Selasa, 06 Oktober 2020

Efek Jangka Panjang COVID-19 Disebut Bisa Picu Kerusakan Jantung

  Gejala COVID-19 yang mengkhawatirkan membuat para ilmuwan menemukan potensi kerusakan jantung jangka panjang pada pasien COVID-19. Seperti yang terjadi pada Melissa Vanier yang berusia 52 tahun, pertama kalinya jatuh sakit akibat virus Corona pada akhir Februari setelah kembali dari perjalanan ke Kuba di Karibia.

Pada Mei, ia sudah bebas dari COVID-19, tetapi dia menyadari detak jantungnya tampak tidak normal dan segera mencari arahan medis. Kala itu, ia tak tahu banyak soal efek jangka panjang dari virus Corona, tetapi ahli jantung melakukan tes pada Melissa dan mengukur aliran darah ke jantungnya.


"Itu menunjukkan dia menderita penyakit jantung iskemik, yang berarti jantungnya tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen," sebut dokter Melissa.


Seperti Melissa, Nicola Allan, 45, dari Liverpool, juga mengalami detak jantung yang lebih tinggi dari biasanya dua bulan setelah tertular virus Corona COVID-19.


"Bisa di tengah malam atau siang hari. Saya akan mulai gemetar dan harus berpegangan pada dinding untuk mendapatkan dukungan. Tetapi ahli jantung masih tidak mengerti mengapa itu terjadi," sebut Allan.


Dikutip dari The Guardian, kedua cerita tersebut mencerminkan tren yang lebih luas bahwa pasien dapat mengalami kerusakan jantung yang berlangsung lama setelah gejala awal COVID-19 menghilang. Peter Liu, Kepala Ilmiah di Universitas Ottawa Heart Institute, berpartisipasi dalam analisis data klinis untuk memahami dampak COVID-19 pada jantung.


Liu mengatakan timnya menemukan virus Corona memiliki dampak 'mengejutkan' pada kesehatan jantung, yang lebih umum terjadi pada pasien COVID-19 daripada SARS.


"Virus SARS memang menyebabkan kerusakan jantung pada sebagian kecil pasien. Namun, tingkat cedera jantung akibat COVID-19, seperti yang tercermin dari pelepasan biomarker seperti troponin pada pasien rawat inap, cukup mengejutkan," ungkap Liu.


Dalam sebuah penelitian, yang dianalisis Liu, ahli jantung di rumah sakit Renmin Universitas Wuhan menemukan bahwa dari 416 pasien, hampir 20 persen mengalami cedera jantung. Liu mengklaim bahwa meskipun sepertiga dari pasien virus Corona menunjukkan bukti cedera jantung pada tes darah, banyak yang akan sembuh.


Ahli Elektrofisiologi Jantung, Raul Mitrani, dari University of Miami, mengatakan jumlah jaringan parut yang tersisa pada pasien setelah perawatan memainkan peran besar dalam menentukan prognosis jangka panjang pasien.


"Jika ada peradangan, mengakibatkan disfungsi jantung, ada peluang yang masuk akal untuk pulih. Jika sel-sel jantung mati dan digantikan oleh jaringan parut, maka di sinilah letak masalahnya tergantung pada berapa persen jantung yang terpengaruh," beber Mitrani.


"Jika kami melihat jaringan parut, dan terutama jika ada cukup banyak untuk merusak fungsi jantung, kami akan khawatir tentang potensi gagal jantung dan aritmia di masa depan," pungkasnya.

https://kamumovie28.com/yes-god-yes/


Nekat! Belum Sembuh dari COVID-19, Trump Keliling RS Sapa Pendukungnya


Donald Trump kembali bikin heboh. Di hari ketiganya di rawat di rumah sakit Walter Reed akibat infeksi COVID-19, Trump secara mendadak menyapa pendukungnya yang berkumpul di luar RS dari sebuah mobil SUV.

Trump, sambil mengenakan masker, terlihat melambai kepada pendukung dari kursi penumpang belakang Chevy Suburban hitam. Ia sebelumnya sempat men-tweet video yang menjanjikan "kunjungan kejutan kecil" ke simpatisannya.


"Saya berpikir kami akan memberikan sedikit kejutan kepada beberapa patriot hebat yang kami miliki di jalan," kata Trump dalam video yang diunggah di Twitternya, dipublikasikan beberapa saat sebelum perjalanan tanpa pemberitahuan.


Trump kembali ke kamar kepresidenan rumah sakit setelah 'tamasya' singkatnya, kata pejabat Gedung Putih kepada media. Perjalanan itu dengan cepat menarik perhatian dan menimbulkan pertanyaan tentang apakah itu melanggar protokol medis.


"Tindakan pencegahan yang tepat diambil dalam pelaksanaan gerakan ini untuk melindungi Presiden dan semua yang mendukungnya, termasuk memakai alat pelindung diri," kata Judd Deere, juru bicara Gedung Putih, dikutip dari New York Times.


"Aksi itu diizinkan oleh tim medis dan aman untuk dilakukan," lanjutnya.

https://kamumovie28.com/three/

Bukan Batuk, Peneliti Temukan Tanda Peringatan Awal Terinfeksi COVID-19

 Demam, batuk terus menerus, dan hilangnya indera penciuman atau anosmia, adalah gejala umum terinfeksi COVID-19. Hanya saja, beberapa ahli mengatakan ada tanda-tanda peringatan yang mungkin muncul sebelum gejala umum terdeteksi.

Para ilmuwan dari King's Collage London telah menemukan bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 sering kali mengeluh sakit kepala dan kelelahan bahkan sebelum gejala utama muncul.


Menggunakan data dari aplikasi Pelacakan Gejala COVID-19, mereka menemukan 82 persen pasien mengalami sakit kepala dan 72 persen merasakan kelelahan berlebih sebelum gejala klasik muncul. Mereka juga mendapati hanya 9 persen orang dewasa berusia antara 18 dan 65 tahun yang mengatakan bahwa mereka tidak mengalami sakit kepala atau kelelahan dalam tujuh hari pertama pasca terinfeksi COVID-19.


Hanya saja, dua kondisi ini juga bisa pertanda penyakit lain, itulah sebabnya banuak pasien tidak mengetes COVID-19 setelah mereka mengalami sakit kepala atau kelelahan.


"Meski sakit kepala dan kelelahan umumnya ditemukan pada orang yang memiliki COVID-19, bersamaan dengan gejala lain, memiliki salah satu atau kedua gejala itu saja tidak bisa menjadi indikasi COVID-19," tulis peneliti dikutip dari The Sun, Senin (5/10/2020).


Selain itu penelitian mereka menunjukkan bahwa 40 persen dari semua kelompok umur melaporkan mengalami demam dalam tujuh hari pertama. Hilangnya bau dan batuk terus-menerus masih merupakan gejala utama yang harus diwaspadai dan seseorang yang mengidapnya harus menjalani tes COVID-19.


Para ahli juga mencatat beberapa variasi gejala pada kelompok usia yang berbeda. Sakit kepala, anosmia, batuk terus-menerus, dan sakit tenggorokan lebih sering dilaporkan oleh orang dewasa berusia antara 18 dan 65 tahun, daripada orang tua atau anak-anak.


Sementara hilangnya penciuman lebih banyak dialami oleh kelompok usia dewasa - 55 persen, dibandingkan dengan 21 persen pada anak-anak dan 26 persen pada orang tua.


Mereka yang berusia di atas 65 tahun dilaporkan mengalami kebingungan, disorientasi dan sesak napas yang parah lebih sering daripada kelompok lain, sementara secara keseluruhan gejala ini kurang umum pada mereka yang berusia 18-65 tahun.

https://indomovie28.net/the-expendables/


Efek Jangka Panjang COVID-19 Disebut Bisa Picu Kerusakan Jantung


 Gejala COVID-19 yang mengkhawatirkan membuat para ilmuwan menemukan potensi kerusakan jantung jangka panjang pada pasien COVID-19. Seperti yang terjadi pada Melissa Vanier yang berusia 52 tahun, pertama kalinya jatuh sakit akibat virus Corona pada akhir Februari setelah kembali dari perjalanan ke Kuba di Karibia.

Pada Mei, ia sudah bebas dari COVID-19, tetapi dia menyadari detak jantungnya tampak tidak normal dan segera mencari arahan medis. Kala itu, ia tak tahu banyak soal efek jangka panjang dari virus Corona, tetapi ahli jantung melakukan tes pada Melissa dan mengukur aliran darah ke jantungnya.


"Itu menunjukkan dia menderita penyakit jantung iskemik, yang berarti jantungnya tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen," sebut dokter Melissa.


Seperti Melissa, Nicola Allan, 45, dari Liverpool, juga mengalami detak jantung yang lebih tinggi dari biasanya dua bulan setelah tertular virus Corona COVID-19.


"Bisa di tengah malam atau siang hari. Saya akan mulai gemetar dan harus berpegangan pada dinding untuk mendapatkan dukungan. Tetapi ahli jantung masih tidak mengerti mengapa itu terjadi," sebut Allan.


Dikutip dari The Guardian, kedua cerita tersebut mencerminkan tren yang lebih luas bahwa pasien dapat mengalami kerusakan jantung yang berlangsung lama setelah gejala awal COVID-19 menghilang. Peter Liu, Kepala Ilmiah di Universitas Ottawa Heart Institute, berpartisipasi dalam analisis data klinis untuk memahami dampak COVID-19 pada jantung.


Liu mengatakan timnya menemukan virus Corona memiliki dampak 'mengejutkan' pada kesehatan jantung, yang lebih umum terjadi pada pasien COVID-19 daripada SARS.


"Virus SARS memang menyebabkan kerusakan jantung pada sebagian kecil pasien. Namun, tingkat cedera jantung akibat COVID-19, seperti yang tercermin dari pelepasan biomarker seperti troponin pada pasien rawat inap, cukup mengejutkan," ungkap Liu.


Dalam sebuah penelitian, yang dianalisis Liu, ahli jantung di rumah sakit Renmin Universitas Wuhan menemukan bahwa dari 416 pasien, hampir 20 persen mengalami cedera jantung. Liu mengklaim bahwa meskipun sepertiga dari pasien virus Corona menunjukkan bukti cedera jantung pada tes darah, banyak yang akan sembuh.

https://indomovie28.net/three/