Rabu, 04 Desember 2019

MA Sunat Hukuman Idrus Marham, Ahli Hukum: Ironis!

Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman Idrus Marham dari 5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara dalam kasus korupsi. Ini pengurangan hukuman untuk terdakwa korupsi yang kesekian kali, pasca Artidjo Alkostar pensiun. Ironis!

"Pasca hakim agung Artidjo pensiun, sepertinya tidak ada lagi yang secara 'kekuatan moral' menjaga dan menahan libido koruptif pada hakim-hakim di MA. Sebagai contoh putusan Syafrudin Temenggung yang hakimnya bolak-balik bertemu pengacaranya. Secara etik sudah tidak punya kemaluan, dan sudah dihukum etik, seharusnya dipidana," kata ahli hukum Abdul Fickar Hadjar saat berbincang dengan detikcom, Rabu (4/12/2019).

"Kini juga terjadi pada pengurangan hukuman beberapa terdakwa korupsi di antaranya Idrus Marham, yang ironis notabene diputuskan Ketua Muda MA/Ketua Kamar Bidang Pidana," sambungnya.
Baca juga: MA Lepaskan Eks Direktur Keuangan Pertamina di Kasus Korupsi Rp 568 Miliar

Ketua Muda MA yang dimaksud adalah Suhadi. Di mana Suhadi bersama Prof Abdul Latief dan Prof Krisna Harahap. Majelis menilai Idrus Marham bukan orang yang menentukan dalam proyek listrik Riau-1 sehingga hukumannya diringankan.

"MA juga belakangan ini sudah beberapa kali memutus lepas terdakwa korupsi. Kemudian kemarin MA baru saja memutus lepas terdakwa Feredrick Siahaan dalam kasus Blok BMG PT Pertamina," ujar Fickar.

Ferederick adalah bekas Direktur Keuangan Pertamina. Menurut MA, apa yang dilakukan Ferederick bukanlah tanggungjawabnya, tetap ada di tangan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan.

"Harus ada tindakan tegas oleh otoritas Komisi Yudisial (KY) terutama bagi hakim-hakim yg menyalahgunakan kewenangannya. Terutama juga yang menjelang pensiun. Komitmen terhadap pemberantasan korupsi sepertinya sudah menurun. Meskipun pabrikasi korupsi terus terjadi di segala sektor, tidak hanya di ekonomi, bahkan terjadi juga di lembaga yudikatif," pungkas dosen Universitas Trisakti itu.

Para Koruptor Pesohor yang Hukumannya Disunat MA

Mahkamah Agung (MA) kembali menyunat hukuman para koruptor pesohor M Sanusi, dari 10 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Bukan pertama kali MA menyunat para koruptor pesohor.

Berikut daftar koruptor pesohor yang disunat hukumannya oleh MA sebagaimana dirangkum detikcom, Senin (4/11/2019):

1. M Sanusi

Mantan anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Uang tersebut terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (RTRKSP) Jakarta di Balegda DPRD DKI.

M Sanusi kemudian dijatuhi hukuman 7 tahun penjara. Jaksa tidak terima dan mengajukan banding. Hukuman diperberat menjadi 10 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis Daniel Dalle Pairunan, dengan anggota Humuntal Pane, Sri Anggarwati, Jeldi Ramadhan, dan Anthon Saragih. Vonis itu dikuatkan di tingkat kasasi. Tidak terima, Sanusi mengajukan PK dan dikabulkan.

Duduk sebagai ketua majelis yaitu Prof Surya Jaya dengan anggota LL Hutagalung dan Eddy Army. Majelis menurunkan hukuman M Sanusi jadi 7 tahun penjara. Namun Surya Jaya dissenting opinnion dan tidak setuju hukuman M Sanusi diturunkan, tapi Surya Jaya kalah suara dengan anggotanya.

2. Irman Gusman

Mantan Ketua DPD itu terbukti korupsi mengurus impor gula. Irman dinilai terbukti menerima suap dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi.

Di persidangan, Irman terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua DPD untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy. Oleh PN Jakpus, Irman dihukum 4,5 tahun penjara. Putusan itu berkekuatan hukum tetap.

Di tingkat PK, hakim agung Suhadi, Eddy Army dan Abdul Latief menyunat dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun.

3. Patrialis Akbar

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar. Patrialis terbukti 'dagang' perkara putusan MK. MA menyunat hukuman Patrialis dari 8 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis Andi Samsam Nganro dengan anggota LL Hutagalung dan Sri Murwahyuni.

KPK Sebut Realisasi Suap Proyek Meikarta Dilakukan April 2018

Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan jajarannya diduga sudah mengantongi jatah suap terkait proyek Meikarta pada April 2018. Di sisi lain, pemerintah menyebut surat yang meminta pengembang menyetop sementara proyek itu dilayangkan pada Maret 2018.

"Kami duga realisasi commitment fee terkait perizinan Meikarta ini sudah dilakukan sejak April 2018," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada detikcom, Kamis (18/10/2018).

KPK menyebut total commitment fee di balik proyek itu Rp 13 miliar. Sedangkan pada saat operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu (14/10) baru terungkap pemberian Rp 7 miliar yang terealisasi.

"Diduga aliran tersebut dilakukan melalui sejumlah kepala dinas dan ada bagian Bupati di sana," ucap Febri.

Dalam perkara ini, setidaknya ada sembilan tersangka yang sudah ditetapkan, termasuk Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro. Menindaklanjuti perkara itu, KPK juga sudah menggeledah 12 lokasi, termasuk rumah CEO Lippo Group James Riady.

Pemerintah Minta Meikarta Disetop Sementara Sejak Maret 2018

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Budi Situmorang mengaku telah menyurati Kabupaten Bekasi agar pengembang Meikarta menyetop sementara proyek tersebut sejak Maret tahun ini. Pembangunan proyek Meikarta dinilai belum sesuai rencana tata ruang Bekasi.

"Jadi kita memang memaksa mereka supaya berhenti dulu, urus izin," kata Budi.

Menurutnya, saat itu proyek Meikarta dihentikan sementara pengerjaannya. Namun Direktur Lippo Cikarang Lora Oktaviani mengatakan saat ini pengerjaan megaproyek senilai Rp 278 triliun tersebut masih terus berlangsung di lapangan.

"Salah satunya masih berjalan. Mungkin bisa lihat ke lapangan," katanya.

Denny Indrayana Minta Maaf ke KPK soal Meikarta Tetap Lanjut

Denny Indrayana selaku kuasa hukum pengembang proyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), meminta maaf soal siaran persnya yang membuat KPK keberatan. Rilis Denny itu menyebut, proyek Meikarta tetap lanjut berdasarkan keterangan KPK yang dipahaminya. Di sisi lain, komisi antirasuah itu tidak pernah menyampaikan sikap terkait lanjut-tidaknya proyek itu.

"Saya minta maaf kalau KPK ada yang keberatan dari rilis yang saya keluarkan," ucap Denny dalam keterangannya, Kamis (18/10/2018).

"Kalau ada kesalahan di rilis, itu adalah tanggung jawab saya. Karena pada prinsipnya, kami ingin support dan bekerja sama penuh dengan KPK untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas," imbuh Denny.

Sebelumnya, KPK berkeberatan terhadap keterangan pers Denny tentang kelanjutan proyek Meikarta. KPK tidak menyampaikan sikap apa pun soal lanjut-tidaknya proyek itu.

"Kami keberatan dengan poin di siaran pers tersebut yang seolah-olah pernyataan KPK dijadikan legitimasi untuk meneruskan proyek Meikarta," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada detikcom.

"Perlu kami tegaskan, KPK tidak pernah menyampaikan setuju atau tidak setuju proyek Meikarta diteruskan. Karena saat ini KPK berfokus pada pokok perkara dugaan suap terkait perizinan Meikarta," imbuh Febri.