Sabtu, 31 Oktober 2020

Cerita Eks Petinggi WHO Soal Murahnya Tes PCR dan Harga Obat di India

 Sebelum kembali ke tanah air dalam rangka persiapan pensiun sebagai Direktur Penanggulangan Penyakit Menular WHO untuk Kawasan Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama menjalani uji PCR pertengahan September lalu. Tes dilakukan di teras rumah dinasnya oleh petugas laboratorium di New Delhi, India. Biayanya cuma Rp 480 ribu.

Atas saran anaknya yang seorang dokter, dia kembali menjalani tes PCR di sebuah rumah sakit di Jakarta. "Tarifnya Rp 1,3 juta ha-ha-ha," kata Prof Tjandra Yoga dalam program Blak-blakan yang tayang di detikcom, Jumat (30/10/2020).


Tak cuma itu. Ahli paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu juga menyebut harga obat-obatan di India juga jauh lebih murah ketimbang di Indonesia. Tak heran bila sejumlah koleganya yang menjadi dokter kerap minta dibelikan obat di India.


Sebelum ada pandemi COVID-19, Prof Tjandra Yoga mengaku biasa pulang ke Jakarta sebulan sekali. Di saat itulah koleganya titip dibelikan obat-obatan tertentu.


"Harganya memang bisa lebih murah 50 persen bahkan lebih dari harga di sini. Jadi, bukan cuma biaya PCR harga obat pun lebih murah," kata mantan Dirjen Perlindungan Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI itu.


Kenapa India bisa demikian, Prof Tjandra Yoga menduga karena 'Negeri Sungai Gangga' itu punya banyak persediaan bahan baku obat. Jumlah penduduk yang mencapai 1,3 miliar jiwa menjadi pangsa pasar sangat besar sehingga bisa menurunkan ongkos produksi. Selain itu, upah pekerja di India kemungkinan lebih murah.


"Tapi soal upah pekerja ini saya tidak tahu persis ya," ujarnya.


Duta Besar India untuk Indonesia Gurjit Singh, 2012-2015, pernah mengungkapkan alasan lain kenapa negerinya dapat memproduksi dan menjual obat dengan harga sangat murah. Selain punya bahan baku dan pangsa pasar di dalam negeri sangat besar, kata dia, banyak ilmuwan yang belajar di Amerika lalu mengembangkan obat di negaranya.


Dalam bidang farmasi India merupakan negara eksportir obat generik terbesar di dunia. Secara volume, negeri itu juga menjadi eksportir obat generik terbesar dengan jaringan industri yang kuat karena 15% ilmuwan farmasinya berada di AS.

https://nonton08.com/hantu-kuburan-tua/


Kabar Baik! Dari 104.235 Kasus COVID-19 di DKI, 87,5 Persen Sudah Sembuh


Kabar baik datang dari DKI Jakarta. Jumlah kasus sembuh virus Corona COVID-19 di ibu kota terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan data corona.jakarta.id pada Jumat (30/10/2020) pagi, persentase jumlah pasien yang sudah sembuh dari COVID-19 di DKI Jakarta sudah mencapai 87,5 persen dari total kasus positif Corona di ibu kota, yakni 104.235 kasus.


Persentase jumlah tersebut didapatkan setelah pasien sembuh COVID-19 di DKI Jakarta mengalami penambahan sebanyak 1.078 orang pada Kamis (29/10/2020), sehingga totalnya menjadi 91.235 orang. Total kasus sembuh ini mengalami peningkatan dari jumlah sebelumnya, yaitu 90.157 orang.


Dari data tersebut juga diketahui, saat ini ada 10.775 kasus aktif COVID-19 di ibu kota, yang berasal dari 262 kelurahan di DKI Jakarta.


Kasus aktif sendiri artinya adalah orang-orang yang masih dianggap sakit dan dalam perawatan. Dari 10.775 kasus aktif COVID-19 di DKI Jakarta, sebanyak 2.824 pasien dirawat dan 7.951 pasien masih menjalani isolasi mandiri.


Sementara itu, dilaporkan juga sudah ada 2.225 pasien COVID-19 di DKI Jakarta yang meninggal dunia hingga saat ini.

https://nonton08.com/carrie-pilby/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar