Rabu, 29 Januari 2020

Touring Motor dan Wisata Kuliner dari Jakarta ke Dieng

 Touring motor adalah kegiatan wisata petualangan yang seru dilakukan. Apalagi menyusuri Pantura Jawa yang punya banyak objek wisata dan tempat kuliner.

Meninggalkan Jakarta menuju Jawa Tengah di awal tahun dengan sepeda motor sebenarnya bukan ide yang bagus. Cuaca sedang tidak bersahabat, ditemani adik sepupu yang mengendarai Yamaha MT-25 hujan deras mengguyur sejak pagi dan langit masih sibuk bermain dengan warna gelap dan basah hingga siang hari. Tetapi windshield yang cukup tinggi dari Himalayan ini cukup melindungi dari terpaan angin, kombinasi jas hujan dan jaket waterproof dengan protektor membuat badan tetap kering.

Di jalan lingkar luar Karawang, hujan deras dan angin kencang menerpa sepeda motor turing adventure ini, sosoknya tetap stabil di jalan terbuka. Berkubikasi mesin 410 cc dengan monoshock-monoshock pertama dari seluruh seri motor keluaran Royal Enfield, membuat Himalayan lebih stabil di jalan menikung dan bergelombang. Tenaga yang disemburkan lebih dari cukup untuk motor turing. Kecuali Anda berharap loncatan tenaga yang besar di awal, Anda layak memikirkan motor sport lansiran pabrikan Jepang. Royal Enfield Himalayan memang dirancang untuk memberikan kenyamanan turing jarak jauh dan masih mumpuni di medan off-road ringan, bukan untuk beradu kecepatan.

Memasuki Cirebon, ketika beberapa kali berhenti di lampu merah, desain dan bentuk motor berwarna putih ini menarik banyak perhatian. Meskipun seat levelnya setara dengan motor kebanyakan di Indonesia 800mm dari permukaan tanah, dashboard dan buritannya tetap lebih tinggi, terlihat jangkung dengan garpu teleskopik menjulang tinggi di depan. Apalagi desain dual-purpose yang ditegaskan dengan ukuran ban depan pelk jari-jari ring 21 dan belakang ring 18 yang dibungkus dengan ban dual-purpose MT-60 keluaran Pirelli, motor ini nyaman dikendarai oleh pria dewasa dengan tinggi badan rata-rata di Indonesia.

Turing, Kuliner dan Wisata

Belum main ke Cirebon kalau belum makan Nasi Jamblang atau Empal Gentong. Akhirnya kami berbelok ke Nasi Jamblang Mang Dul di Jalan Cipto Mangunkusumo. Di kedai makan ini banyak pengunjung yang hanya meminta nasi sedikit, namun lauk yang mereka makan bisa lebih banyak. Yang menjadi ciri khas Nasi Jamblang adalah nasi yang dibungkus daun jati, sambel khas Cirebon yang disebut Jamblang dan lauk pauk yang beraneka ragam.

Sayang sekali saat kami tiba di warung nasi Jamblang Mang Dul, tahu berisi oncom pedas favorit belum tersedia. Tahu itu mirip tahu isi di Jakarta, tetapi isinya bukan sayuran, melainkan oncom pedas. Tahunya empuk dan dibungkus tepung yang juga empuk, tidak kriuk seperti tahu isi di Jakarta. Duh, sedikit menyesal tetapi tetap terbayar dengan lauk lainnya yang tidak kalah enak. Mari makan, nyam nyaam nyaaam.

Setelah kenyang, hasrat untuk menggeber motor ini menuju Jawa Tengah seperti tak terbendung lagi. Jalanan relatif lancar dan cuaca lebih bersahabat. Himalayan sungguh nyaman untuk menjelajah jalanan pantai utara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Handlingnya enak untuk meliuk di antara kepadatan truk dan lalu lintas siang hari.

Sebelum Pekalongan, GPS menunjukkan jalan berbelok ke kanan, ke arah selatan. Kurang dari 50 km, kabupaten pesisir Pekalongan memiliki wilayah di ketinggian lebih dari 1.160 mdpl. Hari menjelang meredup ketika roda Himalayan menyentuh bumi Petungkriyono. Sisa air hujan masih membasahi daun-daun di hutan lindung milik Perum Perhutani. Beberapa monyet liar berloncatan di dahan pepohonan seperti mengucapkan selamat datang.

Petungkriyono adalah kota kecamatan di Kabupaten Pekalongan. Dalam satu lokasi di sini terdapat banyak atraksi wisata seperti Curug Bajing, Wana Wisata Curug Lawe, bumi perkemahan, River Tubing, telaga yang bening hingga menyusuri sungai dengan tebing yang fantastis di Black Canyon. Lebih unik lagi adalah kopi yang seharusnya bisa menjadi komoditi unggulan Petungkriyono. Kopi Petung dibuat dari tumbuhan kopi alami atau liar yang hidup di antara pepohonan hutan lindung, jadi sangat berbeda dengan kopi yang dipanen dari hasil kebun. Jenisnya pun ada arabica dan robusta, harganya per gelas siap saji cukup murah, hanya Rp 10.000.

Duren juga tersedia sesuai musim, harganya lebih terjangkau dibanding di kota besar. Sebutir durian sebesar kepala orang dewasa bisa ditebus dengan harga paling mahal Rp 80.000, rasanya sangat manis dan legit. Dagingnya tebal. Jadi, jangan ragu bawa motor kalian ke Petungkriyono. Membuka tenda atau menginap di homestay, semua ada pilihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar