnia.

"Ketakutan kita adalah fit and proper test calon pimpinan KPK bisa terganggu," imbuh Kurnia.

Selain itu, Kurnia memaparkan sejumlah catatannya terkait KPK dalam kepemimpinan Agus Rahardjo cs tersebut sejauh ini. Masukan dan kritikan disampaikannya mulai dari alokasi anggaran, sumber daya manusia, penindakan, pencegahan, serta organisasi dan konsolidasi internal.

Dua dari Lima Pimpinan KPK Tak akan Maju Nyalon Lagi Tahun Depan

Masa jabatan pimpinan KPK akan berakhir sekitar akhir tahun ini. Namun 2 dari 5 pimpinan KPK mengaku tidak akan mencalonkan diri lagi dalam seleksi pimpinan KPK selanjutnya.

Siapa dua pimpinan KPK yang enggan maju lagi itu?

Pertama yaitu Ketua KPK Agus Rahardjo. Dia mengaku tidak akan maju lagi tetapi tidak menjelaskan apa alasannya.

"Pimpinan itu ada 5, tapi saya tidak bisa mewakili 4 yang lain. Tapi kalau saya sendiri, saya pikir saya tidak akan maju lagi," ucap Agus pada Jumat, 28 Desember 2018.

Sebelum memimpin KPK, Agus menduduki pucuk pimpinan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dia pun belum menyampaikan rencananya selepas habis masa jabatannya kelak.

Suara lain muncul dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Dia mengaku tidak akan mengikuti seleksi calon pimpinan lagi.

"Udah capek, ada yang lainnya," ucap Alexander, Rabu (30/1/2019).

Sedangkan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tidak terang-terangan akan maju lagi atau tidak. Saut mengaku pilihannya kelak selepas masa jabatannya sebagai pimpinan KPK habis masih rahasia.

"Ke KPK itu kan saya bukan cari kerja, tapi 'menyapu', menyapu di panas terik itu perlu energi dingin yang extra calm down. Untuk extra calm down itu, ada juga di tempat lain, tidak di KPK saja," ucap Saut pada detikcom.

"Jadi artinya tidak mencalonkan diri lagi?" tanya detikcom.

"Janganlah. RHS (Rahasia)," jawab Saut.

Pimpinan KPK Dapat Rapor dari ICW: Tuntutan Rendah hingga Gejolak Internal

Pimpinan KPK era Agus Rahardjo Cs berakhir pada Desember tahun ini. Selama 4 tahun mengabdi, Agus dan 4 pimpinan KPK mendapatkan pujian serta kritikan.

Hal itu disampaikan dalam diskusi bersama antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) di kantor ICW. Dari ICW sebagai perwakilan yaitu Kurnia Ramadhana, sedangkan dari TII Alvin Nicola.

"Semangat utama dalam evaluasi ini tentu bukan untuk melemahkan atau mencari kesalahan, tapi tentu ingin terus mendorong dan memperkuat KPK," kata Alvin dalam diskusi tersebut, Minggu (12/5/2019).

Alvin mengatakan evaluasi itu mulai dari sektor penindakan, sektor pencegahan, sektor alokasi anggaran, sektor sumber daya manusia, hingga sektor organisasi dan konsolidasi internal. Kurnia mengatakan catatan tersebut disusun dengan desk study yang mengkombinasikan kombinasi analisis kebijakan atau regulasi internasional dan nasional terkait anti-korupsi dan The Jakarta Statement on Principles for Anti-Corruption Agencies, analisis konten berita, dan laporan-laporan hasil penelitian.

Berikut kesimpulan yang disampaikan dalam diskusi itu:

- Sektor Penindakan
a. KPK selama era Agus Rahardjo cs belum menerapkan asset recovery secara maksimal. Dari 313 perkara yang ditangani hanya 15 perkara yang dikenakan aturan tentang TPPU;
b. KPK telah progresif dalam pengenaan korporasi sebagai tersangka korupsi, terhitung sejak 2017 KPK telah menetapkan lima korporasi sebagai subjek pemidanaan korupsi;
c. Rata-rata tuntutan KPK sepanjang 2016-2018 hanya menyentuh 5 tahun 7 bulan penjara, atau masuk dalam kategori ringan;
d. Disparitas tuntutan masih terlihat dalam tren penuntutan sepanjang era kepemimpinan Agus Rahardjo cs;
e. KPK masih minim menuangkan pencabutan hak politik saat membacakan surat tuntutan, terhitung dari 88 terdakwa hanya 42 yang diminta untuk dicabut;
f. Fokus KPK tidak pada menuntaskan penanganan perkara, terbukti masih ada 18 tunggakan perkara besar yang belum dilanjutkan.

- Sektor Pencegahan
a. Sebagai Ketua Timnas Stranas PK, KPK masih belum masif melakukan berbagai kegiatan sosialisasi dan diseminasi informasi ke publik;
b. Kemampuan KPK dalam melakukan deteksi yang melibatkan strategi LKHPN dan penanganan gratifikasi masih belum maksimal;
c. Strategi pencegahan KPK belum merespon kebutuhan publik saat ini, dan masih hanya berfokus pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu;
d. Mandat koordinasi, supervisi, dan monitoring lembaga penegak hukum lain belum maksimal dilakukan.

- Sektor Alokasi Anggaran
a. KPK belum maksimal menyerap anggaran. Rata-rata total penyerapan anggaran KPK pada 2015-2017 hanya sebesar 85,93%. Hasil ini tentu cukup bertolakbelakang dengan permintaan penambahan anggaran KPK tiap tahunnya. Penambahan jumlah anggaran sebaiknya diikuti dengan memaksimalkan penyerapan anggaran tersebut untuk program-program pencegahan dan pemberantasan korupsi. KPK perlu mendorong sistem agar penyerapan anggaran dapat berjalan lebih maksimal.
b. Proporsi anggaran KPK yang dialokasikan untuk kebutuhan pegawai dan operasional kantor lebih besar dibanding kedeputian yang lain dengan total rata-rata penyerapan sebesar 89,06%. KPK perlu fokus juga untuk memaksimalkan anggaran di sektor-sektor alokasi anggaran lainnya.

- Sektor Sumber Daya Manusia
a. KPK hingga saat ini belum berupaya secara serius dalam meningkatkan tata kelola dan manajemen sumber daya manusia. Hal ini dapat ditunjukkan dari belum adanya cetak biru terkait SDM;
b. Sumber daya manusia merupakan kunci efektivitas pemberantasan korupsi oleh KPK. Ketergantungan pada institusi perbantuan lain membuat KPK perlu membuat skema besar manajemen sumber daya manusia. Perbaikan terhadap sumber daya dapat meningkatkan efektivitas KPK, sehingga mengurangi penumpukan kasus yang diinvestigasi;
c. Pimpinan KPK saat ini lambat merespons dan seakan tidak memiliki komtimen dalam menyelesaikan kisruh dan dugaan penghambatan proses perkara yang terjadi.

- Sektor Organisasi dan Konsolidasi Internal
a. KPK masih sering abai untuk menegakkan etik di internal. Data menunjukkan di era kepemimpinan Agus Rahardjo setidaknya ada 7 dugaan pelanggaran etik yang tidak jelas penanganannya;
b. Penyerangan terhadap pegawai maupun Pimpinan KPK masih sering terjadi, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setidaknya ada 19 ancaman ataupun kriminalisasi yang dialami oleh pegawai maupun Pimpinan KPK;
c. Pimpinan KPK masih sering melontarkan pernyataan yang bersifat kontroversial, sehingga menurunkan citra lembaga anti rasuah ini di mata publik.