Senin, 27 Januari 2020

Mungkinkah Industri Penerbangan Mengurangi Polusi?

Industri penerbangan berada di bawah tekanan untuk mengurangi emisi karbon. Namun apakah para maskapai bisa melakukan pengurangan polusi udara itu?

Melansir BBC, Minggu (19/5/2019), perjalanan udara terus mengalami pertumbuhan di seluruh dunia. Inovasi dalam hal teknologi juga dikembangkan hingga siasat haruskah kita lebih jarang terbang.

Dulu, penerbangan sangat populer dan dibicarakan di mana-mana karena sebagai bentuk inovasi dan kemajuan. Sekarang orang-orang melihatnya transportasi yang menyumbang banyak polusi dan berbahaya bagi lingkungan.

Industri penerbangan menyumbang sekitar 2% dari emisi global dunia, dan diaperkirakan meningkat. International Air Transport Association (IATA), badan maskapai penerbangan internasional yang bermarkas di Kanada, memperkirakan jumlah penumpang akan berlipat ganda menjadi 8,2 miliar per tahun pada tahun 2037.

Dari data Boeing, diperkirakan akan ada permintaan lebih dari 42.700 pesawat baru selama 20 tahun ke depan. Airbus pun memprediksi hal yang sama.

Namun pada tahun 2050, Uni Eropa menginginkan adanya pengurangan emisi CO2 sebesar 75%, nitrogen oksida sebesar 90%, dan kebisingan sebesar 65% di industri penerbangan. Dan, skema pengimbangan dan pengurangan karbon untuk penerbangan internasional (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) yang baru, telah disepakati oleh 70 negara, mulai berlaku pada tahun 2020.

Lalu, apa yang dilakukan industri penerbangan untuk memenuhi tantangan yang berat ini?

Rolls-Royce, sebagai salah satu pembuat mesin penerbangan utama dunia, selama lebih dari 10 tahun telah mengembangkan mesin UltraFan generasi terbaru. Itu akan siap pada pertengahan dekade berikutnya dan akan 25% lebih efisien bahan bakar daripada mesin Trent generasi pertama.

Airbus mengatakan bahwa keberadaan pesawat listrik masih jauh, dikarenakan berat baterai dan masalah jangkauan. Yang jadi harapan tentang pengembangan pesawat adalah pesawat hibrida-listrik.

Pabrikan percaya pesawat hibrida akan lebih ramah lingkungan dan lebih tenang juga bisa terbang secara komersial pada tahun 2025. Airbus telah bekerja sama dengan Siemens dan Rolls-Royce untuk mengembangkan pesawat berjuluk E-Fan X, dijadwalkan terbang tahun depan.

Meskipun E-Fan X adalah proyek yang sangat penting, kata Prof Iain Gray, direktur aerospace di Cranfield University, teknologi baterai saat ini menunjukkan bahwa elektrifikasi yang diperlukan pesawat lebih besar dan jarak terbang yang juga jauh.

Biofuel yang terbuat dari tanaman atau kotoran hewan sering disebut-sebut sebagai alternatif untuk bahan bakar jet berbasis minyak tanah.

Perlu diingat bahwa sebuah maskapai besar mungkin menggunakan lebih dari empat miliar galon bahan bakar setahun. Dan, saat ini tidak ada pabrik biofuel di dunia yang mampu menghasilkan sebagian kecilnya, kata Freya Burton, salah satu kepala di LanzaTech yang berbasis di Chicago, salah satu pemain terkemuka di bidang mengubah limbah industri menjadi bahan bakar.

Tahun lalu, LanzaTech memasok biofuel untuk membantu menggerakkan penerbangan uji coba oleh Virgin Atlantic antara Orlando, Florida, dan London. LanzaTech mengkhususkan diri dalam membuat etanol melalui gas limbah, tapi biofuelnya hanya menyumbang 6% untuk campuran bahan bakarnya.

Tetapi ada banyak sekali masalah regulasi seputar sertifikasi biofuel yang aman untuk industri penerbangan. Beberapa biofuel dalam penyimpanan dapat mengalami degradasi dari waktu ke waktu dan beberapa bahkan memengaruhi komponen karet yang ada di dalam mesin.

Masalah lain, kata Burton, adalah biofuel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar fosil dan akan tetap demikian sampai tersedia dalam skala besar. IATA mengatakan tagihan bahan bakar industri penerbangan global sekitar USD 180 miliar atau setara Rp 2.600 T pada tahun 2018, biaya terbesar setelah tenaga kerja.

Maskapai penerbangan hanya memberi sedikit insentif untuk membeli bahan bakar yang lebih mahal. LanzaTech mengklaim dapat membangun tiga pabrik gas ke etanol berada di Inggris pada tahun 2025 yang diperlukan pelanggan dan dukungan pemerintah, hasilnya sekitar 125 juta galon SAF (sustainable aviation fuel) per tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar