Senin, 04 Mei 2020

Jalan Italia Akhiri Lockdown Virus Corona

 Kebijakan penguncian wilayah di Italia resmi berakhir hari ini, Senin (4/5). Pemerintah mengizinkan warga kembali beraktivitas dengan sejumlah aturan dan protokol pencegahan virus corona.

Dua bulan lebih warga dikurung di rumah guna memutus rantai penyebaran Covid-19.

Namun sampai saat ini Italia masih menjadi negara kedua dengan kematian akibat corona terbanyak di dunia, tepat di bawah Amerika Serikat. Ada 210.717 kasus positif corona di Italia, 28.884 kematian, dan 81.654 pasien sembuh.

Virus serupa SARS itu masuk ke Italia akhir Januari lalu, dan sejak itu jumlahnya terus bertambah tanpa bisa dikendalikan. Dalam sehari, ratusan orang meninggal dunia. Negeri Piza terpapar parah corona.

Awalnya, lockdown hanya berlaku di kawasan utara Italia, tapi kemudian diperluas hingga ke seluruh penjuru negara sejak 9 Maret.

Bahkan lonjakan kasus dan kematian masih terus terjadi di tengah kebijakan lockdown atau penutupan total yang diberlakukan Perdana Menteri Giuseppe Conte.

Sejumlah ahli kesehatan hingga dokter menganggap ada beberapa faktor yang menyebabkan Italia menjadi sarang virus corona, mulai dari ketidakpatuhan warga hingga jumlah populasi lansia di negara Eropa tersebut.

Sekelompok ahli medis yang dikirimkan ke Italia mengatakan awalnya kebijakan karantina dan lockdown yang diterapkan PM Conte, terutama di wilayah utara, terlalu longgar.

Wakil Presiden Palang Merah China, Sun Shuopeng, menuturkan masih banyak warga yang tak menuruti aturan karantina dan social distancing (menjaga jarak).

"Di sini, di Milan, salah satu area paling terdampak wabah Covid-19, penerapan kebijakan lockdown sangat longgar. Saya bisa melihat transportasi publik beroperasi, orang-orang masih bepergian, berkumpul di hotel, dan mereka tidak menggunakan masker sama sekali," ucap Sun, salah satu praktisi kesehatan yang dikirim ke Milan untuk membantu penanganan wabah seperti dilansir dari South China Morning Post.

Tingginya jumlah generasi tua dinilai menjadi salah satu faktor utama penyebab kematian akibat Covid-19 di Italia. Sebanyak 23 persen dari total populasi Italia memang lansia berusia di atas 65 tahun. Italia merupakan negara kedua dengan jumlah populasi lansia terbesar saat ini setelah Jepang.

Semua alasan-alasan itu yang akhirnya membuat Pemerintah Italia menutup semua perbatasan. Warga harus berdiam diri di rumah. Seluruh kegiatan dihentikan, termasuk upacara keagamaan, pernikahan dan pemakaman.

Militer dikerahkan untuk memastikan aturan lockdown ini dipatuhi. Upaya tersebut mulai menemukan titik terang ketika jumlah pasien sembuh di Italia melebihi angka kematian pada awal April.

Didukung sistem kesehatan mumpuni, Italia pada pertengahan April untuk pertama kali mencatatkan kematian terendah akibat virus corona, sekaligus menegaskan bahwa wabah di negara itu telah melewati puncak.

Sistem kesehatan Italia memang menjadi salah satu yang terbaik di Eropa. Selain menyediakan berbagai layanan kesehatan, Italia juga menjamin biaya hampir seluruh fasilitas kesehatan.

Salah seorang WNI di Italia, Rieska Wulandari, turut menyaksikan cepatnya peningkatan kasus corona di sana. Dia menilai langkah yang dilakukan pemerintah Italia dalam menanggapi virus corona sudah tepat.

"Italia justru antisipatif dan proaktif, sebab jumlah yang di rawat di rumah hampir sama banyaknya dengan yang dirawat di rumah sakit," kata Rieska pada Maret lalu.

Menurut dia, meski jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 di Italia terhitung tinggi, namun pemerintah aktif menelusuri orang yang berhubungan dengan pasien-pasien sebelumnya.

Kian hari penambahan kasus Covid-19 menunjukkan penurunan. Pada Minggu (3/5), terdapat 1.389 kasus positif baru, menurun dari hari sebelumnya sebanyak 1.900. Angka kematian pada Minggu tercatat sebanyak 174 orang, terendah sejak dua bulan lalu.

Warga Italia telah menunggu lama datangnya hari ini. Mereka antusias menyambut pelonggaran lockdown, menghirup udara bebas.

"Akan ada kebahagiaan luar biasa karena bisa berlari lagi tanpa beban," kata seorang warga bernama Stefano Milano saat diwawancara di Roma seperti dikutip dari AFP.

Pemerintah sejak jauh hari mengingatkan tidak menutup kemungkinan ada karantina lokal jika peningkatan kasus positif Covid-19 terjadi lagi.

Trump Prediksi Kematian akibat Corona di AS Capai 100 Ribu

Presiden Donald Trump memprediksi sebanyak 100 ribu pasien di Amerika Serikat mungkin meninggal dunia akibat virus corona. Angka itu lebih tinggi dari prediksi Trump sebelumnya yakni sebanyak 50 ribu hingga 60 ribu jiwa.

"Kita mungkin akan kehilangan 75 ribu, 80 ribu, sampai 100 ribu orang (akibat corona). Ini adalah hal yang mengerikan," kata Trump dalam wawancara yang disiarkan FOX News pada Minggu (3/5).

Meski begitu, Trump berharap angka kematian corona di AS tidak akan mencapai prediksinya. Ia yakin bahwa vaksin yang tengah dikembangkan AS dan diprediksi siap digunakan akhir tahun ini bisa menekan penularan dan kematian corona di Negeri Paman Sam.

Padahal, sejumlah ahli kesehatan publik AS termasuk salah salah satunya ahli penyakit menular terkemuka, Dr. Anthony Fauci, menganggap bahwa vaksin corona tampaknya masih membutuhkan waktu satu tahun hingga 18 bulan lagi untuk bisa dikembangkan.

"Saya pikir kita (AS) akan memiliki vaksin (Corona) pada akhir tahun ini. Para dokter akan mengatakan jangan menyatakan hal seperti itu. Tapi saya akan mengatakan apa yang saya pikirkan. Dan saya pikir kita akan memiliki vaksin cepat atau lambat," kata Trump.

Walaupun Trump mengakui AS masih dihantui lonjakan kasus corona baru dan angka kematian, politikus Partai Republik itu berkeras membela bahwa pencabutan kebijakan pembatasan pergerakan dan karantina wilayah merupakan hal yang tepat dilakukan saat ini.

Sebelumnya, pergerakan secara bertahap. Puluhan negara bagian AS juga telah melonggarkan sebagian kebijakan pembatasan pergerakan dan membuka aktivitas bisnis secara bertahap.

"Kami tidak bisa tetap menutup diri sebagai sebuah negara. Kita tidak akan memiliki apa-apa lagi," kata Trump seperti dilansir Channel News Asia.

Hingga Senin (4/5), AS masih menemukan lonjakan kasus corona. Berdasarkan statistik Worldometer, AS masih menjadi negara dengan kasus corona tertinggi di dunia yakni mencapai 1.188.122 kasus dan 68.598 kematian.

Negara bagian New York menjadi wilayah dengan kasus corona tertinggi di AS yakni mencapai 321.833 pasien dan 24.576 kematian.

Kemarin, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menuturkan masih menemukan lonjakan angka kematian sebanyak 1.452 pasien dalam 24 jam.

Sejumlah ahli menganggap minimnya pemeriksaan dan tes corona mengindikasikan bahwa jumlah kasus terinfeksi lebih banyak lagi dari yang sudah terlaporkan.

Selain itu, ketidakpatuhan sebagian warga AS terkait kebijakan menjaga jarak dan pembatasan pergerakan lainnya turut memicu lonjakan kasus dan kematian akibat corona di Negeri Paman Sam. 

Jalan Italia Akhiri Lockdown Virus Corona

 Kebijakan penguncian wilayah di Italia resmi berakhir hari ini, Senin (4/5). Pemerintah mengizinkan warga kembali beraktivitas dengan sejumlah aturan dan protokol pencegahan virus corona.

Dua bulan lebih warga dikurung di rumah guna memutus rantai penyebaran Covid-19.

Namun sampai saat ini Italia masih menjadi negara kedua dengan kematian akibat corona terbanyak di dunia, tepat di bawah Amerika Serikat. Ada 210.717 kasus positif corona di Italia, 28.884 kematian, dan 81.654 pasien sembuh.

Virus serupa SARS itu masuk ke Italia akhir Januari lalu, dan sejak itu jumlahnya terus bertambah tanpa bisa dikendalikan. Dalam sehari, ratusan orang meninggal dunia. Negeri Piza terpapar parah corona.

Awalnya, lockdown hanya berlaku di kawasan utara Italia, tapi kemudian diperluas hingga ke seluruh penjuru negara sejak 9 Maret.

Bahkan lonjakan kasus dan kematian masih terus terjadi di tengah kebijakan lockdown atau penutupan total yang diberlakukan Perdana Menteri Giuseppe Conte.