Sabtu, 04 Juli 2020

5 Fakta Kalung 'Antivirus' Corona yang Mau Diproduksi Massal

 Kementerian Pertanian (Kementan) akan memproduksi massal produk antivirus berbasis tanaman atsiri (eucalyptus) yang dikemas dalam bentuk kalung bulan Agustus mendatang.
Produk tersebut diklaim sebagai 'antivirus' Corona buatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan. Berikut fakta-fakta yang perlu diketahui tentang kaling 'antivirus' Corona tersebut:

1. 'Antivirus Corona Telah Dipantenkan Kementan

'Antivirus' Corona dari eucalyptus itu dipatenkan Balitbangtan pada Mei lalu. Produk ini akan dikerjasamakan bersama PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) untuk segera dipasarkan ke masyarakat luas.

Adapun ketiga produk yang sudah dipatenkan dan siap diproduksi massal di antaranya terdiri dari inhaler, balsem atau sebagai minyak tetes biasa yang dapat diteteskan di mesin diffuser, hingga kalung antivirus Corona dengan nomor paten sebagai berikut:

Aromatik Antivirus berbasis Minyak Atisiri dengan nomor pendaftaran paten P00202003578
Ramuan Inhaler Antivirus berbasis Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003574
Ramuan Serbuk Nano Encapsulated Antivirus berbasis Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003580

2. Bahan Dasar Eucalyptus Diklaim Bisa Membunuh Virus Corona

Hasil penelitian Balitbangtan menunjukkan yang paling efektif ditemukan pada tanaman eucalyptus dengan memanfaatkan kandungan senyawa aktif 1,8-cineole (eucalyptol).

Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan, hasil telusur ilmiah serta riset daya antivirus pada eucalyptus bahwa senyawa aktif cineole ini berpotensi bisa membantu pencegahan COVID-19 karena senyawa ini dapat mengikat Mpro yang terdapat dalam virus Corona jenis apapun.

Mpro merupakan main protease (3CLPro) atau enzim kunci dari virus korona yang memiliki peran penting dalam memediasi replikasi dan transkripsi virus. Mpro inilah yang ditarget agar laju replikasi dan transkripsi virus menjadi terhambat.

3. Membunuh Virus Corona di Tenggorokan

Fadjry menerangkan cara kerja ketiga produk itu dalam menangkal virus Corona ialah dengan cara membunuh virus yang sempat masuk ke tubuh manusia dan menempel di tenggorokan sebelum akhirnya masuk ke paru-paru. Khusus untuk produk diffuser oil dianggap mampu membunuh virus yang ada di udara sebelum akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia.

"Ini hasil pengujian kita dalam bentuk inhaler itu bisa membunuh virus yang di tenggorokan dan saluran napas kita. Kalau diffusser oil itu bisa mematikan virus-virus di udara," kata Fadjry pada 8 Mei 2020 lalu.

4. Sudah Diuji Coba Pada Beragam Jenis Virus Corona

Menurut Fadjry, hasil penelitian ilmiah terhadap eucalyptus tersebut telah dilakukan lama di laboratorium yang mengantongi sertifikat level keselamatan biologi (Biosavety) Level 3 (BSL3) milik Balai Besar Penelitian Veteriner. Virologi Kementan pun sudah tak asing lagi menguji golongan virus Corona seperti influenza, beta Corona, dan gamma Corona.

Virus SARS Cov-2 atau COVID-19 ini sendiri merupakan salah satu varian dari beta Corona.

5. Antivirus' Corona Menuai Kritik

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Profesor Amin Soebandrio mengatakan, antivirus berbahan dasar eucalyptus ini lebih tepat disebut sebagai terapi herbal. Klaim yang kemudian muncul bisa 'membunuh virus' harus diuji dengan virus yang spesifik.

"Kalau toh dia punya misalnya dia pernah mencoba itu sebagai antivirus, misalnya digunakan untuk virus apa? Tapi yang saya yakin itu bukan virus Corona (COVID-19), karena yang mempunyai isolat virus SARS-COV-2 hingga saat ini di Indonesia belum ada," tegas Prof Amin saat dihubungi detikcom pada bulan Mei lalu.

Selain itu, efek dari eucalyptus yang diklaim antivirus Corona pun belum terlihat. Prof Amin menilai kemungkinan besar manfaat dari eucalyptus lebih kepada meningkatkan kekebalan atau sistem imunitas tubuh.

"Karena kita belum tahu efek sebenarnya, kita tidak bisa menyatakan ini bisa mengatasi pandemi dan sebagainya. Mungkin untuk meningkatkan kekebalan bisa," kata Prof Amin.
https://cinemamovie28.com/astro-boy-tetsuwan-atom-episode-5/

Sejarah Pajak di Indonesia di Masa Kerajaan-kerajaan Kuno

Pajak sudah menjadi sumber penerimaan atau pemasukan sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia. Pada saat itu masyarakat mengenalnya dengan istilah upeti. Pembayaran upeti ini jauh sebelum tanah air dijajah oleh bangsa Eropa dan Jepang. Upeti merupakan pungutan sejenis pajak yang bersifat memaksa. Cerita ini menjadi bagian dari sejarah pajak di Indonesia di masa kerajaan abad IX.
Perbedaannya adalah upeti diberikan kepada raja, dan sebagai imbal baliknya maka masyarakat mendapat jaminan keamanan dan ketertiban dari raja. Pada saat itu, raja dianggap sebagai wakil Tuhan dan apa yang terjadi di masyarakat dianggap dipengaruhi oleh raja.

Berdasarkan jurnal humaniora berjudul 'Pungutan Pajak dan Pembatasan Usaha di Jawa Pada Abad IX-XV Masehi' terinfo sumber penerimaan kerajaan-kerajaan kuno berasal dari pajak. Jurnal yang ditulis oleh Djoko Dwiyanto ini menyebut dalam sejarah pajak di Indonesia ada tiga objek pajak yang dikenakan oleh pihak kerajaan.

Pajak Tanah
Berbagai jenis tanah yang terkena pajak antara lain sawah, pegagan (sawah kering), kebun, sungai, rawa, dan lembah sungai (P. Kamalagyan, 1037 M:3). Objek pajak tersebut terutama sawah gaga dan kebun ditetapkan berdasarkan luas yang dihitung dengan ukuran luas tampah haji atau setara 1 hektar (10.000 m).

Pengukuran tanah dilakukan oleh petugas kerajaan yang disebut wilang thani (P. Sugihmanek, 915 M, 6-7). Dari hasil pengukuran itu kemudian melahirkan ketentuan tentang besarnya pajak yang harus dibayar.

Pajak Perdagangan
Aktivitas perdagangan dalam prasasti disebut dengan masambyawahara, sedangkan perdagangan disebut sambyawahara. Pajak perdagangan diketahui dari adanya pembatasan usaha dalam sebuah sima. Sima itu istilah untuk kebijakan meringankan pajak bagi desa-desa perdikan. Maka bagi daerah yang bukan sima diwajibkan sepenuhnya untuk membayar pajak.

Pajak Orang Asing
Di dalam prasasti tentang sejarah pajak di Indonesia orang asing menjadi wajib pajak, orang asing yang dimaksud dalam prasasti adalah orang Kling, Arya, dan Singhala (P. Palebuhan 927 M.7). Orang asing yang dimaksud berkaitan erat dengan aktivitas perdagangan. Pajak yang dikenakan kepada mereka bukan karena aktivitas perdagangannya, tetapi sebagai orang asing.

Pajak Exit-Permit
Di dalam prasasti pajak keluar-masuk wilayah dikenal dengan sebutan pinta palaku. Pihak kerajaan menginstruksikan semul jabatan yang termasuk dalam kelompok san manilala drabya haji atau yang ditafsirkan sebagai profesi yang tugasnya meminta pajak dari orang-orang yang melakukan perjalanan (Machi Suhadi: 1978:5).

Hasil pemungutan empat objek pajak era kerajaan kuno ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu dari hasil daerah yang berstatus sima dan dari daerah yang bukan sima. Dari daerah sima, hasil pemungutannya dibagi menjadi tiga yakni untuk bangunan suci (dharma), penjagaan atau perawatan dharma, dan untuk manilala haji.

Sedangkan untuk pajak yang berasal dari bukan daerah sima, hasil pengelolaan uang pajak itu sebagian diberikan kepada mereka yang ikut menikmati kekayaan raja (drabya haji) atau para pejabat kerajaan yang mendapat gaji dari kerajaan.

Masih dari jurnal yang ditulis Djoko Dwiyanto menyebut, dalam sejarah pajak di Indonesia, pajak sebagai sumber penghasilan kerajaan dan bisa mempengaruhi kondisi sosial ekonomi secara keseluruhan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus permohonan keringanan pembayaran pajak, bahkan pembebasan pajak.
https://cinemamovie28.com/astro-boy-tetsuwan-atom-episode-6/