Kamis, 01 Oktober 2020

Efek Samping Remdesivir, Obat COVID-19 yang Sudah Disetujui BPOM

 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyetujui penggunaan obat remdesivir untuk pasien COVID-19 di Indonesia. Total ada 25 pasien yang akan menjalani uji coba remdesivir terlebih dahulu.

Spesialis paru dari RS Persahabatan, dr Erlina Burhan MSc, SpP, menjelaskan ada efek samping dari remdesivir. Efek samping disebut dapat mempengaruhi beberapa organ tubuh.


"Jadi efek samping dari remdesivir ini adalah diduga akan mempengaruhi hati atau liver dan juga ginjal," jelas dr Erlina Burhan dalam konferensi pers Kalbe dan PT Amarox Pharma Global, Kamis (1/10/2020).


"Oleh sebab itu pada uji coba yang akan kita lakukan, kita akan mengeluarkan pasien-pasien dengan masalah liver dan juga sakit ginjal," lanjutnya.


Maka dari itu, dr Erlina menyebut ada beberapa kriteria yang ditetapkan untuk pasien COVID-19 yang menerima uji klinis ini. Salah satunya usia harus di atas 18 tahun.


Berikut detail syarat pasien penerima obat remdesivir:


- Pasien berusia di atas 18 tahun

- Terkonfirmasi positif COVID-19

- Pasien-pasien dengan gejala berat

- Saturasi oksigen di bawah 94 persen

- Pasien bersedia menandatangani sukarela ikut penelitian


Sementara pasien yang di-eksklusi:


- Pasien dengan riwayat alergi

- Pasien dengan kelainan liver

- Pasien dengan kelainan ginjal

- Pasien yang sudah atau sedang menjalani atau mendapat obat penelitian lainnya

https://indomovie28.net/assassins-run-2/


Imunisasi Balita Terganggu COVID-19, Program Indonesia Emas 2045 Terancam


Sebagian besar pelayanan kesehatan di Indonesia terganggu oleh pandemi COVID-19. Dilaporkan sebanyak 83,9 persen pelayanan kesehatan tidak bisa berjalan dengan optimal, termasuk posyandu.

Hal ini membuat masa depan jutaan anak Indonesia terancam, baik dari sisi kesehatan maupun tumbuh kembangnya. Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, jika kondisi ini terus berlangsung maka program Indonesia emas 2045 bisa terancam.


"Ada 25 juta balita terancam untuk dua hal ini, yakni imunisasi yang turun dan kualitas tahan balita yang kurang baik," kata Ede dalam konferensi pers virtual, Kamis (1/10/2020).


"Ketika menyambut sebuah bangsa lahir yang baru adalah bagaimana kita menyambut kehadiran seorang anak, memberikan gizi yang baik, diberikan imunisasi yang komplit, karena ini tahap balita yang sangat kritikal, karena ini dapat memberikan dampak yang sangat panjang pada pendidikan dan perkembangan intelektual lainnya," jelasnya.


Lebih lanjut, Ede menjabarkan saat ini pelaksanaan imunisasi pada balita menurun hingga 35 persen. Sebanyak 84 persen fasilitas kesehatan juga melaporkan pelayanan imunisasinya terganggu. "Layanan imunisasi di posyandu (90 persen) dan puskesmas (65 persen) terdampak COVID-19," ucap Ede.


"Mengapa penurunan ini berbahaya... Risiko anak meninggal karena penyakit infeksi juga semakin tinggi, kualitas SDM juga akan semakin rendah, itulah mengapa kami menyampaikan bonus demografi dan juga Indonesia emas terancam," tegasnya.


Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih pun merasa khawatir jika ketidakseimbangan pelayanan kesehatan di tengah pandemi COVID-19 ini terjadi secara terus-menerus, maka bisa menimbulkan dampak kesehatan lainnya di masa yang akan datang.


"Kalau ini terjadi, maka dampak kesehatan masyarakat berikutnya akan menjadi masalah bagi kita semua," ujar dr Daeng dalam kesempatan yang sama.

https://indomovie28.net/wrath-of-the-titans-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar