Kamis, 05 Desember 2019

MRT Jakarta, JPO Tanpa Atap, Cukai Rokok, dan "Behavioural Science"

Beberapa waktu lalu, MRT Jakarta baru saja memperbaiki signage (petunjuk arah) yang dipasang di Stasiun Blok M. Info yang didapat dari sosial media @mrtjkt, MRT Jakarta mencoba melakukan mock-up review untuk mendapatkan feed back atas desain signage tersebut. MRT Jakarta paham bahwa keberadaan signage sangat penting untuk membantu membentuk perilaku pengguna MRT (behavioural change) yang dimulai sejak pengguna mencari stasiun, masuk ke stasiun, membeli tiket, masuk ke ticket gate, menunggu kereta, masuk ke kereta, dan seterusnya sampai dengan mereka keluar dari stasiun.

Perilaku pengguna MRT bukan hanya dipengaruhi oleh rasionalitas pikiran mereka, tetapi juga dipengaruhi oleh stimulus kontekstual yang mereka hadapi ketika berada di lingkungan stasiun tanpa disadari. Melakukan desain signage yang intuitif adalah langkah tepat yang dilakukan MRT untuk menjadikan human behaviour sebagai pusat dan tujuan dari suatu kebijakan. Dalam jangka panjang, digabungkan dengan potensi intervensi behavioural science di wilayah lain, lingkungan kontekstual yang dibangun MRT Jakarta dapat menyediakan lingkungan yang menyokong cognitive ease sehingga menggunakan MRT akan selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Masih terjadi di Jakarta, belum lama ini Pemda DKI berinisiasi untuk membuka atap beberapa Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Hal ini menuai banyak pro dan kontra. Pertimbangan Pemda DKI membuka atap JPO adalah untuk menjadikan JPO sebagai daya tarik pengguna untuk berswafoto karena pemandangan pencakar langit menjadi jelas terlihat jelas. Dalam kasus ini, lagi-lagi perilaku manusia menjadi pusat perdebatan. Dan memang sudah seharusnya demikian, bahwa perancangan kebijakan atau produk atau jasa harus menempatkan perilaku manusia (human behaviour) sebagai pusat dari diskusi.

Permasalahan yang mengemuka adalah apakah betul kebijakan membuka atap JPO akan berakibat baik pada perubahan perilaku (behavioural change) pengguna jalan? Apakah akan meningkatkan pengguna JPO? Perlu pendalaman yang holistik untuk menjawab ini dan behavioural science menyediakan pendekatan yang menjanjikan.

Kasus lain yang lebih luas yaitu rencana kenaikan cukai rokok mulai 1 Januari 2020 sebesar 16%-26% (tergantung jenis rokok). Kebijakan pemerintah ini menyasar dua keuntungan (double dividen). Pertama, untuk memberikan disinsentif bagi perokok sehingga konsumsi rokok berkurang. Kedua, sebagai sumber tambahan penerimaan negara. Seperti halnya dua kasus sebelumnya, tujuan utama dari kebijakan kenaikan cukai ini untuk mengubah perilaku (behavioural change).

Asumsi rasionalitas bahwa manusia responsif terhadap insentif/disinsentif banyak melatarbelakangi lahirnya kebijakan konvensional. Sayangnya mengubah perilaku dengan pendekatan tradisional melalui pemberian informasi dan stick and carrot seperti ini sering tidak cukup efektif. Walaupun semua tahu bahaya dari rokok dan tahu bahwa hal tersebut adalah keputusan ekonomi yang tidak baik, masih banyak orang tetap mengkonsumsi rokok, bahkan banyak dari mereka berasal golongan masyarakat berpendidikan atau berpendapatan rendah.

Sepak Bola dan Prestise Bangsa (2)

Selain jadwal, Komdis PSSI juga menjadi sorotan. Ketika denda atau sanksi yang diterapkan oleh Komdis kepada klub ataupun pemain begitu luar biasa besar dalam hal nominal, tetapi tidak sejalan dengan kedisiplinan klub ataupun pemain. Perhatian yang besar tentunya bagaimana harusnya Komdis PSSI mampu membina klub atau pemain dalam hal kedisiplinan baik di luar maupun di dalam lapangan. Bukan dengan memberikan sanksi material saja, tetapi diperlukan sanksi yang lebih membangun kedisiplinan, seperti halnya pembinaan secara berkelanjutan terhadap klub yang dikenakan sanksi.

Pembinaan ini tentunya akan melibatkan komponen-komponen klub yaitu pemain, pelatih, official, manajemen, dan tentunya kepada suporter juga. Tentunya hal ini menuju kepada kualitas fair play pemain, pelatih, official, dan suporter saat pertandingan berlangsung. Hal ini sangat penting untuk dilakukan melihat data dari Litbang Save Our Soccer (SOS) yaitu sudah 74 suporter di Indonesia tewas sejak 1994. Itu belum termasuk ke liga dalam kasta yang lebih rendah dan tidak terdeteksi.

Terbaru, kasus dari Haringga Sarila, tewas terbunuh karena dikeroyok pada pertandingan antara Persib melawan Persija Jakarta pada pagelaran Liga 1 2018. Sangat memprihatinkan, sepak bola sebagai sebuah permainan bola besar yang memiliki peminat dan penggemar yang sangat besar di Indonesia malah menjadi sebuah ancaman serius dalam hal suporter. Sorotan dan PR besar bagi PSSI, terlebih kepada Komdis PSSI.

Kekerasan terhadap wasit juga menjadi salah satu noda dalam sepak bola Indonesia. Kejadian terbaru adalah di pertandingan Liga 3 antara Persibara Banjarnegara melawan Bhayangkara Muda. Salah seorang pemain Bhayangkara Muda melakukan aksi pemukulan terhadap wasit yang berujung pada digantikannya wasit tersebut. Semakin miris dengan mental pemain yang kurang sesuai dengan slogan fair play. Melihat kasus tersebut tentu harus ada evaluasi dari PSSI tentang kedisiplinan pemain. Bagaimana membangun mental yang bagus bagi para pemain di Indonesia.

Ketika kita berbicara tentang sepak bola di luar negeri khususnya di Eropa, maka kita bisa melihat sebuah perbedaan yang mencolok. Bagaimana esensi sepak bola bukan hanya sebuah permainan yang dinikmati, melainkan sudah menjadi esensi kebersamaan bahkan mampu memberikan pesan perdamaian dan kasih sayang. Liga Inggris atau biasa dikenal England Premiere League adalah salah satu liga terbaik di dunia dikenal akan sistem liga yang terstruktur dan kompetitif.

Liga Spanyol atau biasa disebut La Liga, salah satu liga yang terkenal akan permainan tiki taka-nya. Liga Italia dikenal akan bek-beknya yang tangguh. Dari itu semua, kita bisa berkaca bahwa sebagai sebuah permainan, ternyata sepak bola bisa memberikan sebuah prestise kepada sebuah negara atau bangsa. Tergantung bagaimana sepak bola di dalam negara tersebut membuat ciri khasnya tersendiri. Ayo, Indonesia...kita bangun prestise bangsa dengan memperbaiki bersama citra sepak bola Indonesia!