Sabtu, 21 Desember 2019

Goa Kreo dan Kisah Kera Yang Setia

Goa Kreo kini jadi salah satu destinasi wisata di Kota Semarang. Menariknya, di kawasan Goa Kreo ini hidup berkoloni kera ekor panjang.
Berlokasi di kawasan waduk Jatibarang, Gunungpati, Semarang, keberadaan Goa Kreo konon tidak terlepas dari kisah jejak para wali yang melakukan syiar di tanah Jawa. Adalah kisah sejarah para wali datang ke di kerajaan Demak pada era pemerintahan Raden Patah mengemban misi membangun masjid di daerah Glagah Wangi.

Setelah musyawarah, sembilan wali disepakati untuk mencari kayu jati sebagai soko guru tiang penyangga atap masjid. Wali yang mendapat mandat tugas itu adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga.

Tersebutlah, Sunan Kalijaga diminta mencari kayu ke arah selatan. Para santri pengikutnya pun tak lupa diajaknya. Sunan Kalijaga, akhirnya menemukan pohon jati di sebuah kawasan hutan. Namun, ketika didekati para santri pohon jati tersebut bisa bergerak dan berpindah tempat. Karena kejadian itu, kawasan tempat Sunan Kalijaga menemukan pohon jati dinamakan Jatingaleh.

Tak berputus asa, Sunan Kalijaga dan para santrinya, terus menejar pohon jati yang berpindah ke arah barat daya. Sunan Kalijaga terus mengejar laju pohon jati itu. sempat terhalang sungai yang besar dan kesulitan untuk menyeberanginya.

Para santri menemukan pohon jati paling menjulang tinggi di antara pohon jati yang lainnya. Sebagai penanda Sunan Kalijaga dan para pengikutnya memberi nama tempat itu Jatikalangan.

Sunan Kalijaga pun langsung bertindak cepat untuk mengikat batang kayu tersebut dengan selendang supaya tidak kabur lagi. Sang Sunan kemudian memanjatkan doa kepada Tuhan meminta petunjuk agar dimudahkan mengangkut kayu jati ini ke Demak.

Sunan Kalijaga, akhirnya berhasil menebang pohon kayu jati tersebut memotong-motongnya. Tujuannya, agar mudah diangkut lewat jalur sungai. Tetapi, ada kejadian yang aneh, tiba-tiba tunggak atau akar pohon yang tersisa berubah melebar. Kawasan itu pun kini dikenal sebutan Tunggak Jati Ombo.

Sesampainya di kedung yang panjang, Sunan Kalijaga memutuskan menepi dan menyandarkan kayu jati. Pasalnya, Sunan Kalijaga dan para santri pengikutnya mendengar pementasan tari atau dalam istilah Jawa disebut mbarang tari. Sunan Kalijaga dan pengikutnya pun ikut bergabung menari. Kawasan itu pun hingga kini dikenal dengan sebutan Jati Barang

Ketika Sunan Kalijaga melanjutkan perjalanan ada hambatan, kayu yang dibawanya tak bisa melewati belokan sungai yang tajam. Sunan kalijaga sudah melakukan berbagai upaya namun gagal. Rombongan pun istirahat di bukit yang ada guanya. Sunan Kalijaga memohon pada Yang Maha Kuasa untuk diberi kemudahan.

Akhirnya, ditemukan jalan kayu dipotong menjadi dua bagian. Bagian atas dibawa ke sungai biar melaju sampai Demak. Yang sepotong bagian bawah ditingalkan dekat gua di bukit.

Sunan Kalijaga juga mengadakan selamatan dengan menyiapkan masakan dan makan bersama. Tetapi ketika usai makan, tiba-tiba muncul empat ekor kera merah, putih, kuning, dan hitam.

Kedatangan mereka berniat membantu Sunan Kalijaga membawa kayu ke Demak. Tetapi Sunan Kalijaga, tak mengizinkannya. Mereka justru disuruh menjaga gua dan sungai yang ada. Sunan pun kembali menjalankan perjalanannya kembali ke Demak.

Kisah ini pun beredar secara turun-temurun. Kawasan ini kini tersohor dengan nama Goa Kreo. Goa Kreo terdiri dari dua kata yakni Goa dan Ngreha yang berarti Goa yang dijaga.

Penjaganya adalah para kera yang bersetia mengikuti perintah Sunan Kalijaga untuk tinggal dan menjaga Goa Kreo. Untuk memperingati dan mengenang napak tilas Sunan Kalijaga, setiap tahunnya selepas hari raya biasanya digelar ritual tradisi Sesaji Rewanda. Tradisi ini ditandai dengan sesaji gunungan buah-buahan untuk diberikan kepada kera-kera yang sampai saat ini menghuni Kawasan Goa Kreo.

Dengan mengantungi tiket seharga Rp 3.000, Anda bisa menyapa kera yang ada di Goa Kreo. Bisa juga bersantai naik perahu mengelilingi Waduk Jatibarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar