Jumat, 27 Desember 2019

Kawah Ijen, Pesonamu Sungguh Tiada Dua

Destinasi Kawah Ijen menjadi primadona karena blue fire dan keindahannya. Siapa pun pasti tergoda untuk datang dan menikmati Kawah Ijen.

Mendaki gunung? Pernah terlintas di kepala, namun tidak pernah berani bermimpi untuk merealisasikannya, mengingat fisik yang tidak pernah terlatih untuk olah raga sedikit pun. Pada bulan Oktober 2018 yang lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi Banyuwangi.

Perjalanan singkat selama 3 hari 2 malam pun rasanya tidak terpikir untuk mengunjungi Kawah Ijen yang terkenal itu. Mengapa? Karena di benak saya, mendaki gunung perlu waktu berjam-jam, perlu menginap berhari-hari, perlu latihan fisik dan stamina yang kuat, dan banyak pemikiran rumit yang lainnya.

Sejak di Jakarta melihat itinerary tour saya yang mencantumkan Kawah Ijen pada hari ke-2, saya sudah bertekad bulat untuk kabur dari jadwal dan tidak mengikuti rombongan tur ke Kawah Ijen. Namun, rencana itu seketika buyar ketika tour guide saya mengatakan, percuma jauh-jauh ke Banyuwangi, kalau tidak mengunjungi Kawah Ijen.

Belum sah ke Banyuwangi itu kamu namanya!. Wah, mendengar perkataan tersebut, seketika pertahanan batin saya hancur dan rasanya ingin sekali untuk mengunjungi Kawah Ijen.

Sewaktu sampai di parkiran Paltuding, seketika saya teringat akan seriusnya naik gunung ini. Orang-orang disekeliling saya rasanya terlihat sudah siap tempur mengarungi medan Gunung Ijen ini.

Sementara saya, hanya mengenakan celana jins, jaket seadanya, dan membawa tas ransel yang cukup berat dan berisikan barang-barang yang kurang penting. Entah mengapa, walaupun terjadi pergolakan batin yang begitu kuat, langkah kaki saya terus melaju mengikuti rombongan untuk mendaki Gunung Ijen tersebut.

Tidak terasa, sayapun akhirnya mendaki gunung dengan tanpa persiapan apapun, pakaian yang tidak siap, serta mental yang tidak siap pula. Beberapa kali saya hampir terjatuh karena jalanan berpasir yang menutupi seluruh jalanan menuju ke Kawah Ijen.

Untungnya, tour guide saya yang berbaik hati mencarikan saya ranting pohon yang cukup panjang, sebagai tongkat untuk membantu saya berjalan. Beberapa kali saya berhenti karena merasa tidak sanggup untuk melanjutkan perjalanan.

Apalagi, banyak bapak-bapak ber-troli yang seakan menggoda saya untuk menaiki gerobaknya agar cepat sampai di kawah. Tetapi, kok rasanya akan tidak bangga ya jika mencapai kawah tetapi dengan bantuan gerobak.

Selain itu, tarifnya yang lumayan mahal juga membuat saya mengurungkan niat untuk menaiki memakai jasa troli tersebut. Tarif yang ditawarkan bervariasi antara satu bapak dengan bapak yang lain, kurang lebih Rp 300.000, sampai Rp 700.000, untuk satu kali jalan, tergantung dari seberapa jauh jarak yang harus ditempuh.

Pertama kali mendaki gunung, saya tidak bisa berhenti menangis haru disepanjang perjalanan, karena saya merasa takjub melihat pemandangan alam yang begitu luar biasa indah dan merasa takjub terhadap diri sendiri karena sudah bisa berada sampai di titik ini.

Tempo berjalan yang cukup lambat, membuat saya sampai di puncak Gunung Ijen (Kawah Ijen) dengan menghabiskan selama hampir 4 jam. Saya mulai mendaki kurang lebih pk 07.30 pagi dan sampai di puncak pada pukul 11.30. Begitu sampai di bibir Kawah Ijen, pemandangannya begitu luar biasa indah. Tetapi, aroma bau belerang dari Kawah Ijen ternyata cukup mengganggu saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar