Minggu, 03 Mei 2020

Masker Scuba Ngehits Gara-gara Corona, Bahannya Apa Sih?

Sejak pemerintah dan organisasi kesehatan dunia WHO menyarankan pemakaian masker kain, berbagai variasi masker nonmedis banyak bermunculan. Salah satu yang cukup populer adalah 'masker scuba'.
Di berbagai lapak online, jenis masker yang satu ini memang dijual sangat murah, tidak lebih dari Rp 20 ribu perlembar. Selain karena murah, juga nyaman karena bahannya bisa stretch atau melar mengikuti bentuk wajah.

Namun banyak juga yang meragukan efektivitas masker scuba dalam menyaring partikel debu maupun virus Corona. Apalagi, lapisan kain pada masker ini umumnya tidak didobel alias cuma selapis. Nyaman sih jadinya, tapi aman nggak ya?

Dikutip dari Sewport, scuba merupakan nama lain untuk neophrene atau polychloroprene, salah satu jenis kain sintetis. Disebut scuba karena cukup populer digunakan sebagai bahan pakaian untuk para penyelam 'scuba'.

Termasuk jenis kain double knit yang kuat tetapi cukup ringan. Mirip-mirip dengan spandex atau lycra yang juga banyak dipakai untuk pakaian olahraga.

Untuk keperluan membuat masker, sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Disaster Med Public Health Preparedness menyebut bahan masker bedah paling efektif menangkal partikel berukuran 0,02 mikron.

Perbandingan berbagai bahan untuk masker kain.Perbandingan berbagai bahan untuk masker kain. Foto: dr Erlina Burhan, SpP
Bahan lain yang diteliti adalah sebagai berikut:

Masker bedah: 89 persen
Filter vacuum cleaner: 86 persen
Kain lap: 73 persen
Bahan cotton blend: 70 persen
Sarung bantal antimikroba: 68 persen
Linen: 62 persen
Sarung bantal biasa: 57 persen
Sutra: 54 persen
Katun: 51 persen
Syal: 49 persen

Nyeri Otot Biasa Vs Gejala Corona, Bagaimana Membedakannya?

Baru-baru ini, The US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengumumkan 6 gejala terbaru virus Corona COVID-19. Tidak melulu batuk dan demam lho, keluhan-keluhan ringan seperti nyeri otot ternyata juga bisa mengindikasikan infeksi virus tersebut.
Keenam gejala yang dikategorikan baru tersebut adalah:

Nyeri otot
Menggigil
Sakit kepala
Sakit tenggorokan
Kehilangan indra penciuman
Kehilangan indra perasa

Di antara keenam gejala tersebut, nyeri otot termasuk salah satu yang akrab dengan keseharian. Siapa sih yang tidak pernah merasakan nyeri otot?

Tapi tenang, tidak semua keluhan nyeri otot menandakan ada infeksi virus Corona. Masih banyak penyebab lain, misalnya kelelahan usai berolahraga.

Beberapa fakta seputar nyeri otot dan kaitannya dengan COVID-19 adalah sebagai berikut, dikutip dari Health.com.

Nyeri otot seperti apa yang mengindikasikan virus Corona?
Sulit dipastikan, tetapi ada beberapa hal yang membedakannya dengan nyeri otot biasa. Misalnya nyeri otot seusai olahraga, biasanya terlokalisir di bagian tertentu. Sedangkan pada gejala COVID-19, nyeri otot lebih bersifat umum atau menyeluruh.

Keduanya juga bisa dibedakan dari lamanya waktu untuk sembuh. Nyeri otot karena olahraga biasanya hilang dalam 2-3 hari, sedangkan nyeri otot karena infeksi bisa memakan waktu hingga sepekan atau bahkan lebih.

Bagaimana mengatasinya?
Nyeri otot akibat olahraga bisa diredakan dengan kompres dingin, rolling, peregangan ringan, atau pijat. Selain itu, bisa dicegah dengan pemanasan yang cukup sebelum berolahraga.

Pada COVID-19 maupun infeksi lainnya, nyeri otot butuh penanganan berbeda. Kadang-kadang, dibutuhkan obat-obat pereda nyeri dan jika tidak mereda maka disarankan untuk periksa ke dokter.

Seberapa sering menyertai virus Corona?
Tidak ada data yang pasti, tetapi organisasi kesehatan dunia WHO menyebut nyeri otot atau myalgia lebih jarang ditemukan dibandingkan gejala virus corona lainnya.

Sebuah laporan di China menyebut 14,8 persen pasien COVID-19 mengalami keluhan nyeri otot. Sebagai pembanding, gejala lain seperti demam ditemukan pada 87,9 persen pasien, batu kering 67,7 persen, kelelahan 38,1 persen, sesak napas 18,6 persen.

Memangnya, apa hubungannya?
Sebagian besar nyeri otot dipicu oleh radang atau inflamasi. Gejala ini sebenarnya bukan hal yang asing pada infeksi virus apapun. Diyakini, infeksi menyebabkan kerusakan pada serat otot dan reaksi radang di dalam tubuh.

Tanda di Lengan Kim Jong Un Diduga Bekas Ambil Darah

Sebuah tanda di lengan kanan Kim Jong Un ramai dibicarakan menyusul kemunculannya yang pertama sejak diisukan meninggal dunia. Pakar dari Amerika Serikat meyakininya sebagai bekas luka pengambilan darah.
Mengutip NK News, Nypost menyebut bahwa tanda di lengan kanan penguasa Korea Utara ini adalah bekas luka dari sebuah prosedur kardiovaskular yakni 'radial artery puncture'. Ini adalah prosedur pengambilan sampel darah untuk analisis.

Penampakan tanda yang disebut-sebut sebagai 'bekas luka' tersebut muncul dalam sebuah video saat Jong Un mengunjungi sebuah pabrik di Suncheon. Tanda tersebut tidak ada dalam penampilan Jong Un sebelumnya.

Spekulasi tentang prosedur kardiovaskular mencuat karena Jong Un dinilai memiliki sejumlah faktor risiko penyakit jantung. Selain mengalami obesitas, ia juga suka merokok.

Riwayat sakit jantung juga ditemukan di keluarganya. Sang kakek, Kim Il Sung, meninggal akibat serangan jantung, dan ayahnya Kim Jong Il juga punya riwayat penyakit serupa.

Saat dirumorkan meninggal baru-baru ini, Jong Un juga tidak lepas dari spekulasi seputar sakit jantung. Sebuah sumber menyebut Jong Un meninggal usai menjalani operasi jantung. Rumor ini terbantahkan dengan kemunculannya di depan publik baru-baru ini.

Masker Scuba Ngehits Gara-gara Corona, Bahannya Apa Sih?

Sejak pemerintah dan organisasi kesehatan dunia WHO menyarankan pemakaian masker kain, berbagai variasi masker nonmedis banyak bermunculan. Salah satu yang cukup populer adalah 'masker scuba'.
Di berbagai lapak online, jenis masker yang satu ini memang dijual sangat murah, tidak lebih dari Rp 20 ribu perlembar. Selain karena murah, juga nyaman karena bahannya bisa stretch atau melar mengikuti bentuk wajah.

Namun banyak juga yang meragukan efektivitas masker scuba dalam menyaring partikel debu maupun virus Corona. Apalagi, lapisan kain pada masker ini umumnya tidak didobel alias cuma selapis. Nyaman sih jadinya, tapi aman nggak ya?

Dikutip dari Sewport, scuba merupakan nama lain untuk neophrene atau polychloroprene, salah satu jenis kain sintetis. Disebut scuba karena cukup populer digunakan sebagai bahan pakaian untuk para penyelam 'scuba'.

Termasuk jenis kain double knit yang kuat tetapi cukup ringan. Mirip-mirip dengan spandex atau lycra yang juga banyak dipakai untuk pakaian olahraga.

Untuk keperluan membuat masker, sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Disaster Med Public Health Preparedness menyebut bahan masker bedah paling efektif menangkal partikel berukuran 0,02 mikron.

Perbandingan berbagai bahan untuk masker kain.Perbandingan berbagai bahan untuk masker kain. Foto: dr Erlina Burhan, SpP
Bahan lain yang diteliti adalah sebagai berikut:

Masker bedah: 89 persen
Filter vacuum cleaner: 86 persen
Kain lap: 73 persen
Bahan cotton blend: 70 persen
Sarung bantal antimikroba: 68 persen
Linen: 62 persen
Sarung bantal biasa: 57 persen
Sutra: 54 persen
Katun: 51 persen
Syal: 49 persen