Rabu, 21 Oktober 2020

BPOM Beberkan Syarat Emergency Use Authorization Vaksin Corona di RI

  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebut vaksin COVID-19 dari China siap disuntikkan untuk 9,1 juta orang pada akhir November 2020. Vaksin diketahui akan digunakan bila sudah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lewat emergency use authorization (EUA).

"Kalau semuanya aman dalam sisi medis dan kehalalan, maka secepatnya kita akan bisa melakukan ini pada akhir November," papar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kemenkes RI, dr Achmad Yurianto, dalam konferensi pers Update COVID-19 beberapa hari lalu.


Direktur Registrasi Obat BPOM, Lucia Rizka Andalusia, menjelaskan EUA bisa diberikan dalam kondisi darurat. Meski demikian, BPOM menjamin tetap ada standar yang harus dipenuhi suatu produk medis sebelum mendapat EUA.


"Standar dan kriteria tersebut tentunya bukan tanpa referensi. Badan POM memberikan standar sesuai standar-standar internasional, khususnya dari WHO," kata Lucia dalam siaran pers Kelanjutan Uji Klinis Vaksin Covid-19 pada Rabu (21/10/2020).


Perlu diketahui bahwa EUA bukan merupakan izin edar. Oleh karena itu produk medis yang mendapat EUA, dalam hal ini vaksin COVID-19, hanya didistribusikan dan digunakan secara terbatas.


EUA bisa berikan bila manfaat dinilai lebih besar daripada risikonya. Hal ini diketahui dengan melihat data dari uji klinis yang tersedia.


Syarat lain yang juga harus dipenuhi dalam pemberian EUA adalah tidak ada lagi alternatif obat atau terapi yang telah disetujui untuk mengobati penyebab kondisi kedaruratan kesehatan.


"Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Badan POM dalam pemberian emergency use authorization itu dengan pertimbangan risk-benefit. Tentunya harus lebih besar kemanfaatannya dibandingkan risiko," lanjut Lucia.

https://nonton08.com/invisible-hentai-man/


Kontroversi PMK Radiologi yang Bikin Menkes Terawan Disomasi Para Dokter


 Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto disomasi 20 organisasi kedokteran berkaitan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 24/2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik. Aturan ini dinilai malah memicu masalah baru di tengah pandemi COVID-19.

Pada 5 Oktober lalu, Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) menyurati Menkes Terawan terkait penolakan PMK No 24/2020. Namun, Menkes Terawan dinilai tak menanggapi lebih lanjut perihal penolakan tersebut.


Somasi dilayangkan 20 organisasi dokter

Maka dari itu, somasi akhirnya dilayangkan 20 organisasi kedokteran agar aturan ini menjadi tidak sah. Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), Prof Dr dr David S Perdanakusuma, SpBP-RE(K), sempat menjelaskan beberapa dampak jika aturan ini diterapkan.


Salah satunya, peningkatan angka kesakitan dan kematian pasien termasuk ibu dan anak akibat USG tak lagi bisa dilakukan dokter kebidanan jika tak ada kewenangan dari kolegium radiologi.


Draft PMK No 24/2020 sudah keluar Mei 2020

Selain itu, ia menyebut setidaknya ada 15 spesialis yang juga bisa terdampak jika PMK No 24/2020 akhirnya ditetapkan. Menurut Prof David, rancangan PMK No 24/2020 sempat keluar di bulan Mei 2020, tetapi sejumlah perhimpunan dokter menegaskan penundaan pembahasan.


Penundaan dinilai sebagai langkah tepat karena kasus COVID-19 yang terus melonjak.


"Bulan Mei keluar rancangan PMK nomor 24. Ini sudah muncul di bulan Mei, waktu itu cukup mengagetkan karena kita tidak pernah dengar ada hal seperti itu," jelasnya beberapa waktu lalu.


"Dikaji bersama dalam satu rapat kolegium dan profesi, komentar beragam. Tapi intinya di situ nampak keanehan bahwa PMK nomor 24 ini seperti memberi kewenangan semua peralatan terkait radiologi kepada spesialis radiologi saja," lanjut Prof David.

https://nonton08.com/hunting-list/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar