Sabtu, 21 Desember 2019

Belajar soal Asmara dari Jembatan Cinta Pulau Tidung

 Bagi traveler yang mau belajar soal asmara, mungkin juga bisa mampir ke Pulau Tidung di Kepulauan Seribu. Di sana ada jembatan yang mengajarkan makna cinta.

Liburan ke Pulau Tidung di wilayah Pulau Seribu yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari Utara Jakarta, traveler bisa melihat Jembatan Cinta yang jadi ikonnya. Secara teknis, jembatan tersebut memiliki panjang 2,5 Km dan menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil.

Di kalangan wisatawan, Jembatan Cinta Pulau Tidung populer sebagai spot foto hingga lokasi uji nyali untuk lompat dari ketinggian. Namun, bukan hanya itu hal yang spesial dari Jembatan Cinta.

Dilihat detikcom dalam buku The Hidden Treasury of The Thousand Islands atau Harta Rahasia Kepulauan Seribu karangan Thomas B. Ataladjar, MInggu (29/9/2019), tertulis kalau Jembatan Cinta memiliki sejumlah mitos.

Di masyarakat Tidung beredar mitos seputar Jembatan Cinta ini, yaitu cinta abadi bagi pasangan yang menyeberangi jembatan ini dari pulau Tidung kecil ke pulau Tidung besar atau sebaliknya.

Mitos lainnya adalah bahwa jika orang yang belum mendapat jodoh melompat dari jembatan ke laut akan segera menemukan pasangan cinta sejatinya. Boleh percaya, boleh tidak.

Nama Jembatan Cinta itu sendiri diambil dari mitos-mitos yang beredar di masyarakat. Setelah pembuatan jembatan tersebut selesai, banyak pria wanita yang mengikrarkan cinta mereka berdua dan akhirnya menjadi sepasang sejoli di jembatan ini.

Cerita di Balik Jembatan Cinta

Menurut cerita Pulau Tidung dulunya hanya memiliki dua penginapan yaitu penginapan Lima Saudara dan penginapan Sudimampir. Salah satu penginapan khusus untuk pria dan yang lainnya khusus untuk wanita.

Suatu hari sepasang pria dan wanita yang sedang berlibur di Pulau Tidung bertemu. Mereka lalu janjian untuk bertemu lagi di lokasi jembatan yang baru selesai di bangun yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil.

Lama kelamaan sejoli ini semakin tertarik dan suka satu sama lain. Mereka lalu memutuskan untuk menikah dan hidup bersama menjadi satu keluarga.

Saat ini ratusan ribu bahkan mungkin hampir jutaan wisatawan mengunjungi Pulau Tidung sekedar untuk memenuhi rasa penasaran mereka tentang Jembatan Cinta di Pulau Tidung.

Itulah sedikit cerita di balik Jembatan Cinta Pulau Tidung di Kepulauan Seribu. Ikuti terus cerita khusus Kepulauan Seribu di detikTravel selama weekend ini!

Wisata Kuliner di Karawang, Cobain Pepesnya Yuk

Setiap daerah di Indonesia punya makanan khas yang menggugah selera, tak terkecuali dengan Karawang, yang lebih dikenal dengan kawasan Industri dan pemakaman mewahnya. Bagi traveler yang gemar wisata kuliner, tidak ada salahnya datang ke Karawang.
Saat berkunjung ke Karawang beberapa waktu yang lalu saya mencoba untuk mencicipi pepes yang khas di kawasan ini, atau lebih tepatnya daerah Walahar. Akses menuju tempat ini, jika menggunakan mobil pribadi dari Jakarta, tak terlalu sulit ditemukan. Cukup keluar di pintu tol Karawang Timur dan mengarah ke kanan, selanjutnya tinggal ikuti papan petunjuk lalulintas menuju Walahar.

Di kawasan Walahar berdiri beberapa warung yang menyajikan aneka hidangan pepes yang nikmat. Salah satu yang cukup terkenal adalah warung Pepes Jambal H.Emin. Untuk saya, yang paling spesial adalah pepes ikan jambalnya. Selain itu ada juga pepes ikan mas dan pepes ikan peda. Bagi traveler yang kurang suka ikan, jangan khawatir karena tersedia juga pepes ayam, jamur, maupun tahu.

Bagi traveler yang belum familiar dengan ikan jambal, ikan ini sendiri merupakan ikan laut yang biasa diolah sebagai ikan asin yang disebut jambal roti. Panjang ikan ini bisa mencapai 1,5 meter dan berat 5 Kg.Ikan jambal memiliki protein yang tinggi dan memiliki manfaat besar seperti mencegah penyakit jantung, stroke, dan kolesterol.

Yang membuat pepes di tempat ini spesial adalah karena ikan yang masih segar langsung dimasak di atas tungku yang tradisional, dan langsung disajikan ke pengunjung selagi masih panas. Akan kian nikmat saat disajikan bersama sambal hijau yang legit dan gurih. Nyam!

Jika tiba saatnya jam makan siang, warung ini akan sangat dipadati pengunjung. Nahkan untuk mencari parkir pun cukup susah karena jalan di depannya tidak terlalu luas. Tak heran kalau sebelum sore hari, hidangan pepes di tempat ini sudah habis terjual.

Goa Kreo dan Kisah Kera Yang Setia

Goa Kreo kini jadi salah satu destinasi wisata di Kota Semarang. Menariknya, di kawasan Goa Kreo ini hidup berkoloni kera ekor panjang.
Berlokasi di kawasan waduk Jatibarang, Gunungpati, Semarang, keberadaan Goa Kreo konon tidak terlepas dari kisah jejak para wali yang melakukan syiar di tanah Jawa. Adalah kisah sejarah para wali datang ke di kerajaan Demak pada era pemerintahan Raden Patah mengemban misi membangun masjid di daerah Glagah Wangi.

Setelah musyawarah, sembilan wali disepakati untuk mencari kayu jati sebagai soko guru tiang penyangga atap masjid. Wali yang mendapat mandat tugas itu adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga.

Tersebutlah, Sunan Kalijaga diminta mencari kayu ke arah selatan. Para santri pengikutnya pun tak lupa diajaknya. Sunan Kalijaga, akhirnya menemukan pohon jati di sebuah kawasan hutan. Namun, ketika didekati para santri pohon jati tersebut bisa bergerak dan berpindah tempat. Karena kejadian itu, kawasan tempat Sunan Kalijaga menemukan pohon jati dinamakan Jatingaleh.

Tak berputus asa, Sunan Kalijaga dan para santrinya, terus menejar pohon jati yang berpindah ke arah barat daya. Sunan Kalijaga terus mengejar laju pohon jati itu. sempat terhalang sungai yang besar dan kesulitan untuk menyeberanginya.

Para santri menemukan pohon jati paling menjulang tinggi di antara pohon jati yang lainnya. Sebagai penanda Sunan Kalijaga dan para pengikutnya memberi nama tempat itu Jatikalangan.

Sunan Kalijaga pun langsung bertindak cepat untuk mengikat batang kayu tersebut dengan selendang supaya tidak kabur lagi. Sang Sunan kemudian memanjatkan doa kepada Tuhan meminta petunjuk agar dimudahkan mengangkut kayu jati ini ke Demak.

Sunan Kalijaga, akhirnya berhasil menebang pohon kayu jati tersebut memotong-motongnya. Tujuannya, agar mudah diangkut lewat jalur sungai. Tetapi, ada kejadian yang aneh, tiba-tiba tunggak atau akar pohon yang tersisa berubah melebar. Kawasan itu pun kini dikenal sebutan Tunggak Jati Ombo.

Sesampainya di kedung yang panjang, Sunan Kalijaga memutuskan menepi dan menyandarkan kayu jati. Pasalnya, Sunan Kalijaga dan para santri pengikutnya mendengar pementasan tari atau dalam istilah Jawa disebut mbarang tari. Sunan Kalijaga dan pengikutnya pun ikut bergabung menari. Kawasan itu pun hingga kini dikenal dengan sebutan Jati Barang

Ketika Sunan Kalijaga melanjutkan perjalanan ada hambatan, kayu yang dibawanya tak bisa melewati belokan sungai yang tajam. Sunan kalijaga sudah melakukan berbagai upaya namun gagal. Rombongan pun istirahat di bukit yang ada guanya. Sunan Kalijaga memohon pada Yang Maha Kuasa untuk diberi kemudahan.

Akhirnya, ditemukan jalan kayu dipotong menjadi dua bagian. Bagian atas dibawa ke sungai biar melaju sampai Demak. Yang sepotong bagian bawah ditingalkan dekat gua di bukit.

Sunan Kalijaga juga mengadakan selamatan dengan menyiapkan masakan dan makan bersama. Tetapi ketika usai makan, tiba-tiba muncul empat ekor kera merah, putih, kuning, dan hitam.

Kedatangan mereka berniat membantu Sunan Kalijaga membawa kayu ke Demak. Tetapi Sunan Kalijaga, tak mengizinkannya. Mereka justru disuruh menjaga gua dan sungai yang ada. Sunan pun kembali menjalankan perjalanannya kembali ke Demak.

Kisah ini pun beredar secara turun-temurun. Kawasan ini kini tersohor dengan nama Goa Kreo. Goa Kreo terdiri dari dua kata yakni Goa dan Ngreha yang berarti Goa yang dijaga.

Penjaganya adalah para kera yang bersetia mengikuti perintah Sunan Kalijaga untuk tinggal dan menjaga Goa Kreo. Untuk memperingati dan mengenang napak tilas Sunan Kalijaga, setiap tahunnya selepas hari raya biasanya digelar ritual tradisi Sesaji Rewanda. Tradisi ini ditandai dengan sesaji gunungan buah-buahan untuk diberikan kepada kera-kera yang sampai saat ini menghuni Kawasan Goa Kreo.

Dengan mengantungi tiket seharga Rp 3.000, Anda bisa menyapa kera yang ada di Goa Kreo. Bisa juga bersantai naik perahu mengelilingi Waduk Jatibarang.