Jumat, 27 Maret 2020

Alami Kerugian Besar, Pengusaha Hotel dan Restoran Menjerit

Pengusaha hotel dan restoran di Jawa Barat semakin menjerit di tengah pandemi Corona (Covid-19). Kerugian besar semakin dirasakan.
"Hotel sekarang ini okupansinya sudah di bawah satu digit, atau di bawah 10 persen," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar Herman Muchtar via sambungan telepon, Kamis (26/3/2020).

Ia berujar, saat ini ada hotel yang sudah tidak memiliki pengunjung, bahkan ditutup sementara. Sehingga keuntungan pun tak bisa didapat. "Di Bandung ada yang nol, saya katakan di bawah satu digit karena ada yang masih isi, satu, dua, tiga," ujarnya

Ia mengungkapkan, imbas dari penutupan ini, ada hotel yang merumahkan bahkan memecat karyawannya. "Kondisinya seperti itu dan sudah banyak hotel yang terpaksa merumahkan karyawan. Ada juga, sudah mem-PHK dan menutup sementara hotelnya," ungkapnya.

Hal serupa dirasakan oleh pengusaha restoran. Banyak restoran yang tutup di Jawa Barat. "Rumah makan apalagi, tiga hari lalu di Bandung saja sudah 250 rumah makan yang tutup. Mungkin hari ini sudah hampir 600, 250 itu yang baru tercatat, banyak yang belum tercatat," jelasnya.

Begitupun dengan obyek wisata. Obyek wisata sudah banyak yang tutup untuk mencegah penyebaran virus corona. "Tempat wisata sudah tidak ada yang buka. Kalau dibuka juga mau siapa yang datangnya," pungkasnya.

INACA: Maskapai Nasional Sudah Mulai Rumahkan Karyawan

 Industri penerbangan kian memasuki masa yang sangat sulit karena pandemi Corona. Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiratmadja menjelaskan bahwa untuk mengurangi kerugian yang diderita, beberapa waktu belakangan ini, sejumlah maskapai penerbangan telah melakukan langkah antisipasi.
Sejumlah langkah diambil, terutama untuk memilih memilih opsi tutup operasi. Selain itu, maskapai nasional juga mulai merumahkan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya baik bagi pilot, awak kabin, teknisi dan karyawan pendukung lainnya. Dia mencatat, sejak awal bulan Maret 2020 ini terjadi penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis.

Alhasil, semua maskapai penerbangan sudah mengurangi jumlah penerbangan baik rute dan frekuensinya sampai dengan 50% atau lebih.

"Diramalkan apabila penuntasan pandemi Covid-19 semakin tidak pasti hal ini akan membuat industri penerbangan semakin terpuruk bahkan sebagiannya akan tidak beroperasi karena bangkrut," kata Denon dalam siaran persnya seperti dikutip dari detikFinance, Jakarta, Kamis (26/3/20).

Insentif
Untuk menyelamatkan industri penerbangan agar tetap eksis, baik saat ini maupun saat recovery nanti apabila pandemi Covid-19 sudah tuntas, maka INACA saat ini sudah dan akan meminta sejumlah keringanan maupun insentif kepada pemerintah.

"Yang kami harapkan adalah penundaan pembayaran PPh, penangguhan bea masuk impor suku cadang, penangguhan biaya bandara dan navigasi yang dikelola BUMN, pemberlakuan diskon biaya bandara yang dikelola Kementerian Perhubungan, dan perpanjangan jangka waktu berlakunya pelatihan simulator maupun pemeriksaan kesehatan bagi awak pesawat," katanya.

Ia sangat menyadari bahwa wabah covid-19 ini melumpuhkan hampir semua aktivitas perekonomian. Namun menurut Denon industri penerbangan nasional sangat terpuruk.

Jika tidak ada respons positif dari pemerintah yang cepat maka dipastikan akan PHK besar-besaran akan berlanjut. Namun untuk PHK ini dia tak merinci sudah sejauh apa jumlah yang dilakukan maskapai nasional.

"Dampaknya bukan hanya di industri penerbangan itu sendiri tapi juga untuk industri pendukungnya baik hilir maupun hulu seperti bengkel pesawat, ground handling, dan agen perjalanan yang terlibat. Untuk ini, INACA sangat mengharapkan respon positif dari Pemerintah yang cepat untuk menghindari gelombang perumahan dan PHK yang tidak bisa dihindari tersebut," urainya.

Begini Kondisi Malioboro yang Sepi Pengunjung

Wabah Corona atau COVID-19 berdampak kepada semua sektor, khususnya pariwisata. Seperti halnya kawasan Malioboro yang biasanya ramai, kini sepi dari pengunjung dan pedagang.
Pantauan detikcom, suasana di Malioboro sangat sepi dan hanya beberapa toko saja yang beroperasi. Sedangkan untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) yang beroperasi juga sangat sedikit.

Meski sepi, beberapa orang tampak lalu lalang di kawasan Malioboro. Sesekali, tampak pula baik pegawai toko maupun pengunjung mencuci tangan di sebuah wastafel yang tersedia di sepanjang pedestarian Malioboro.

Selain itu, lalu lintas di kawasan tersebut juga terbilang sangat lancar. Pasalnya pada hari-hari biasa lalu lintas di kawasan tersebut terbilang cukup padat.

Salah seorang tukang becak di Malioboro, Rubiyat (52) menyebut, kondisi ini sudah berlangsung sejak pekan lalu. Bahkan, saat ini banyak PKL yang memilih tidak berjualan, atau beberapa toko hanya buka sampai sore hari.

"Ya pokoknya mulai seminggu ini sepi, kemarin-kemarin juga sepi tapi tidak sesepi ini," katanya saat ditemui di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Kamis (26/3/2020).

Pria yang sudah 27 tahun berprofesi sebagai tukang becak ini melanjutkan, bahwa sepinya Malioboro berdampak pada pemasukannya. Bahkan, dia menyebut penghasilannya turun drastis.

"Biasanya sehari itu minimal saya bisa dapat Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Nah, terus ada Corona ini penghasilan harian saya turun drastis," katanya.

Kendati demikian, warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul ini mengaku tetap bekerja di sekitar Malioboro. Bukan tanpa alasan, hal itu semata-mata untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

"Saya masih di luar (narik becak) karena belum ada sosialisasi dan jaminan dapat uang dari Pemerintah. Jadi ya saya modal nekat dan badan sehat saja, kerja ya kerja, masalah lainnya kan sudah ada Allah yang mengatur," ucapnya.

Rubiyat menambahkan, bahwa seumur hidup dia baru mengalami kejadian seperti ini. Karena itu, dia berharap wabah ini segera berakhir. "Mudah-mudahan Corona ini bisa segera berakhir, karena saat ini bisa dibilang sudah paceklik mas," ucapnya.

Alami Kerugian Besar, Pengusaha Hotel dan Restoran Menjerit

Pengusaha hotel dan restoran di Jawa Barat semakin menjerit di tengah pandemi Corona (Covid-19). Kerugian besar semakin dirasakan.
"Hotel sekarang ini okupansinya sudah di bawah satu digit, atau di bawah 10 persen," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar Herman Muchtar via sambungan telepon, Kamis (26/3/2020).

Ia berujar, saat ini ada hotel yang sudah tidak memiliki pengunjung, bahkan ditutup sementara. Sehingga keuntungan pun tak bisa didapat. "Di Bandung ada yang nol, saya katakan di bawah satu digit karena ada yang masih isi, satu, dua, tiga," ujarnya

Ia mengungkapkan, imbas dari penutupan ini, ada hotel yang merumahkan bahkan memecat karyawannya. "Kondisinya seperti itu dan sudah banyak hotel yang terpaksa merumahkan karyawan. Ada juga, sudah mem-PHK dan menutup sementara hotelnya," ungkapnya.

Hal serupa dirasakan oleh pengusaha restoran. Banyak restoran yang tutup di Jawa Barat. "Rumah makan apalagi, tiga hari lalu di Bandung saja sudah 250 rumah makan yang tutup. Mungkin hari ini sudah hampir 600, 250 itu yang baru tercatat, banyak yang belum tercatat," jelasnya.

Begitupun dengan obyek wisata. Obyek wisata sudah banyak yang tutup untuk mencegah penyebaran virus corona. "Tempat wisata sudah tidak ada yang buka. Kalau dibuka juga mau siapa yang datangnya," pungkasnya.