Sabtu, 03 Oktober 2020

Catat! Ini yang Perlu Diperhatikan Jika Ingin Swab Mandiri

  Beberapa orang melakukan swab mandiri karena khawatir terpapar COVID-19 dari orang terdekat. Hal ini dilakukan karena tak kunjung ada contact tracing yang meski baru saja kontak dengan pasien positif COVID-19.

Pada dasarnya, contact tracing merupakan kewajiban pemerintah. Pemerintah wajib melakukan 3T yakni Testing, Tracing, dan Treatment saat masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Namun bagaimana jika seseorang yang kontak erat dengan pasien positif Corona tak kunjung ada contact tracing?


Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD mengaku tracing di Indonesia memang masih lemah. Salah satunya kemungkinan berkaitan dengan jumlah tes swab PCR yang masih terbatas.


"Memang harus kita akui ya tracing kita ini masih lemah dan memang harus dicari tahu kenapa kok nggak ter-trace padahal iya sudah jelas positif," ungkapnya saat dihubungi detikcom Jumat (2/9/2020).


Ahmad menilai boleh-boleh saja jika masyarakat ingin menjalani swab mandiri, tetapi perlu melakukan tes COVID-19 di laboratorium yang terhubung dengan pemerintah. Hal ini agar bisa memastikan hasil tes COVID-19 terlapor ke pemerintah pusat.


"Karena nanti lab yang pemerintah itu akan koordinasi juga dengan pusat, jadi ketika dia positif atau negatif nantinya akan dilaporkan," beber Ahmad.


"Kita harus pastikan juga bahwa ketika nantiPCR secara mandiri itu dia memang tidak mempermasalahkan kalau nanti hasilnya itu dilaporkan ke pusat,"pungkasnya.

https://kamumovie28.com/ghost-in-the-shell/


Alami Kesalahan Saat Tes Swab, Cairan Otak Wanita Ini Bocor


Seorang wanita mengalami kondisi langka, yakni kebocoran cairan otak di hidungnya. Setelah dicari tahu penyebabnya, ternyata cairan serebrospinal (CSF) ini keluar setelah ia melakukan tes swab.

"Sepengetahuan kami, ini adalah laporan pertama kasus kebocoran CSF iatrogenik setelah melakukan tes swab COVID-19 lewat hidung," tulis laporan yang diterbitkan di jurnal JAMA Otolaryngology bagian Bedah Kepala dan Leher, dikutip dari New York Post, Jumat (2/10/2020).


Kejadian bermula saat wanita berusia 40 tahun yang tidak disebutkan namanya ini wajib menjalani tes Corona, sebelum dirinya menjalani operasi hernia elektif. Tes swab itu dilakukan melalui hidung, yang sesuai dengan rekomendasi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.


Setelah melakukan tes swab, wanita ini mulai merasa sakit kepala, lehernya kaku, fotosensitifitas, muntah, dan ada 'rasa logam' di mulutnya. Saat menyadari ada yang salah, ia langsung melapor ke rumah sakit dan melakukan CT scan.


Terlihat ada kantung CSF berukuran 1,8 sentimeter yang menjorok ke dalam rongga sinus di antara celah tulangnya. Menurut Children's Wisconsin health system, kondisi ini dikenal dengan ensefalokel yaitu tulang tengkorak yang tidak menutup sepenuhnya, sehingga meninggalkan retakan di tempat CSF dan jaringan otak menumpuk.


Melihat kondisi wanita ini, dokter berspekulasi bahwa tes swab yang dilakukan di hidung itu memecahkan kantong CSF sehingga cairan tulang belakang pelindung otaknya bocor. Akibatnya, wanita ini mengalami perubahan keseimbangan serebral yang disebut hipotensi intrakranial spontan dan tekanan tinggi di otaknya.


Analisis CT scan mengungkapkan kondisi wanita tersebut salah diidentifikasi. Bukannya teridentifikasi sebagai encephalocele, tetapi peradangan hidung. Untuk mengatasinya, dokter bisa mengisi celah yang bermasalah itu dengan mencangkok kulit jaringan lunak.


Menurut laporan tersebut dari kasus ini, sangat dibutuhkan pelatihan dokter terkait skrining usap atau swab ini. Hal ini untuk menghindari cedera otak yang tidak disengaja, dan juga mengusulkan adanya prosedur skrining alternatif lainnya untuk pasien yang mengalami masalah sinus atau penyakit yang berkaitan dengan tengkorak.

https://kamumovie28.com/clickbait-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar