Sabtu, 31 Oktober 2020

Eks Diplomat WHO Pun Susah Cari Pesawat Saat Pandemi, Ini Kisahnya

 Sejak awal Oktober lalu, Prof Tjandra Yoga Aditama mengakhiri masa tugas sebagai Direktur Penanganan Penyakit Menular WHO untuk Asia Tenggara. Jabatan itu dia emban sejak 2018 dan berkantor di New Delhi, India. Pada pertengahan September dia pun kembali ke Jakarta untuk menikmati masa pensiun bersama keluarga.

Meski berstatus diplomat WHO, proses kepulangan tak berlangsung mulus. Maklum, India belum sepenuhnya membuka status lockdown yang diterapkan sejak Maret lalu. Bandara Internasional New Delhi masih tutup, tak melayani penerbangan komersial internasional. Kerja sama penerbangan terbatas memang mulai dibuka sejak awal September, seperti dengan Malaysia.


Prof Tjandra Yoga pun akhirnya memesan tiket Malaysia Airlines. Tapi karena satu dan lain hal, penerbangan tersebut ditunda beberapa hari dari jadwal yang telah ditetapkan.


"Padahal visa izin tinggal saya sudah habis sehingga akan dianggap illegal kalau tetap mengikuti jadwal penerbangan tersebut," tuturnya dalam program Blak-blakan di detik.com, Jumat (30/10/2020).


Oleh WHO, ahli paru Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia (FKUI) itu yang pernah menjadi Dirjen Perlindungan Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI itu kemudian disediakan tiket penerbangan lain. Rutenya New Delhi-Dubai-Jakarta, artinya ke arah barat dulu lalu balik ke arah timur. Meski sedikit memutar, dia setuju.


Penerbangan ini pun akhirnya batal diikuti karena yang boleh terbang cuma warga India dan Uni Emirat Arab. Alternatif lain disodorkan, yaitu penerbangan New Delhi, Frankfurt (Jerman) Bangkok, Jakarta. Total 36 jam karena harus transit selama 12 jam di Frankfurt.


"Tentu saya tolak karena bukan hanya terlalu melelahkan, tapi juga terlalu berisiko penularan COVID-19," kata Prof Tjandra Yoga.


Dia beruntung karena akhirnya KBRI di New Delhi mengupayakan penerbangan repatriasi, khusus New Delhi-Jakarta untuk WNI dan atau warga negara lain yang harus terbang dari New Delhi ke Jakarta. "Pengalaman ini menunjukkan bahwa kalau memang harus terbang, amat tidak mudah mendapatkan pesawat yang tersedia," ujarnya.


Terlepas dari kendala tersebut, Prof Tjandra Yoga mengingatkan bila hendak bepergian dengan penerbangan internasional tetap memperhatikan aturan yang diminta oleh maskapai dan atau negara yang akan dituju. Sebagian besar negara mensyaratkan semua orang yang mendarat di bandara internasionalnya sudah membawa hasil PCR negatif untuk COVID-19.


"Ini juga harus hati-hati, karena ada yang mensyaratkan pemeriksaan PCR-nya paling lambat 48 jam sebelum mendarat, ada yang 72 jam, dan ada yang 7 hari," ujarnya.

https://nonton08.com/pitbull-new-order-2016/


Tertinggi di Dunia, COVID-19 di AS Sudah Tembus 9 Juta Kasus


Total kasus virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat (AS) sudah melewati sembilan juta kasus. AS pun kini masih menjadi negara penyumbang kasus COVID-19 terbanyak di dunia.

Berdasarkan data worldometers, total kasus COVID-19 di AS sudah mencapai 9.212.546 kasus pada hari Jumat (30/10/2020).


Menurut laporan New York Times, AS mencatat rekor penambahan kasus baru COVID-19 pada Kamis (29/10/2020), yakni sebanyak 86.600 kasus dalam sehari.


Ahli epidemiolog dari University of Wisconsin-Milwaukee, Amanda Simanek, mengatakan ia belum pernah melihat lonjakan kasus COVID-19 sebanyak ini di negara lain. Simanek pun khawatir, jika tidak cepat ditangani, penyebaran virus Corona di AS akan semakin mudah saat musim dingin tiba.


"Pola penyebaran ini bisa terus terjadi jika kita tidak menekan infeksi hingga ke tingkat yang bisa kita kendalikan," ucap Simanek.


Sementara itu, mantan komisioner Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), Dr Scott Gottlieb, meyakini bahwa dalam waktu dekat AS akan mencatatkan kasus harian COVID-19 sebanyak 100.000 kasus per hari.


"Kami akan mengatasi 100.000 infeksi di beberapa titik dalam beberapa minggu mendatang, mungkin. Mungkin juga bisa dalam minggu ini, jika semua negara bagian melaporkan kasus dengan tepat waktu," kata Gottlieb, dikutip dari CNN.


Menurut Gottlieb, lonjakan kasus ini dikarenakan masih banyaknya warga AS yang kurang memperhatikan prokotokol kesehatan.


"Kenyataannya adalah saya pikir kita tidak akan mulai melihat perlambatan kasus sampai adanya perubahan perilaku di masyarakat dan sampai Anda melihat data mobilitas mulai menurun," jelasnya.


Selain itu, diketahui hingga saat ini sudah sebanyak 5.983.316 pasien COVID-19 di AS yang sudah dinyatakan sembuh. Sementara 234.177 pasien lainnya dilaporkan meninggal dunia.

https://nonton08.com/english-dogs-in-bangkok-2020/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar