Senin, 06 Januari 2020

Libatkan Milenial, Festival Bunga Tomohon 2019 Bisa Lebih Semarak

Event Tomohon International Flower Festival 2019 dikonsep ramah buat milennial. Apalagi Millennial Tourism Corner akan dihadirkan. Event unggulan Tim Percepatan Millennial Tourism Kemenpar itu akan digelar Kamis (8/8/2019). Lokasinya di Ruang Alamanda, Bukit Doa, Kota Tomohon, Sulawesi Utara.

Menurut Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Rizki Handayani, pelaksanaan Millennial Tourism Corner di Kota Tomohon adalah hasil kolaborasi.

"Kegiatan ini adalah hasil kerja sama Kementerian Pariwisata dengan penyelenggara Tomohon International Flower Festival (TIFF) dan Kerukunan Keluarga Kawanua. Millennial Tourism Corner masuk ke dalam rangkaian acara pre-event Tomohon International Flower Festival (TIFF)," papar Rizki dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2019).

Buat Ketua Tim Pelaksana Calendar of Event Kemenpar Esthy Reko Astuty, hadirnya Millennial Tourism Corner akan membuat TIFF 2019 semakin semarak.

"Keterlibatan milenial akan membuat akan membuat Tomohon International Flower Festival semakin kencang gaungnya. Terutama di media sosial. Karena itu karakter dari millennial. Dan ini akan menguntungkan TIFF. Khususnya secara publikasi dan promosi," tutur Esthy.

Millennial Tourism Corner di Tomohon adalah rangkaian dari kegiatan sebelumnya. Millennial Tourism Corner telah sukses digelar di dua kota besar, Jakarta dan Bandung.

Ketua Tim Percepatan Millennial Tourism Kemenpar Gabriella Paricia Mandolang mengatakan, pelaksanaan Millennial Tourism Corner di Tomohon akan istimewa.

"Istimewa karena lokasi yang kita pilih sangat spesial. Bukit Doa, Kota Tomohon, merupakan salah satu destinasi favorit generasi milenial di Sulawesi Utara. Sangat instagramable. Keindahan Bukit Doa banyak ditemui di media sosial," ujar wanita yang akrab disapa Gaby itu.

Millennial Tourism Corner kali ini mengangkat tema The Energy Of Tourism. Para generasi millennial akan membahas mengenai pemanfaatan pariwisata oleh berbagai industri. Tujuannya, untuk meningkatkan economic value di era digital.

"Kita berharap generasi milenial mampu dan berani mengambil langkah. Mereka harus bisa memanfaatkan potensi besar pada industri pariwisata. Dan mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi dengan bakat dan kemampuan masing-masing," lanjut Gaby.

Yang akan berpartisipasi dalam event ini bukan orang sembarangan. Ada Menteri Pariwisata Arief Yahya, Noudhy Valdryno, Manager Penjangkauan Politik dan Pemerintahan Facebook Indonesia, Perwakilan dari Traveloka dan Trivet Sembel, serta Founder dan CEO dari Proud Media Group.

Staf Khusus Menpar Bidang Media dan Komunikasi Don Kardono, mengatakan Millennial Tourism Corner selalu menghadirkan pembicara dari sudut pandang yang berbeda.

"Kali ini ada Noudhy Valdryno sebagai Manager Penjangkauan Politik dan Pemerintahan. Ia akan berbicara mengenai 'Social Media Efficient For Tourism Industry'. Sedangkan Perwakilan dari Traveloka akan berbicara mengenai 'Benefits and Opportunities Tourism Industry' dan Trivet Sembel yang akan berbicara mengenai 'How To Start A Great Movement'," papar Don.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan TIFF 2019 harus bisa memaksimalkan potensi dari milenial. Apalagi, potensinya sangat tinggi.

"Millennial adalah generasi masa depan buat pariwisata. Karena, outbbound sangat tinggi. Ciri khas milenial adalah big and loud. Mereka sangat berisik. Sangat ramai di media sosial. Tapi inilah keuntungannya. Karena mereka akan mengabarkan langsung pengalaman di sebuah destinasi. Dan hal itu menjadi cara promosi yang efektif," paparnya.

Minggu, 05 Januari 2020

Cerita Kapolri Tito Karnavian Jatuh Cinta dengan Diving

Ajang pemecahan Guinness World Record di Manado membawa banyak cerita. Salah satunya cerita Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang jatuh cinta dengan diving.

Hal ini dikisahkan Tito Karnavian ketika di Manado, usai ikut menjadi salah satu dari 3.131 penyelam yang memecahkan Rekor Penyelaman Massal Terbanyak di Dunia. Mungkin banyak juga yang belum tahu kalau Tito jago diving.

Istrinya, Tri Tito Karnavian, menjadi Ketua Wanita Selam Indonesia (WASI). WASI-lah yang menggagas pemecahan 3 Guinnness World Record di Manado untuk rantai penyelam terbanyak (578 orang), bendera terbesar bawah laut (1.014 m2) dan penyelaman massal terbanyak (3.131 penyelam).

Bagaimana Tito dan istrinya menggemari diving? Menurut Tito, awalnya mereka dikenalkan dengan diving oleh kolega sesama perwira Polri, kemudian Tito ditugaskan di tempat yang eksotis di Indonesia.

"Awalnya dari tugas di Poso. Karena daerah konflik, nggak ada yang main di airnya. Lalu pindah ke Papua, kalau stress kerja ya kita diving. Apalagi di sana ada Raja Ampat kan," kata mantan Kapolda Papua 2012-2014 itu, Sabtu (3/8/2019).

Dari situ, Tito dan istrinya menjajal diving di berbagai destinasi di Indonesia. Dia menyebut antara lain Labuan Bajo, Wakatobi, Belitung, Derawan dll. Bahkan ia mengakui, istrinya lebih suka lagi dengan diving.

"Dari situ kita sadar betapa kaya Indonesia dari alam bawah lautnya," kata Tito.

Indonesia menurutnya harus lebih jago menjual destinasi wisata lautnya. Maladewa kata Tito, kalau bagus alam bawah lautnya namun lebih bisa menjual destinasinya.

"Potensi (diving-red) itu luar biasa di Indonesia, tapi kita tidak menyadarinya," tutup dia.

Geger Listrik Jakarta Padam, Jadi Ingat Pedalaman Papua

 Warga Jakarta dibuat kelimpungan dengan matinya listrik berjam-berjam pada Minggu (4/8) kemarin. Di Papua sana, ada mereka yang masih hidup tanpa listrik.

Pemadaman massal terjadi di wilayah Jabodetabek sampai Bandung pada Minggu (4/8). Dimulai dari siang hari sekitar pukul 11.00 WIB, listrik padam ditambah jaringan telepon seluler pun mati.

Berjam-jam listrik mati, sampai-sampai transportasi umum macam kereta api dan MRT ikut lumpuh. Ada yang baru 8 jam menyala, bahkan ada juga sampai 10 jam lebih. Malah hari ini, Senin (5/8/2019) ada lagi pemadaman massal bergilir.

Matinya listrik, membuat warga Jakarta kelimpungan. Bukan begitu?

Kemarin saat mati listrik, saya berdiam sejenak. Merasakan gelapnya malam yang sunyi, sesekali terdengar suara orang saring bercengkrama. Ah rasanya sulit sekali melihat teman-teman sekomplek saling berbincang dan menghabiskan waktu bersama, karena kerap kali mereka berdiam diri di rumah dan berselancar di media sosialnya.

Saat itu pula, pikiran saya menuju ke Ugimba. Suatu desa di Kabupaten Intan Jaya, di kaki Pegunungan Jayawijaya, Papua yang sulit ditempuh. Desa di tengah hutan belantara yang dihuni suku Moni dan tanpa listrik!

Sekitar tahun 2015, saya mendatangi Desa Ugimba dalam rangkaian Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz. Untuk menuju ke sana, dari Timika naik pesawat perintis dan mendarat di Sugapa. Selanjutnya, jalan kaki 16 jam menembus hutan rimba.