Selasa, 06 Oktober 2020

Bukan Batuk, Peneliti Temukan Tanda Peringatan Awal Terinfeksi COVID-19

 Demam, batuk terus menerus, dan hilangnya indera penciuman atau anosmia, adalah gejala umum terinfeksi COVID-19. Hanya saja, beberapa ahli mengatakan ada tanda-tanda peringatan yang mungkin muncul sebelum gejala umum terdeteksi.

Para ilmuwan dari King's Collage London telah menemukan bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 sering kali mengeluh sakit kepala dan kelelahan bahkan sebelum gejala utama muncul.


Menggunakan data dari aplikasi Pelacakan Gejala COVID-19, mereka menemukan 82 persen pasien mengalami sakit kepala dan 72 persen merasakan kelelahan berlebih sebelum gejala klasik muncul. Mereka juga mendapati hanya 9 persen orang dewasa berusia antara 18 dan 65 tahun yang mengatakan bahwa mereka tidak mengalami sakit kepala atau kelelahan dalam tujuh hari pertama pasca terinfeksi COVID-19.


Hanya saja, dua kondisi ini juga bisa pertanda penyakit lain, itulah sebabnya banuak pasien tidak mengetes COVID-19 setelah mereka mengalami sakit kepala atau kelelahan.


"Meski sakit kepala dan kelelahan umumnya ditemukan pada orang yang memiliki COVID-19, bersamaan dengan gejala lain, memiliki salah satu atau kedua gejala itu saja tidak bisa menjadi indikasi COVID-19," tulis peneliti dikutip dari The Sun, Senin (5/10/2020).


Selain itu penelitian mereka menunjukkan bahwa 40 persen dari semua kelompok umur melaporkan mengalami demam dalam tujuh hari pertama. Hilangnya bau dan batuk terus-menerus masih merupakan gejala utama yang harus diwaspadai dan seseorang yang mengidapnya harus menjalani tes COVID-19.


Para ahli juga mencatat beberapa variasi gejala pada kelompok usia yang berbeda. Sakit kepala, anosmia, batuk terus-menerus, dan sakit tenggorokan lebih sering dilaporkan oleh orang dewasa berusia antara 18 dan 65 tahun, daripada orang tua atau anak-anak.


Sementara hilangnya penciuman lebih banyak dialami oleh kelompok usia dewasa - 55 persen, dibandingkan dengan 21 persen pada anak-anak dan 26 persen pada orang tua.


Mereka yang berusia di atas 65 tahun dilaporkan mengalami kebingungan, disorientasi dan sesak napas yang parah lebih sering daripada kelompok lain, sementara secara keseluruhan gejala ini kurang umum pada mereka yang berusia 18-65 tahun.

https://indomovie28.net/the-expendables/


Efek Jangka Panjang COVID-19 Disebut Bisa Picu Kerusakan Jantung


 Gejala COVID-19 yang mengkhawatirkan membuat para ilmuwan menemukan potensi kerusakan jantung jangka panjang pada pasien COVID-19. Seperti yang terjadi pada Melissa Vanier yang berusia 52 tahun, pertama kalinya jatuh sakit akibat virus Corona pada akhir Februari setelah kembali dari perjalanan ke Kuba di Karibia.

Pada Mei, ia sudah bebas dari COVID-19, tetapi dia menyadari detak jantungnya tampak tidak normal dan segera mencari arahan medis. Kala itu, ia tak tahu banyak soal efek jangka panjang dari virus Corona, tetapi ahli jantung melakukan tes pada Melissa dan mengukur aliran darah ke jantungnya.


"Itu menunjukkan dia menderita penyakit jantung iskemik, yang berarti jantungnya tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen," sebut dokter Melissa.


Seperti Melissa, Nicola Allan, 45, dari Liverpool, juga mengalami detak jantung yang lebih tinggi dari biasanya dua bulan setelah tertular virus Corona COVID-19.


"Bisa di tengah malam atau siang hari. Saya akan mulai gemetar dan harus berpegangan pada dinding untuk mendapatkan dukungan. Tetapi ahli jantung masih tidak mengerti mengapa itu terjadi," sebut Allan.


Dikutip dari The Guardian, kedua cerita tersebut mencerminkan tren yang lebih luas bahwa pasien dapat mengalami kerusakan jantung yang berlangsung lama setelah gejala awal COVID-19 menghilang. Peter Liu, Kepala Ilmiah di Universitas Ottawa Heart Institute, berpartisipasi dalam analisis data klinis untuk memahami dampak COVID-19 pada jantung.


Liu mengatakan timnya menemukan virus Corona memiliki dampak 'mengejutkan' pada kesehatan jantung, yang lebih umum terjadi pada pasien COVID-19 daripada SARS.


"Virus SARS memang menyebabkan kerusakan jantung pada sebagian kecil pasien. Namun, tingkat cedera jantung akibat COVID-19, seperti yang tercermin dari pelepasan biomarker seperti troponin pada pasien rawat inap, cukup mengejutkan," ungkap Liu.


Dalam sebuah penelitian, yang dianalisis Liu, ahli jantung di rumah sakit Renmin Universitas Wuhan menemukan bahwa dari 416 pasien, hampir 20 persen mengalami cedera jantung. Liu mengklaim bahwa meskipun sepertiga dari pasien virus Corona menunjukkan bukti cedera jantung pada tes darah, banyak yang akan sembuh.

https://indomovie28.net/three/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar