Minggu, 05 Januari 2020

Cerita Kapolri Tito Karnavian Jatuh Cinta dengan Diving

Ajang pemecahan Guinness World Record di Manado membawa banyak cerita. Salah satunya cerita Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang jatuh cinta dengan diving.

Hal ini dikisahkan Tito Karnavian ketika di Manado, usai ikut menjadi salah satu dari 3.131 penyelam yang memecahkan Rekor Penyelaman Massal Terbanyak di Dunia. Mungkin banyak juga yang belum tahu kalau Tito jago diving.

Istrinya, Tri Tito Karnavian, menjadi Ketua Wanita Selam Indonesia (WASI). WASI-lah yang menggagas pemecahan 3 Guinnness World Record di Manado untuk rantai penyelam terbanyak (578 orang), bendera terbesar bawah laut (1.014 m2) dan penyelaman massal terbanyak (3.131 penyelam).

Bagaimana Tito dan istrinya menggemari diving? Menurut Tito, awalnya mereka dikenalkan dengan diving oleh kolega sesama perwira Polri, kemudian Tito ditugaskan di tempat yang eksotis di Indonesia.

"Awalnya dari tugas di Poso. Karena daerah konflik, nggak ada yang main di airnya. Lalu pindah ke Papua, kalau stress kerja ya kita diving. Apalagi di sana ada Raja Ampat kan," kata mantan Kapolda Papua 2012-2014 itu, Sabtu (3/8/2019).

Dari situ, Tito dan istrinya menjajal diving di berbagai destinasi di Indonesia. Dia menyebut antara lain Labuan Bajo, Wakatobi, Belitung, Derawan dll. Bahkan ia mengakui, istrinya lebih suka lagi dengan diving.

"Dari situ kita sadar betapa kaya Indonesia dari alam bawah lautnya," kata Tito.

Indonesia menurutnya harus lebih jago menjual destinasi wisata lautnya. Maladewa kata Tito, kalau bagus alam bawah lautnya namun lebih bisa menjual destinasinya.

"Potensi (diving-red) itu luar biasa di Indonesia, tapi kita tidak menyadarinya," tutup dia.

Geger Listrik Jakarta Padam, Jadi Ingat Pedalaman Papua

 Warga Jakarta dibuat kelimpungan dengan matinya listrik berjam-berjam pada Minggu (4/8) kemarin. Di Papua sana, ada mereka yang masih hidup tanpa listrik.

Pemadaman massal terjadi di wilayah Jabodetabek sampai Bandung pada Minggu (4/8). Dimulai dari siang hari sekitar pukul 11.00 WIB, listrik padam ditambah jaringan telepon seluler pun mati.

Berjam-jam listrik mati, sampai-sampai transportasi umum macam kereta api dan MRT ikut lumpuh. Ada yang baru 8 jam menyala, bahkan ada juga sampai 10 jam lebih. Malah hari ini, Senin (5/8/2019) ada lagi pemadaman massal bergilir.

Matinya listrik, membuat warga Jakarta kelimpungan. Bukan begitu?

Kemarin saat mati listrik, saya berdiam sejenak. Merasakan gelapnya malam yang sunyi, sesekali terdengar suara orang saring bercengkrama. Ah rasanya sulit sekali melihat teman-teman sekomplek saling berbincang dan menghabiskan waktu bersama, karena kerap kali mereka berdiam diri di rumah dan berselancar di media sosialnya.

Saat itu pula, pikiran saya menuju ke Ugimba. Suatu desa di Kabupaten Intan Jaya, di kaki Pegunungan Jayawijaya, Papua yang sulit ditempuh. Desa di tengah hutan belantara yang dihuni suku Moni dan tanpa listrik!

Sekitar tahun 2015, saya mendatangi Desa Ugimba dalam rangkaian Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz. Untuk menuju ke sana, dari Timika naik pesawat perintis dan mendarat di Sugapa. Selanjutnya, jalan kaki 16 jam menembus hutan rimba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar