Jumat, 06 Desember 2019

Megaproyek Kilang RI-Rusia di Tuban RP 225 T Mulai Jalan

PT Pertamina (Persero) akan membangun kilang minyak yang terintegrasi dengan pelabuhan di Tuban, Jawa Timur. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mendukung rencana tersebut.

"Saya diperintahkan Presiden untuk mengawal proyek-proyek yang menjadi inisiatif pemerintah. Salah satunya adalah pembangunan kilang minyak di Tuban ini. Kita tahu bahwa kita membutuhkan banyak kilang untuk mencukupi kebutuhan 260 juta penduduk Indonesia," kata Budi Karya dalam keterangan tertulis Kementerian Perhubungan, Sabtu (30/11/2019).

Pembangunan Kilang Pertamina Grass Root Refinery (GRR) Tuban ini dilakukan melalui skema kerja sama antara Pertamina dengan perusahaan Rusia, Rosneft Oil Company melalui pembentukan perusahaan joint venture bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP).

Pembangunan GRR Tuban merupakan penugasan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 807K/12/MEM/2016 tertanggal 3 Maret 2016 dan Perpres Nomor 56 Tahun 2018.

Pembangunan Kilang di Tuban Tersambung Pelabuhan

PT Pertamina (Persero) akan membangun kilang minyak yang terintegrasi dengan pelabuhan di Tuban, Jawa Timur. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mendukung rencana tersebut.

"Saya diperintahkan Presiden untuk mengawal proyek-proyek yang menjadi inisiatif pemerintah. Salah satunya adalah pembangunan kilang minyak di Tuban ini. Kita tahu bahwa kita membutuhkan banyak kilang untuk mencukupi kebutuhan 260 juta penduduk Indonesia," kata Budi Karya.

Budi Karya mengatakan, pembangunan kilang minyak ini membutuhkan lahan. Oleh karenanya dia mengizinkan Pertamina untuk melakukan restorasi dan reklamasi seluas 200 hektar.

"Saya hari ini memberikan izin pada Pertamina untuk melakukan restorasi. Tapi nanti dimungkinkan dilakukan reklamasi 200 hektar. Sehingga dengan tanah itu cukup digunakan untuk keperluan ini," katanya.

Budi Karya mengungkapkan, wilayah Tuban akan dibangun pelabuhan sepanjang kurang lebih 600 meter yang nantinya akan terintegrasi dengan kilang minyak milik PT Pertamina (Persero).

"Kira-kira panjang dermaga 400-600 meter. Lebarnya dan kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan," sebutnya.

Sementara itu Direktur Utama Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menambahkan, target pembangunan kilang minyak dan pelabuhan akan selesai pada tahun 2026.

"Nanti kapasitas pengolahan kilang minyak mencapai 300 kbpd, produksi gasoline 14 juta liter per hari, produksi diesel 16 juta liter per hari dan total produksi petrokimia 4.250 ktpa," tutup Nicke.

Kilang Canggih Tuban Dibangun Rp 225 T

Pertamina siap membangun salah satu kilang tercanggih di dunia yaitu Kilang Tuban yang memiliki kapasitas pengolahan sebesar 300 ribu barel per hari. Bahkan Pertamina harus mengeluarkan investasi sebesar US$ 16 miliar atau sekitar Rp 225 triliun untuk megaproyek ini.

Kilang Tuban nantinya akan menghasilkan 30 juta liter BBM per hari untuk jenis gasoline dan diesel. Selain itu, Kilang Tuban juga akan menghasilkan 4 juta liter avtur per hari serta produksi petrokimia sebesar 4.25 juta ton per tahun.

"Seluruh BBM yang diproduksi di Kilang Tuban memiliki standar terbaik di dunia yakni Euro5, yang sangat ramah dengan lingkungan," imbuh Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.

Lebih lanjut, Nicke mengatakan untuk membangun megaproyek ini, Pertamina menginvestasikan sekitar US$ 15-16 miliar yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2026 mendatang. Proyek ini menempati area seluas kurang lebih 900 hektare.

"Ini salah satu proyek prestisius dan sangat strategis dalam membangun kemandirian dan kedaulatan energi nasional. Dampaknya juga tentu akan sangat besar dirasakan masyarakat sekitar proyek, khususnya Tuban dan sekitarnya," ujarnya.

Pembangunan kilang Tuban saat ini telah memasuki tahap early work yaitu pembersihan lahan sekitar 328 hektar serta pemulihan lahan abrasi (restorasi) seluas 20 Ha. Saat ini, dalam pembangunan tahap awal tersebut Pertamina telah menyerap 271 tenaga kerja lokal Tuban.

Kilang Tuban akan memberikan tambahan pasokan untuk kebutuhan BBM, LPG dan Petrokimia berkualitas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan kehadiran kilang Tuban, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari kilang sendiri dan tidak perlu impor.

Ahok Beberkan Rencana Besar Pertamina Garap Biodiesel

Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama mengatakan Pertamina sedang menuju 100% memproduksi biofuel. Kebijakan tersebut sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.

Ahok mengatakan dia dan jajaran Pertamina lainnya mendapatkan tugas mengawal produksi biofuel.

"Presiden inginnya kita mengarak sampai ke biofuel 100%. Kita ini produsen CPO yang besar," kata pria yang beken disapa Ahok itu saat ditemui di Solo, Kamis (5/12/2019).

Menurutnya, Pertamina sanggup melaksanakan proyek tersebut. Alasannya, menurut Ahok, Pertamina sudah mulai ekspor avtur.

"Ini menarik, Pertamina sanggup. Avtur saja sudah ekspor kita," katanya.

Namun untuk kebijakan-kebijakan lebih detail, Ahok enggan berbicara. "Tanya direktur, nggak enak saya ngomong," katanya.

Seperti diketahui, Ahok sudah memasuki pekan kedua menjadi Komisaris Utama PT Pertamina. Kini dia sedang membangun kerja sama dengan direksi dan komisaris Pertamina lain.

"Kerja sama yang baik. Saya kira ini tim, dewan komisaris yang sangat baik. Dewan direksi pun, kerja sama dengan Dirut juga sangat baik. Nanti kita lihat hasilnya lah. Terutama soal subsidi, soal penghematan. Keuntungan nanti bisa dilihat nanti," pungkasnya.

Menanti Gebrakan Ahok Sikat Mafia Migas hingga Tekan Impor BBM

Basuki Tjahaja Purnama dipercaya oleh Menteri BUMN Erick Thohir menjadi Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero). Ada beberapa tugas yang akan diemban pria yang beken disapa Ahok itu selama menjadi Komut Pertamina.

Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Rady menyebut ada beberapa tugas khusus yang harus dijalani Eks Gubernur DKI Jakarta. Salah satunya mendorong jajaran direksi melakukan perbaikan.

"Ahok diharapkan dapat melecut direksi untuk jalankan perbaikan di Pertamina, termasuk mengganyang mafia migas beserta sekutu internal," kata Fahmy saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (30/11/2019).

Prioritas pertama Ahok untuk melecut direksi Pertamina, dikatakan Fachmy, adalah menurunkan defisit neraca migas, seperti yang diharapkan Jokowi. Caranya dengan menaikkan ekspor dan menurunkan impor Migas.

Dengan begitu, Ahok harus mendorong jajaran direksi Pertamina, pertama untuk meningkatkan investasi untuk penggunaan high technology dalam eksplorasi dan eksploitasi Migas untuk menaikkan produksi migas.

Kedua, menyelesaikan pembangunan kilang minyak untuk menurunkan impor BBM. Kalau tidak kunjung mendapatkan investor, Pertamina dapat membiayai dengan menerbitkan global bond.

Ketiga, mempercepat pengembangan EBT, dari B20 ke B30 dilanjut B100 untuk menurunkan impor solar dan avtur. Kerja sama dengan Eny Italia untuk hasilkan B100 dengan bahan baku sawit harus segera direalisasikan.

Keempat, secara sistemik dan terus menerus memaksa direksi memberantas mafia migas dan oknum internal yang menjadi sekutunya.

Kelima, pertemuan dengan Serikat Pekerja (SP) tidak mendesak, tapi perlu dilakukan. Pasalnya, SP tampaknya sudah bisa menerima Ahok sebagai Komut, bukan Dirut Pertamina.

Sementara itu, Ahok yang dimintai komentarnya soal gebrakannya di Pertamina, hanya menjawab singkat. "Nanti aja ceritanya. Terima kasih," ujar Ahok kepada detikcom, Sabtu (30/11/2019).