Rabu, 29 Januari 2020

Kemenpar Nilai Sungai di Kalteng Punya Potensi Ekowisata Menjanjikan

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menilai beberapa sungai di Kalimantan Tengah memiliki potensi ekowisata yang menjanjikan. Meski sebagian terlihat rusak dan kotor akibat aktivitas tambang liar dan sampah, namun sebenarnya sungai-sungai tersebut memiliki pesona dan keindahan yang layak dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.

Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adyani mengatakan, ada beberapa langkah awal yang harus dilakukan untuk mengembangkan ekowisata di wilayah sungai di Kalimantan Tengah. Antara lain memberikan edukasi dan pemahaman pada masyarakat bahwa sungai memiliki fungsi yang lebih luas.

Menurutnya, sungai tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tambang, juga bukan untuk pembuangan sampah. Sungai itu dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi kehidupan jangka panjang.

"Jadi mari kita manfaatkan sungai dengan baik dengan mengembangkan pariwisata, namun jangan lupa untuk tidak meninggalkan budaya kita. Karena wisatawan asing masih sangat menyukai budaya kita," ujar Giri dalam keterangan tertulis, Kamis (9/5/2019).

Hal itu disampaikannya dalam acara pembukaan Focus Group Discussion (FGD) tentang Pengembangan Produk Ekowisata Berbasis Sungai, yang digelar sejak 9-11 Mei di Swiss Belhotel Danum, Palangkaraya.

Sementara itu, Asdep Bidang Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kemenpar Alexander Reyaan mengaku akan menggali terus potensi-potensi yang ada di sejumlah sungai di Kalimantan. Menurutnya, pengoptimalan potensi tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat umum.

"Kegiatan ekowisata umumnya dilakukan di kawasan konservasi seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru dan Area Sungai. Namun ekowisata juga tetap dapat dilakukan di areal non-konservasi selama kegiatannya masih tetap mengacu 3 pilar utama yaitu Ekologi, Ekonomi, dan Sosial budaya," ungkapnya.

Alexander menambahkan, salah satu kawasan sungai yang sudah mulai dikembangkan yakni Sungai Arut di Kelurahan Raja, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Berkat komando Lurah Raja Rangga Lesmana, warga sekitar kemudian menggagas event bulanan bertajuk 'Bejaja Wadai' yang pertama kali digelar pada Maret 2019.

Bejaja Wadai digagas dengan tujuan untuk mengembalikan lagi fungsi sungai sebagai pusat dari dinamika sosial ekonomi masyarakat Pangkalan Bun. Dalam kegiatan ini, banyak ibu-ibu warga sekitar yang menjajakan kue dan beragam penganan tradisional di atas jembatan kayu, di atas bantaran sungai sepanjang lebih kurang 200 meter.

Menurut Alexander, meski informasi event ini hanya beredar lewat media sosial, pengunjung yang datang sangat banyak. Sebagian mereka memang datang karena ingin mendapatkan jajanan tradisional, sebagian lainnya karena penasaran, sekaligus ingin jalan-jalan menikmati suasana pinggir sungai. Ada pula yang melanjutkan perjalanan susur sungai dengan perahu getek.

Adapun kuliner tradisional yang dijajakan antara lain ada bubur telur keruang, bubur gunting, bubur randang, coto menggala, kekicak, gamat, klepon labu, kerupuk basah, lapat, pais, dan roti tangkup.

Sungai Arut melintasi Kota Pangkalan Bun. Sejak dua abad lalu di masa Kesultanan Kotawaringin, sungai ini menjadi urat nadi kehidupan masyarakat sekitar. Namun, seiring perkembangan zaman, situasi mulai berubah. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan ternyata berdampak pada masyarakat di sekitar sungai.

"Adanya event bulanan seperti Bejaja Wadai akan menghidupkan kembali suasana Sungai Arut seperti zaman dulu. Dengan pemandangan yang bagus, masyarakat bisa bernostalgia melalui paket wisata kampung," kata Giri.

Terkait FGD kali ini, Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, tujuannya adalah untuk memperkenalkan serta mengangkat pengembangan produk ekowisata berbasis sungai di Kalimantan Tengah dan sekitarnya. Kemudian brainstorming guna penyelarasan pengembangan produk ekowisata berbasis sungai dengan stakeholders terkait, memperoleh dukungan dari para stakeholders serta pemangku kawasan, sekaligus menyusun pola perjalanan produk ekowisata sungai.

"FGD dilaksanakan dalam rangka koordinasi, penyusunan dan juga ajang sosialisasi mulai dari proses perancangan hingga pelaksanaan. Adapun stakeholders yang diundang yakni sebanyak 70 orang dari unsur pemerintah, asosiasi, industri pariwisata, NGO, komunitas, akademisi dan pihak-pihak yang terkait dalam hal pengembangan ekowisata," jelas Arief.

Dengan adanya acara ini, Arief berharap dapat lebih memperkenalkan konsep produk ekowisata berbasis sungai kepada stakeholders ekowisata. Selain itu, diharapkan para pemangku kawasan lebih serius untuk bersinergi dalam pengembangan ekowisata yang memiliki konsep saling terkait dan menguatkan. Sehingga, konsep tersebut dapat memajukan pariwisata nasional dan berkontribusi nyata terhadap devisa negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar