Ancaman gelombang kedua atau second wave virus Corona mulai diantisipasi di beberapa negara. Meskipun Indonesia belum sampai pada tahapan itu, ada beberapa hal yang bisa disiapkan untuk mencegah datangnya gelombang kedua.
"Kalau dicegah sih bisa, yang paling ideal kalau kita punya vaksin. Kita bisa membangun herd immunity dengan melakukan vaksinasi massal," jelas Staf Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Panji Fortuna Hadisoemarto pada detikcom, Rabu (15/4/2020).
Panji mengatakan jika herd immunity sudah terbentuk, maka kemungkinan serangan gelombang kedua tidak akan terjadi. Tetapi, jika vaksin belum ada juga, intervensi yang dilakukan saat ini harus tetap dilaksanakan.
Menurutnya, intervensi ini menjadi pengganti dari vaksin ampuh yang misalnya nanti belum juga ditemukan. Intervensi seperti pembatasan sosial, physical distancing, isolasi, karantina, dan lainnya harus tetap ada, tidak boleh diangkat atau diberhentikan.
"Atau kalau diangkat semua, jika nanti diperlukan ya harus ada lagi," tegasnya.
Saat ditanya apakah fenomena gelombang kedua ini pernah terjadi sebelumnya, Panji mengatakan yang paling terkenal adalah pandemi influenza 1918 atau virus Spanyol. Gelombang pertama pandemi disebut berhenti seiring dengan datangnya musim panas.
"Tapi, setelah itu muncul lagi gelombang kedua. Karena waktu itu kita kan tidak tahu apa yang menyerang ya, virusnya belum diketahui. Jadi kita yang pasti belum punya vaksin, sehingga balik lagi si pandemi itu," ujarnya.
Italia Longgarkan Lockdown, Warga Cemaskan Gelombang Kedua Corona
Italia dilaporkan melonggarkan kebijakan lockdown pada Selasa kemarin untuk memperbaiki ekonomi yang mulai merosot. Namun beberapa pemilik toko dan pekerja setempat khawatir tindakan ini terlalu cepat.
Mengutip NBC News, Rocco Pinto, seorang pemilik toko buku di Turin, wilayah Piedmont, yang memiliki angka kematian tertinggi ketiga di negara itu mengatakan bahwa terlepas dari keputusan pemerintah daerahnya, ia memutuskan untuk tidak membuka kembali bisnisnya saat ini karena terlalu berisiko.
"Toko buku adalah tempat orang bertemu, berbicara, dan menghabiskan waktu. Sangat berisiko untuk dibuka kembali sekarang," jelas Rocco.
Ricco mengatakan sepupunya dirawat di rumah sakit dengan virus Corona COVID-19 dan saudaranya sibuk melawan penyakit di garis depan di sebuah rumah sakit setempat jadi dia merasa ancaman pandemi dengan kemungkinan adanya gelombang kedua karena masih sangat berbahaya.
Selain itu, warga Italia lain, Sergio Ricci mengatakan perintah pemerintah terkait kelonggaran lockdown tersebut dinilai mendadak.
"Secara ekonomi itu melegakan, tetapi jujur saya khawatir karena risiko utama adalah bahwa biaya pengelolaan pembukaan kembali akan melebihi pendapatan," kata Ricci yang berusia 46 tahun.
Namun seiring dengan melonggarnya lockdown, warga setempat tetap wajib menjaga jarak di dalam toko, pelanggan harus mengenakan masker dan sarung tangan pelindung. Toko-toko juga harus disanitasi dua kali sehari dan memastikan ventilasi yang baik. Meski aturan dilonggarkan, Italia tetap memperpanjang lockdown hingga 3 Mei mendatang.