Selasa, 28 Januari 2020

Niat Santai di Sungai, Traveler Malah Temukan Fosil Jutaan Tahun

Niat awal mau bersantai bareng peliharaan di sungai, traveler malah temukan fosil. Diteliti, ternyata fosil kaki Burung Moa yang sudah punah.

Kejadian tak terduga itu pun bertempat di Sungai Kyeburn, Selandia Baru. Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Jumat (10/5/2019), lokasinya berjarak sekitar 15 Km dari kota terdekat Ranfurly seperti diberitakan News Australia.

Adalah Michael Johnston, seorang warga setempat yang secara tak sengaja menemukan fosil tersebut. Awalnya Johnston hanya ingin berendam di sungai bersama anjing peliharaannya, tapi malah tak sengaja melakukan penemuan besar.

Mendapati penemuan tersebut, Johnston pun memotret dan mengirim foto temuannya ke Museum Otago. Di sana, kurator museum yang bernama Kane Fleury langsung menimpali.

"Tidak setiap hari kamu menemukan fosil jejak moa di sungai," ujar Fleury.

Setelah diselidiki lebih jauh, ditemukan total tujuh fosil jejak moa. Masing-masing berukuran 30 cm. Upaya preservasi dan penggalian lebih lanjut segera dilakukan. Di mana nantinya akan dipindahkan ke Museum Otago.

Penemuan fosil moa itu pun juga disambut baik oleh para akademisi. Tak sedikit yang merasa takjub pada Johnston atas penemuannya tersebut.

"Fosil kaki tersebut merupakan jejak moa pertama yang ditemukan di South Island sekaligus sedikit dari masa lalu sebelum zaman es," ujar Profesor Ewan Fordyce dari fakltas geologi Universitas Otago seperti diberitakan media New Zealand Herald.

Diketahui, moa merupakan keluarga burung berukuran besar yang tak dapat terbang. Mirip dengan burung Emu yang banyak ditemui di Selandia Baru.

Ini Pentingnya Mengurangi Sampah Plastik Sejak Dini

Mengedukasi agar masyarakat mengurangi sampah plastik bukan perkara mudah. Baiknya dimulai oleh anak-anak sejak usia dini.

Hal itulah yang sedang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lewat 'Peluncuran Kampanye Bersih Sampah untuk Anak-anak' yang ditandai oleh film animasi edukasi terkait sampah yang berjudul Akko di Arboretum Cafe, Jakarta, Jumat sore (10/5/2019).

Hadir Rosa Vivien Ratnawati selaku Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3). Diwawancarai detikcom usai acara, Rosa menekankan perlu mengenalkan upaya pengolahan sampah plastik sejak dini.

"Untuk acara hari ini adalah kita mengajak anak-anak, karena mereka adalah generasi penerus dan anak-anak itu adalah kuncinya bangsa agar lebih maju lagi," ujar Rosa.

Selain memulai peduli sejak dini, edukasi disebut Rosa memainkan peranan penting untuk mengurangi sampah plastik. Ditayangkannya film animasi edukasi berjudul Akko pun diharap dapat menjadi jembatan antara anak-anak dan kepedulian akan pengolahan sampah plastik.

"Salah satu kunci untuk mengoptimalkan pengurangan sampah plastik itu adalah edukasi. Untuk itu hari ini kita memperkenalkan animasi kartun untuk anak-anak, diharapkan dengan bahasa yang mudah itu dapat dicerna anak-anak agar paham mengelola sampah dengan baik," terang Rosa.

Saat ini, Indonesia dicap sebagai penghasil sampah plastik terbesar di laut nomor dua setelah China. Disanggah oleh Rosa, semua stakeholder terkait dituntut untuk bekerjasama agar citra buruk itu dapat diperbaiki.

"Sampah plastik itu sudah jadi isu global dan yang tidak enak itu adalah ketika Indonesia dikatakan kontributor sampah plastik di laut nomor dua terbesar di dunia. Padahal itu juga hitungannya belum terlalu benar," ujar Rosa.

Hanya saja, Rosa tidak memungkiri akan bahaya sampah plastik yang butuh waktu sangat lama untuk terurai. Hal terbaik yang bisa kita lakukan kini adalah mengurangi pemakaian dan mengolah plastik sebisa mungkin.

"Memang yang kita takutkan karena sampah plastik tak mudah diserap lingkungan dan umurnya ratusan tahun. Kalau kita tidak mengurangi dikhawatirkan akan lebih luar biasa lagi," tutup Rosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar